Pagi ini terlihat sangat cerah, dan juga karena mungkin ini hari libur maka dari itu Wendy sedang menyiapkan sarapan untuk Lino yang masih terlelap di kamarnya dan Wendy sama sekali tidak ada niatan untuk membangunkan anaknya itu, biarlah Lino tidur sampai puas di dalam kamarnya, toh ini juga hari Minggu dan Lino tidak pergi masuk ke sekolah.
Mungkin setelah dia membuat sarapan Lino akan terbangun dengan sendirinya, dan duduk di meja makan dengan wajah yang masih mengantuk tapi perut sudah meminta makan. Dan benar saja, saat Wendy sudah membereskan piring-piring di wastafel. Seorang anak laki-laki menghampiri meja makan dan menarik bangku yang agak sedikit tinggi dari tubuhnya. Lino naik ke atas bangku dengan sedikit susah payah dan akhirnya duduk di sana dengan wajah yang masih mengantuk.
Wendy berkali-kali melirik Lino dan langsung tersenyum tipis melihat anaknya yang masih memejamkan matanya tapi sudah memegang centong nasi di tangan kanannya. Setelah selesai dengan piring-piring di wastafel barulah Wendy menghampiri Lino dan tersenyum.
"Hei." Wendy mengambil centong nasi yang ada di tangan Lino cepat, membuat anak laki-lakinya terkejut dan bahkan hampir jatuh dari atas bangku, untungnya Wendy dengan cepat menangkap tubuh Lino dan tertawa.
"Masih ngantuk mah di kamar aja sayang." Ujar Wendy ikut menarik bangku yang ada di samping Lino dan duduk di samping bocah itu.
Lino mengerucutkan bibirnya gemas, "Lino laper nda." Katanya sambil merengek membuat Wendy merasa gemas dan mengambil piring dengan motif kartun kesukaan Lino.
"Bunda bantuin ya." dengan senyuman Wendy membantu Lino untuk menyiapkan makanan di atas piringnya, Wendy menuangkan nasi di atas piring, lauk pauk, dan lain-lain lalu segera memberikannya kepada Lino yang masih memejamkan matanya karena mengantuk.
"Sayang, kalau masih ngantuk jangan dipaksa makan yah, kamu tidur dulu gih."
"Nggak mau, Ino udah ngga ngantuk." Lino ngelantur, mungkin kesadarannya akan hilang sebentar lagi namun Wendy segera menggendong anaknya itu dan membawanya ke wastafel. "Cuci muka dulu ya, biar nggak ngantuk." kata Wendy lalu mengadahkan air dan membasuhnya ke wajah Lino.
Lino yang merasakan sesuatu yang sejuk mengenai wajahnya langsung membuka matanya sempurna dan tersenyum saat ibunya terkekeh melihat tingkah Lino yang sangat menggemaskan. "Udah sayang? Kalau udah ayok kita makan."
Lino mengangguk dengan semangat seraya menepis air-air yang masih tersisa di wajahnya dan mereka berdua melangkah kembali ke meja makan untuk menikmati sarapan yang sudah Wendy buat tadi.
***
Berbeda dengan Wendy. Lucas hanya memandang sedih ke arah kulkasnya yang kosong tidak ada sisa makanan tau bahan makanan lainnya. Lucas baru saja pulang ke apartemennya karena merasa sangat tidak nyaman berada di rumah mamahnya. Yap, lagi-lagi masalah pernikahan yang Lucas bingung entah sampai kapan mamahnya akan terus mengoceh tentang itu.
Lucas kembali menutup pintu kulkas dan memilih membuka laci meja dapur da untungnay menemukan satu bungkis mie instan yang mungkin akan menjadi penyelemat bagi Lucas karena kalau tidak ada mie itu maka Lucas akan melewatkan sarapan.
Sejujurnya, Lucas merasa lebih nyaman berada di rumah ibunya karena di sana dia lebih terurus, semua makanan ada, semua minuman yang dia mau ada, tidak luntang-lantung dan pusing karena tidak ada makanan di kulkas seperti sekarang ini, tentunya hanya karena mamahnya ini bawel setengah mati tentang pernikahan Lucas jadi tidak betah dan memilih kelaparan dibanding telinganya panas karena terus mendengar topik pernikahan yang keluar dari bibir mamahnya.
Lucas menghela nafas membawa satu-satunya bungkus mie instan ke dapur dan menuangkan air bersih ke dalam panci lalu mulai memasak air itu hingga mendidih. Satu bungkus mie instan Lucas rasa sangat cukup untuk menganjal perutnya yang lapar di pagi hari ini, nanti dia akan pergi ke supermarket besar untuk membeli bahan-bahan makanan dan mengis kembali kulkasnya hingga penuh dengan bahan makanan.
Hal yang pertama di lakukan saat air sudah mendidih adalah memasukkan mie instan ke dalamnya dan membiarkannya selama tiga menit. Biasanya, Lucas akan memasukkan telur kalau ada, tapi nyatanya di kulkasnya kini hanya kosong tidak ada apa-apa jadi mau tidak mau Lucas hanya memasak satu mie instan, benar-benar satu mie instan. Menyedihkan memang.
Hal yang kedua selama menunggu mie instan matang adala membuka bungkus bumbu yang menjadi sangat susah disetiap levelnya. Level pertama ada bumbu utama yang bida dibuka dengan mudah, lalu setelah itu level kedua ada bumbu cabai yang dibuka agak susah karena kadang suka meleset. Dan yang terakhir adalah bumbu minyak. Pertarungan yang sesungguhnya ada di sini, Lucas tidak mau sanpai tangannya terkena bumbu minyak dan menjadi lengket, itu sangat tidak nyaman.
Maka, dengan penuh hati-hati dan penuh dengan perasaan Lucas membuka bungkus bumbu itu dengan penuh keyakinan.
BREEKK
Gagal sudah rencananya. Kini tangannya sudah dipenuhi dengan bumbu minyak yang menyebar ke mana-mana. Lucas meringis, rasanya sangat tidak nyaman. Maka buru-buru Lucas membasuh tangannya dengan sabun dna menuangkan sisa minyak yang ada ke dalam mangkuk. Sisa minyak itu hanya sedikit, dan rasanya Lucas akan memakan mie tanpa minyak sekarang.
Pasti, kalau ada mamahnya dia akan diceramahi lagi, misalnya seperti ini, "Makanya nikah, kan kalau udah nikah kamu ada yang urus! Nggak kayak gini, kasihan mama liat kamu."
Lucas menggeleng kepalanya cepat, membuang segala ingatan-ingatan dan pikiran buruk yang baru saja mampir ke dalam imajinasinya. Lucas tidak mau mendengar omelam mamahnya lagi bahkan di dalam imajinasi Lucas. Sudah cukup muak selama ini dengan ceramahan mamahnya di dunia nyata, jangan sampai mamahnya juga datang di dunia imajinasi Lucas.
***
"Bawang, emm iya abis itu apa lagi ya?" Lucas melihat seluruh sayuran yang berjejer di freezer sayuran dengan sangat rapih.
Karena sudah tak tahan melihat kulkasnya yang menyedihkan dan juga mumpung ini hari libur, Lucas memanfaatkan waktu senggangnya ini untuk membeli bahan-bahan makanan dan menaruh semuanya di dalam kulkas.
Tujuannya agar kalau mamahnya datang dan melihat kulkas Lucas yang penuh, beliau tidak akan mengoceh lagi tentang pernikahan. Setidaknya akan mengurangi sedikit ocehan mamahnya yang kalau sudah ceramah tidak ada remnya.
"Brokoli? Ah beli aja deh buat menuh-menuhin kulkas." Lucas mengambil dua batang brokili dan memasukkanya ke dalam troli yang sudah dia bawa sedari tadi. Sejujurnya Lucas tidak terlalu suka sayuran. Sedari kecil dia selalu melihat sayuran sebagai musuh karena tidak enak dan rasanya pahit. Tapi, lagi-lagi karena ingin terlihat keren di depan mamahnya Lucas membeli banyak sayuran dan akan memasukkanya ke dalam kulkas, entah apa nanti sayuran itu akan dia makan semuanya atau tidak.
Saat sedang asik-asik belanja, tiba-tiba ponsel Lucas berdering dan menampilkan nama Dirga di layar. Lucas menghela nafas, sudah pasti bukan sesuatu yang baik kalau Dirga meneleponnya pagi-pagi seperti ini.
Tapi, karena Lucas baik hati dan tampan akhirnya dia mengangkat telepon sepupu kampretnya dan saat dia mengangkat sudah disambut dengan isakan tangis yang menjijikan dari seberang sana.
"Cassss, huaaaa." tangis Dirga semakin kencang saat tau kalau Lucas mengangkat teleponnya.
"Apasihh, kenapa nangis? Kayak anak kecil aja lo Dir!" omel Lucas sambil melihat-lihat macam-macam buah. Lucas suka buah, bahkan Lucas bisa jika selama dia hidup hanya memakan buah tanpa nasi atau apapun, tapi sayangnya nanti dia akan diceramahi lagi oleh mamah Ria terhormat kalau sampai Lucas melakukan itu.
"Shena, hikss." Dirga menarik ingusnya menjijikan, Lucas yang mendengarnya lewat telepon saja sudah merasa ingin muntah, apalagi kalau sampai Lucas ada di sana menemani Dirga menangis seperti ini, bisa-bisa dia muntah di wajah Dirga saat itu juga.
"Geliii, ingusnya buang dulu kenapa!" Ujar Lucas agak keras sampai-sampai para pengunjung melempar tatapan aneh kepadanya.
"Nggak bisaa, Shena - dia jahat banget sama gue Cas, gue ditolak sama dia lagi, gue harus apa Cas?" rengek Dirga lalu tak lama kembali menangis dengan kencang. Jujur saja, Lucas agak kasihan melihat sepupunya seperti ini.
"Shena kenapa? Nolak lo lagi?" tanya Lucas, bukanya menjawab tangisan Dirga malah semakin kencang dan semakin membuat telinga Lucas sakit.
"Kan tadi gue udah bilang begoo, kenapa diulang lagi sihh." Rengek Dirga dan Lucas hanya meringis, "Nanti gue ke apart lo, sehabis ini." Ujar Lucas lalu segera memutuskan sambungan secara sepihak dan mematikan ponselnya.
Tujuannya biar Dirga tidak terus menganggunya saat dia sedang berberlanja seperti ini, jujur saja Lucas merasa sangat jengkel dengan segala sifat sepupunya yang biasanya dipanggil sifa empat dimensi karena memang Dirga sangat aneh.
Lucas kembali mendorong trolinya dan kini mengarah ke tempat daging-daging. Merasa dirinya ini kurang asupan daging akhirnya Lucas menganbil beberapa daging sapi dan ayam lalu memasukkannya ke dalam troli. Lucas janji, kulkasnya akan penuh sekarang.
Lucas terus memilih daging sampai dia melepas pegengan degan troli dan alhasil troli itu berjalan sendiri karena memang jalannya agak menurun. Lucas tidak sadar itu, dia terlalu bodoh untuk menyadari bahwa sekarang dia dalam bahaya.
Braak
Saat mendengar benturan yang keras yang berasal dari tubrukan antar troli barulah Lucas sadar dan menoleh melihat trolinya yang sudha menabrak troli seseorang. Untung saja kedua troli mereka tidak jatuh dan belanjaanya tidak tumpah.
"Yaampun." Lucas meringis, berlari kecil menghampiri trolinya dan melihat gadis si pemilik troli satunya sedang menunduk dan meringis.
"Mbak, maaf ya mbak saya nggak seng-" Lucas terkejut saat melihat gadis itu mengangkat kepalanya, bahkan gadis itu juga sama terkejutnya dengan Lucas.
"Wendy?"
"Lucas?"
Senyum Lucas mengembang saat itu juga, bertemu dengan Wendy secara tidak sengaja lagi membawa dirinya ke dalam kesenangan tiada tara.
***
"Lucas?"
Entah apakah Wendy harus sedih atau kesal bertemu dengan Lucas saat ini, karena dia ingin menjauhi Lucas tapi entah kenapa malah bertemu di sini dan membuat semuanya menjadi runyam.
"Nggak nyangka akan ketemu kamu lagi di sini." kata Lucas dengan senyuman lebar membuat Wendy ikut tersenyum.
"Eh, kamu nggak apa-apa kan? Maaf ya aku nggak sengaja tadi." kata Lucas panik sambil memperhatikan Wendy takut kalau gadis yang ada di hadapannya ini terluka.
"Nggak apa-apa kok."
"Syukurlah, mau bareng?" Wendy mengangguk kecil mengiyakan ajakan Lucas yang sedetik kemudian langsung dia sesali. Padahal Wendy ingin menjauh namun kenapa semuanya malah menjadi seperti ini, kenapa malah dia yang membiarkan dirinya dekat dengan Lucas.
Lucas mendorong trolinya lebih dulu meninggalkan Wendy yang masih terdiam, lalu beberapa detik kemudian ikut menghampiri Lucas. "Bahan makannnya abis?" tanya Wendy basa-basi dan Lucas menanggapinya dengan anggukan.
"Iya, makanya ke sini kalau dibiarin aja itu kulkas terus kosong gitu aja dan ibuku bisa-bisa bakal ada pidato dadakan dan beliau nyuruh aku cepet-cepet nikah lagi." kata Lucas dengan nada lucu membuat Wendy langsung tertawa karenanya. Dia tau kalau Lucas memang sedang dikejar-kejar dengan pernikahan, Lucas sudah menceritakan padanya saat malam itu.
"Kalau kamu?"
"Iya sama, habis makanya ke sini." jawab Wendy dengan senyuman, membuat Lucas menunduk malu karena merasakan pipinya memanas saat Wendy tersenyum sangat manis di sampingnya.
"Wendy?"
Lucas dan Wendy langsung mendongak melihat seorang laki-laki yang ada di hadapan mereka, laki-laki itu menatap ke arah Wendy dengan terkejut seraya menahan troli yang ada di hadapannya. Lucas menoleh melihat Wendy dan gadis itu tampaknya sangat terkejut serta ketakutan saat melihat laki-laki yang ada di hadapan mereka ini.
"Wendy, kamu -" tatapan laki-laki itu berarlih kepada Lucas.
Merasa diperhatikan akhirnya dengan berani dan gagah Lucas menatap balik laki-laki itu. Lucas sangat paham kondisi ini, bodoh jika dia tidak tau apa yang sedang terjadi saat ini. Seorang laki-laki melihat seorang wanita dengan tatapan sendu dan penuh kesedihan serta penyesalan apalagi kalau bukan seorang mantan pacar.
Lucas berasumsi bahwa laki-laki ini adalah mantan pacar Wendy dan menyesal karena sudah memutuskan hubungan dengan Wendy, karena dapat dilihat dalam tatapan matanya kalau laki-laki itu sangat sedih dan juga menyesal.
"Alex?"
Oh, Alex namanya Lucas bergumam dalam hati, namanya bagus namun saat melihat kalau laki-laki ini menyakiti Wendy lebih bagus Lucas kemana-mana. Oke, Lucas memang manusia yang terlalu percaya diri.
"Kamu kok di sini? Kamu kenapa nggak bales pesan aku?" Alex mulai hendak menyentuh Wendy namun gadis itu dengan cepat agak menjauh dan memasang wajah risih melihat Alex yang terus mendekat ke arah gadis itu.
Lucas menghela nafas, sejujurnya dia tidak mau ikut campur dalam hubungan mereka, namun karena gadis yang hendak dia sentuh adalah Wendy yang notabene adalah calon gebetannya dan juga Lucas mengincar Wendy setelah sekian lama, maka mau tidak mau Lucas akan turun tangan sekarang.
Dengan cepat Lucas menahan tangan Alex yang hendak menyentuh tangan Wendy lagi. Lucas memasang wajah cool supaya dia terlihat keren di hadapan Alex. Alex menoleh ke arah Lucas saat tangannya di tahan oleh laki-laki itu.
"Jangan sentuh-sentuh, dia pacar saya." kata Lucas dengan kerennya dan menepis tangan Alex sopan. Lucas menoleh melihat Wendy yang terkejut dengan ucapan Lucas barusan namun laki-laki itu malah tersenyum manis lalu menatap sinis ke arah Alex.
Alex pun juga melemparkan tatapan sinisnya kepada Lucas, merasa bahwa Lucas adalah musuhnya, karena sudah berani delat-dekat dengan Wendy.