Wendy baru saja pulang dari kerja sambilannya, dia merasakan semua tubuhnya pegal-pegal karena harus bekerja seharian, namun sepertinya semua pegal-pegal itu akan hilang jika dia bertemu dengan Lino, anaknya yang sangat menggemaskan yang mungkin sudah berada di rumah bibi Viana.
Wendy membenarkan tali tas selempangnya dan menatap ke depan, tapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya ketika dia bertemu dengan dua orang yang berjalan berlawanan arah dengannya, kedua orang itu smabil bergandengan tangan yang membuat hati Wendi terasa sakit.
Orang itu tak lain adalah Alex yang merupakan mantan suaminya dengan Lia istri baru yang dinikahi Alex ketika mereka baru bercerai sekitar satu minggu. Laki-laki itu berjalan dengan wajah lesuh sedangkan sang perempuan yang ada di sampingnya berjalan dengan wajah ceria dan penuh senyuman.
Wendy menghela nafas panjang, kenapa saat dia harus bertemu dengan mereka saat pulang kerja? Wendy sedang lelah ditambah bertemu mereka yang membuat suasana hati Wendy menjadi tak enak.
Bukan karena Wendy masih cinta, bukan. Tapi, karena semua kenangan yang ada di dalam ingatan Wendy tentang Alex hanyalah kenangan buruk yang bisa membuat Wendy mungkin merasa sakit lagi jika mengingatnya, bahkan kalau bisa dia ingin lupa ingatan hanya untuk bagian kisahnya dengan Alex.
Wendy membenarkan tas selempangnya sekali lagi, dia menundukkan kepalanya dan hendak melewati mereka begitu saja, namun.
"Wendy."
Gadis itu menghentikan langkahnya ketika ada seseorang yang memanggil namanya dan orang itu tak lain adalah Alex, Wendy sangat hafal suara Alex.
Wendy terdiam sejenak, dia masih sama bingung ingin menampilkan ekspresi bagaimana saat ini karena dia tidak tau apa yang harus dia lakukan, tapi pada akhirnya Wendy tersenyum dan menoleh ke arah mereka.
"Iya?" katanya dan melihat Lia yang sudah memasang wajah masam kepadanya namun laki-laki di sampingnya malah tersenyum lebar.
"Nggak nyangka aku bisa ketemu kamu di sini." kata Alex dan Wendy hanya tersenyum walaupun di dalam hatinya dia ingin memaki, memaki Alex yang masih bisa tersenyum lebar seperti itu disaat dia memperlakukan Wendy seburuk apa dulu.
"Hmm, iya." Wendy menjawab seadanya, dia tidak mau berurusan lebih lama dengan Alex.
"Lino, apa kabar?"
"Dia baik sama aku."
Alex semakin tersenyum lebar dan melihat Wendy dengan tatapan sejuta kerinduan, namun senyuman yang ada di wajahnya itu langsung pudar ketika Lia memeluk lengan Alex manja, "Ayo ah kita pulang." rengek Lia membuat Wendy gemas.
Wanita itu, bahkan dia tidak berubah setelah terang-terangan bilang akan merebut Alex dulu sekarang dia tak tau malu menampakkan wajahnya di depan Wendy bahkan dengan senyuman lebar sok imut yang membuat Wendy ingin mencakar wajahnya.
"Kita kan udah nggak ada urusan lagi sama dia." Kata Lia menatao Wendy dengan sinis.
"Kamu nggak boleh bilang gitu, dia mamahnya Lino."
"Ya emang kenapa kalau dia mamahnya Lino? Anak jelek yang kamu tinggalin itu."
Wendy melotot saat Lia mengatakan itu, "Apa kamu bilang!" ujar Wendy marah melihat Lia yang sekarang memasang wajah seolah tak bersalah. "Ups, maaf."
Wendy menghela nafas, sungguh dia tidak ingin ribut sekarang tapi wanita yang ada di samping mantan suaminya ini mencoba membuat Wendy melakukan kekerasan.
"Kamu, kalau kamu nggak suka sama aku nggak usah bawa-bawa anak aku, dia nggak salah apa-apa dan juga asal kamu tau semuanya jadi begini ya karena kamu."
Lia tertawa mengejek.
"Kamu nggak ngaca selama ini hah?" Katanya malah lebih sewot.
"Kenapa Alex bisa ninggalin kamu karena kamu udah nggak kayak dulu lagi, seharusnya kamu ngaca dan sadar diri kenapa bisa Alex bisa berpaling dari kamu kalau kamu sempurna? Dan anak itu,"
Alex memejamkan matanya sebentar dan langsung menarik tangan Lia agar menjauh dari hadapan Wendy, "Jangan macem-macem." Ujar Alex kali ini melihat Lia dengan tatapan marah.
Sedangkan Wendy terdiam dan terpaku di sana, rasa sakit yang dia rasakan dulu kini menyerang hatinya lagi dan bahkan kini mata Wendy sudah berkaca-kaca merasa sangat sakit hati dengan ucapan Lia barusan.
"Maafin Lia."
"Anak kamu itu kesalahan!" Ujar Lia membuat Wendy hampir menjatuhkan air matanya namun dia menahannya dengan cepat, Wendy melihat pasangan suami istri itu dan merasakan hatinya sangat sakit.
"Aku harap rumah tangga kalian selalu berjalan dengan baik tanpa ada cobaan, aku harap kamu nggak ngerasain apa yang aku rasain." kata Wendy sambil menatap mata Lia tajam, setelah itu dia langsung pergi dari hadapan pasangan itu berlari sejauh mungkin dan membiarkan air matanya jatuh.
***
"Nanti Lucas bakal cari cewek yang co-"
Lucas menghentikan ucapannya saat tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu mobil belakangnya, dia langsung menoleh ke kursi belakang dan melihat seorang gadis sedang menunduk sambil terisak.
Gadis itu menangis.
"Lucas? CAS!"
Lucas langsung mematikan sambungan telepon ibunya dan melihat gadis tadi. Kenapa tiba-tiba ada seorang gadis yang masuk ke dalam mobilnya, dan kenapa pula gadis itu menangis.
"Tolong antar ke komplek mawar pak, cepet jalan ya pak." Kata gadis itu membuat Lucas melongo. Jadi dipikir gadis ini dia dalah seorang supir, Lucas mau tertawa sekarang.
Dia baru saja ingin memberitahu kalau dia bukanlah supir taxi tapi tak tega saat mendengar suara isakan tangis gadis itu, Lucas pun hanya terdiam, "Baik mbak." Ujar Lucas yang memutuskan untuk menjadi supit taxi bagi gadis itu.
Lucas menjalankan mobilnya sambil sesekali melirik spion tengah, melihat gadis itu terisak sambil menutup wajahnya. Lucas hanya terdiam tak mau bertanya apa-apa dan tak mau membuat gadis itu menjadi tak nyaman.
Lucas menjalan mobilnya dengan kecepatan sedang, dia hanya ingin membuat gadis yang ada di kursi belakangnya sekarang merasa nyaman, jujur Lucas tidak terbiasa dengan tangisan seorang wanita, karena wanita disekelilingnya bisa dibilang tahan banting, tidak ada satupun dari mereka yang menangis di depan Lucas yang ada selalu emosi jika berada di dekatnya.
"Maaf pak, maaf kalau saya nangis di sini." kata gadis itu mengusap air matanya dan Lucas hanya bisa melihatnya dari spion kaca tengah.
Merasa kasihan, akhirnya Lucas menarik beberapa lembar tissue yang ada di kursi penumpang di sampingnya. Ya, Lucas selalu menaruh barang apapun di sana karena memang tidak ada orang yang naik mobilnya selain dirinya dan Dirga, sepupunya yang suka menumpang karena malas membawa mobil sendiri ke kantor.
"Ini mbak." Lucas menyodorkan tissue itu dan tatapannya masih fokus ke depan, dia tidak mungkin melihat gadis itu saat menyetir, bisa-bisa mereka berakhir di rumah sakit.
"Makasih pak." Gadis segera mengambil dan mengusap air matanya, lembaran lain dia pakai untuk membersihkan cairan yang ada di dalam hidungnya.
Suara yang berasal dari hidungnya membuat Lucas tersenyum, dia baru melihat seorang wanita cantik, masih muda, mau melakukan hal yang mungkin untuk sebagian orang cukup jorok, maklum Lucas hanya bertemu dengan gadis-gadis anggun dan juga yang selalu menjaga imagenya makanya dia agak terkejut.
Lucas melihat gadis itu menyandarkan kepalanya dan menatap ke atas, sesekali dia mengusap kembali air matanya yang jatuh, Lucas tersenyum ternyata gadis yang ada di belakangnya cantik juga dan terlihat sangat imut.
Setelah beberapa menit Lucas menyetir dengan tenang dan gadis itu sudah berhenti menangis dia malah sekarang terdiam dan menatap ke luar jendela, namun tiba-tiba gadis itu menegakkan tubuhnya dan menepuk-nepuk kursi belakang Lucas.
"Saya sampai sini aja pak."
Lucas melirik gadis itu dan kemudian langsung menepikan mobilnya, merema berhenti tepat di depan jembatan penyebrangan orang yang tanpa atap, lampu-lampu yang ada di jembatan itu menyala membuat kesan indah tersendiri pada jembatan itu.
"Berapa pak?" tanya gadis itu lagi sambil membuka tasnya.
Lucas kebingungan sendiri, karena dia tidak tau berapa tarifnya karena dia bukan supir taxi, karena tak mau membuat gadis ini merasa malu karena sudah salah naik taxi maka Lucas menjawabnya, "Tiga puluh ribu aja mbak." kata Lucas dan gadis itu segera mengambil uang di dalam dompetnya.
"Ini, makasih pak." katanya dengan nada pelan sambil menyerahkan uang kepada Lucas. Laki-laki itu menerima uang dengan ragu namun pada akhirnya dia tetap mengambilnya dan melihat gadis itu keluar dari mobilnya.
Lucas melihat gadis itu berjalan dan kemudian naik ke atas jembatan penyebrangan orang dengan tatapan sedih, bahkan dari belakang saja Lucas bisa melihat kesedihan dari gadis itu. Bukannya pergi dan pulang menuju rumah, Lucas malah asik memperhatikan gadis itu dari dalam mobilnya.
Sampai akhirnya dia melihat gadis itu berdiri dan terdiam di jembatan itu sambil memandang jalanan bawah dengan tatapan sendu, tiba-tiba saja perasaan Lucas tak enak dia jadi berpikir kalau gadis itu akan bunuh diri. Dengan gerakan cepat Lucas melepas seatbeltnya dan membuka pintu mobil dengan segera. Lucas turun namun matanya masih tidak bisa lepas dari gadis tadi, dia buru-buru mengambil kunci mobil dan menutup pintu mobilnya.
Lucas berlari naik ke atas jembatan ingin menghentikan perbuatan yang tak baik itu, bahkan karena terlalu khawatir dia sampai menaiki dua anak tangga sekaligus dan berlari sekencang mungkin untuk menahan gadis itu.
"Mbak." Lucas menarik tangan gadis tadi dan membuat gadis iti terkejut.
"Ada apa mas?" Tanya gadis itu bingung dan melihat pergelangan tangannya yang dicekal oleh Lucas.
"Jangan mbak."
"Jangan apa?"
Lucas menghela nafas panjang dan melepaskan cekalan tangannya, dia melihat gadis tadi dengan tatapan sendu, "Saya tau mbak emang ada masalah yanh berat dan itu buat mbak agak terbebani, tapi tolong jangan lakuin hal bodoh kayak gini mbak, jangan bunuh diri mbak." kata Lucas sambil tergagap, dia tidak tau apakah kata-katanya bisa membuat gadi situ mengurungkan niatnya atau tidak.
"Maksudnya mas? Bunuh diri?"
Lucas terdiam melihat wajah gadis itu yang tampaknya sangat kebingungan dengan apa yang Lucas katakan tadi. Lucas mengusap tengkuknya dan mengulum bibirnya, "Mbaknya nggak mau bunuh diri?"
Gadis itu menggeleng.
Lucas langsung menghela nafas panjang, "Saya pikir mbak mau bunuh diri makanya saya samperin dan ngomong gitu." kata Lucas jujur.
Gadis itu terkekeh dan menahan tawanya karena melihat Lucas yang sampai menghampirinya seperti ini hanya karena salah paham, "Saya nggak mau bunuh diri mas."
"Terus kenapa mbak kayak mau bunuh diri?"
Gadis itu terkekeh dan meletakkan kedua tangannya di sandaran jembatan dan melihat langit, "Saya salah ya kalau mau nenangin diri kayak gini? Kesanya kayak saya mau bunuh diri ya?"
Lucas mengangguk mantap.
"Maaf, karen saya kamu jadi samperin ke sini."
Lucas jadi terdiam dan ikut mendekatkan dirinya pada sandaran jembatan dan meletakkan tangannya di sana.
"Saya cuma mau kasih tau kalau semua amsalah bisa diselesain tanpa harus mengakhiri hidup kita."
Gadis tadi tersenyum dan mengangguk pelan, "Iya betul, semua hidup pasti ada masalah kan."
Lucas hanya tersenyum kecil mendengarnya, memang benar pasti semua hidup selalu ada masalah dan kadang itulah yang membuat kita semakin kuat dalam menjalani hidup.
"Masalah saya adalah pernikahan." kata Lucas sambil menatap langit, entah kenapa dia jadi menceritakan semua itu kepada gadis yang tak dikenalinya sama sekali dan baru dia temui tadi.
"Saya juga." jawab gadis itu tak terduga.
Lucas melirik gadis itu yang menatap kosong ke depan, Lucas rasa tak masalah jika menceritakan masalah kepada seseorang yang tak dia kenal, karena mereka hanya bisa bertemu sekali saja dan tidak akan pernah berjumpa lagi, dan juga karena Lucas tak punya teman untuk bercerita.
Cerita dengan Dirga? Yang ada dia semakin diledek habis-habisan karena masalah pernikahannya dan cowok sok ganteng itu akan membanggakan kisah cintanya yang juga sama pahitnya seperti Lucas.
"Saya dikejar-kejar sama pernikahan, padahal saya sendiri belum bisa mencari yang pas dan saya juga belum menemukan wanita yang bisa melunturkan hati saya yang beku. Tapi, keluarga saya memohon untuk segera menikah."
"Jangan terlalu terburu-buru, pernikahan bukan hal yang mudah. Kalau belum merasa ada yang cocok ya mau gimana, kadang yang cocok aja bisa pisah gimana yang nggak cocok?" kata gadis itu lalu menoleh melihat Lucas yang juga perlahan menoleh ke arahnya.
Lucas agak terpaku dengan tatapan mata gadis itu yang entah kenapa sangat membuat Lucas merasa aneh di dalam hatinya, seperti ada sesuatu yang muncul di hatinya ketika dia melihat mata gadis itu yang berwarna cokelat terang.
"Kalau emang kamu belum bisa nemuin yang terbaik, nggak apa-apa biar waktu yang ngejawab suatu saat nanti kamu pasti nemuin seseorang yang cocok, jangan nikah karena paksaan karena itu cuma menyakiti diri kamu sendiri, pernikahan bukan satu hal yang mudah." kata gadis itu lagi seolah dia sudah melewati segala masalah pernikahan dan sedang menasehati anak SMA yang kebelet kawin.
"Kamu bener." kata Lucas dan kemudian mereka kembali melihat ke depan.
"Ngomong-ngomong, nama kamu si-"
"Maaf mas, kayaknya saya buru-buru saya lupa sesuatu." kata gadisi tiba-tiba sambil melihat Lucas dengan tatapan khawatir. Lucas langsung melihat gadis itu dan menahan tangannya saat dia hendka pergi.
"Mau saya antar?" Tanya Lucas dan gadis itu menggeleng.
"Nggak apa-apa mas, udah deket." kata gadis itu dan kemudian melepaskan tangan Lucas yang menahan tangannya.
Lucas terdiam melihat gadis itu berbalik dan kemudian berlari kecil meninggalkan dirinya yang masih di atas jembatan sambil melihat punggung gadis itu sampai gadis itu tidak kelihatan lagi.
Lucas terdiam, dia merasa ada sesuatu yang hilang di dalam dirinya, tatapan mata itu sepertinya Lucas mengenalinya, dan juga rasa kosong saat ditinggalkan gadis itu membuat Lucas merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Kenapa dia merasa sangat kehilangan dengan orang yang baru saja dia temui malam ini?