Chapter 12 : Membahas Calon Istri

2005 Kata
Lucas langsung membuka ruang rawat inap mamahnya. Lucas menghela nafas saat semua orang yang ada di dalam sana tertuju pasa Lucas yang baru saja datang. Lucas menghampiri Ria. "Mamah ngapain kok bisa jatuh begini?" tanya Lucas lembut sambil meraih jemari ibunya. "Ya namanya mamah udah tua Cas, wajar." Lucas hanya mengangguk, "Masih sakit mah?" "Mamah nggak apa-apa, papah kamu aja yang lebay sampai dibawa ke rumah sakit kayak gini, padahal sekali diurut juga sembuh." ujar Ria sambil berkali-kali melirik suaminya yang hanya terkekeh. "Ya papah kan nggak mau mamah sakit." Lucas menahan tawanya. Entah kenapa dia sangat suka pertengkaran kecil yang terjadi antara mamah dan papahnya. Lucas tumbuh dalam keluarga yang harmonis. Ya, walaupun kadang mamahnya ini suka sangat menyebalkan karena selalu membahas tentang pernikahan. Tapi tetap saja Lucas tetap menyayangi keluarganya. "Mamah mau makan apa mah?" "Makan nasi!" "Nggak usah marah-marah gitu dong ke papah." "Mamah pengen pulang paaahh, nanti ketinggalan sinetron ihh." Lucas terkekeh mendengar pertengkaran mereka sambil tersenyum merasa sangat gemas dengan kedua orangtuanya. Lucas jadi kepikiran kalau dia ingin menjadi seperti orangtuanya yang selalu menjaga Lucas dengan baik dan juga hubungan keduanya sangat harmonis tanpa adanya pertengkaran serius. Mamah yang keras kepala, bertemu dengan papah yang penyabar dan menjadi pendingin apabila mamah sedang merasa terbakar. Lucas ingin seperti itu, dia ingin memiliki hubungan se-romantis orangtuanya sendiri. *** Lucas keluar dari ruangan mamahnya untuk mencari makanan untuk orangtuanya, karena Lucas sangat yakin kalau papahnya belum makan karena sangat mengkhawatirkan mamahnya. Lucas menutup pintu ruangan dan melihat Dirga yang tau-tau sudah ada di depan ruangan. "Loh?" "Tante Ria nggak apa-apa?" tanya Dirga sedikit cemas membuat Lucas langsung mengembangkan senyumnya dna mengangguk, "Baik-baik aja. Papah gue aja yang lebay pakai dibawa ke rumah sakit." jelas Lucas dan Dirga langsung menghela nafas lega. "Syukurlah." katanya lalu melihat Lucas yang berada di luar membuat Dirga terheran, "Diusir lagi karena belum nikah?" kata Dirga penasaran. Lucas terkekeh dan menggeleng. "Gue mau cari makan, sini lo ikut gue!" ujar Lucas lalu segera memiting leher Dirga dan langsung berjalan dengan Dirga yang tampak kesakitan dan terus memukul-mukul Lucas selama perjalanan. Mereka akhirnya sampai di sebuah tempat makan di dekat rumah sakit. Dirga dan Lucas memilih makan di sana daripada harus makan di ruang rawat inap mamahnya, bisa-bisa mereka tidak bisa menikmati makanan dan malah mendengar ceramahan mamahnya yang tidak ada habisnya. "Gimana sama Wendy?" tanya Dirga setelah dia memasukkan makanan ke dalam mulutnya dan bertanya kepada Lucas dengan mulut penuh. Lucas hanya tersenyum mendengar pertanyaan Dirga. Setelah Dirga menanyakan itu, tentu saja Lucas langsung merasa senang sekaligus teringat kembali dengan Wendy. Apakah gadis itu sudah sampai di rumahnya atau belum dan apa yang sedang Wendy lakukan sekarang, jujur saja Lucas sangat penasaran dengan itu. "Woy! Malah bengong lagi." Dirga menepuk tangannya di depan wajah Lucas karena ucapannya tadi belum juga dijawab oleh Lucas, yang ada laki-laki itu malah senyum-senyum tidak jelas sambil mengaduk terus makanannya. Lucas tersadar dan langsung terkekeh mendengar ocehan Dirga yang sudah melebihi ocehan mamahnya sendiri. Kalau sudah buat Dirga kesal, maka Lucas senang. "Ya, berjalan baik. Nggak ada sesuatu yang buruk. Terus juga gue udah dapet nomor dia." ujar Lucas memasukkan makanan ke dalam mulutnya dan melihat Dirga yang mengangguk. Dirga senang kalau akhirnya Lucas dapat membuka kembali pintu hatinya dan menerima orang baru di dalam hatinya. Dirga sangat mengenal Lucas dengan baik, laki-laki itu berhenti menyukai seseorang ketika Lucas dibuat hancur oleh cinta pertamanya di bangku SMA. Kejadian yang Dirga tidak akan pernah lupakan karena semenjak itu Lucas benar-benar menutup hatinya rapat-rapat dan tidak melirik perempuan manapun, bahkan Lucas pernah berpikiran kalau dia akan hidup sendiri sampai dia tua dan meninggal nanti. Tapi, sepertinya sekarang Dirga tidak perlu cemas. Karena ada Wendy yang akan menemani Lucas sekarang. Dirga harap Wendy menjadi pilihan yang tepat untuk Lucas. *** Wendy membuka pintu rumahnya, tubuhnya terasa lemas dan matanya basah karena air mata. "Bundaaaa." Wendy mendengar pekikan anak umur lima tahun yang tak lain adalah Lino langsung tersenyum dan mengembangkan senyumnya cepat. Karena Wendy tidak mau terlihat sedih di depan Lino. "Linooo." "Bundaaa!" Lino berlari ke arahnya dan memeluk tubuh Wendy erat. "Ino kangen, jadinya Ino nunggu bunda pulang sambil nontin tipi." ujar Lino mendongakkan kepalanya melihat Wendy yang kini mengelus kepala Lino penuh kasih sayang. Wendy juga sangat merindukan Lino lebih dari apapun, rasanya hatinya terus berkata pulang ke rumah saat Wendy sedang jauh dari rumah. Karena di dalam rumahnya terdapat Lino yang sangat Wendy sayangi. "Bunda juga kangen Lino, Lino udah makan? Mau bunda masakin apa?" "Hmm." Lino menusuk-nusuk pipinya dengan jari mungilnya itu sambil terus berpikir. "Ino mau makan nugget bunda!" katanya antusias sambil melompat-lompat kecil melihat Wendy. Wendy mengangguk dan langsung membawa Lino ke dalam gendongannya. "Lino tunggu sambil nonton tivi dulu ya sayang, nanti bunda masak dulu. Oke?" "Oke bundaa." Lino mengacungkan ibu jarinya dan mereka berdua melangkah masuk ke dalam rumah, sebelum masuk Wendy sudah mengunci pintu luar dan pergi ke dapur menyiapkan nugget spesial untul Lino. Setelah selesai menyiapkan nugget. Wendy kembali ke ruang tamu dan melihat Lino yang suah tertidur di sana. Tangannya memegang remot tivi dan kepalanya bersender pada sofa. Wendy menarik senyumnya melihat anak laki-lakinya itu tertidur dengan pulasnya. Maka, Wendy melangkah mendekat lalu duduk di samping Lino dengan gerakan hati-hati, takut kalau nantinya akan membangunkan Lino yang sedang tertidur. Wendy menaruh piring berisi nugget itu di atas meja dan terus memandangi anaknya yang terlihat sangat tampan. Tentu saja Lino sangat mirip dengan mantan suaminya dibanding dengan Wendy, walaupun begitu tentu saja Wendy sangat mencintai Lino dan sangat menyayangi Lino lebih dari dirinya sendiri. Karena Lino lah Wendy merasa sangat kuat di dalam persidangan cerai, karena Lino lah Wendy dapat bertahan sampai sekarang. Dan sekarang, ada laki-laki lain di dalam pikiran Wendy selain Lino dan tentu saja Wendy  merasa sangat bersalah kepada Lino. Karena tidak bisa mencintai Lino satu-satunya. Entah kenapa dan bagaimana Lucas masuk ke dalam pikiran Wendy dan mengacau di sana. Laki-laki yang belum lama Wendy temui itu memiliki daya tarik sendiri yang membuat Wendy merasa sangat senang berada di dekat Lucas. "Ayo kita pindah nak." tidak ingin berpikir macam-macam. Wendy membopong tubuh Lino lalu melangkah ke dalam kamar. Tubuh Lino akan pegal-pegal jika harus tertidur di sofa dengan posisis yang tidak  nyaman seperti itu. *** Kini, rasanya Lucas ingin teriak saat ini juga, rasa ingin marah kepada papahnya langsung naik dua kali lipat saat Lucas disuruh untuk menjaga mamahnya yang sekarang tengah menghabiskan makanan yang Lucas bawa tadi. Dirga sudah pulang karena tidak mau ikut campur ke dalam urusan keluarga mereka sekaligus takut akan dijejeli pertanyaaan kapan menikah yang tidak ada habisnya. Lucas hanya terdiam, kakinya bergetar tak tenang karena Lucas yakin setelah makanan itu habis maka tenaga mamahnya terisi penuh dan siap untuk mengomel, menceramahi, memberi nasihat, memaksa, mendesak, dan juga mengoceh tentang pernikahan kepada Lucas. Drama akan segera dimulai. "Kenyangnya." Ria meletakkan box makanan itu. "Lucas buangin ya ma, sini." Lucas hendak mengambil box makanan itu karena Lucas pikir ini adalah kesempatan satu-satunya Lucas untuk bisa kabur. "Nggak usah, nanti papah aja yang bawa." kata mamahnya dan Lucas hanya bisa berteriak di dalam hati. Bahkan papahnya yang seorang CEO pun tidak ada harga dirinya di mata mamahnya. Lucas hanya bisa menghela nafas terus-terusan, memasang telinga agar tidak terkejut ketika mamahnya tau-tau sudah mengomel. "Lucas." mamahnya memanggil, Lucas berdeham. Ini pembukaan, jika mamahnya memanggil namanya maka itu adalah pembukaan. "Iya ma?" "Mamah ini kan udah tua ya Cas." mamahnya kembali berbasa-basi. Ini pendahuluan. Lucas mengangguk merasa sudah sangat hafal dengan apa yang akan mamahnya katakan. "Mamah juga sekarang ada di rumah sakit." "Lah, mamah kan ke rumah sakit karena papah yang lebay, padahal mah mamah baik-baik aja." Lucas menyerobot secara refleks membuat mamahnya langsung melotot tajam melihat Lucas. "Suruh siapa potong-potong ucapan mamah?" Lucas menunduk, "Maaf ma." Mamahnya kembali mengehela nafas dan kini Lucas merasakan bahwa drama akan segera di  mulai. "Kamu kapan menikah Cas? Mamah udah tua begini, udah masuk ke rumah sakit pula." ujar mamahnya lirih seakan-akan memiliki penyakit kronis yang mematikan, padahal datang ke rumah sakit juga karena jatuh sedikit dan karena papah lebay akhirnya di bawa ke rumah sakit. Padahal Lucas yakin setengah mati kalau mamahnya itu sudah bisa lari-larian dengan Vivi lagi. Vivi adalah kucing kesayangan mamahnya. "Iya ma, nanti Lucas bakal menikah, tapi enggak sekarang mah." "Kamu liat dong anaknya jeng Ratna! Udah nikah, padahal umurnya lebih muda lima tahun dibanding kamu. Kamu nggak malu tuh sama anaknya jeng Ratna, siapa tuh namanya aduh mama lupa." "Dimas?" "Ah iya Dimas! Iya itu Dimas udah menikah, dia umurnya baru dua puluh tiga tahun loh Cas, kamu masa kebalap? Kapan kamu nikah Cas? Mamah pusing kapan ditanyain kapan Lucas nikah sama temen-temen mamah." Lucas hanya menganggukkan kepalanya dan sesekali menghela nafas panjang, Lucas merasa sangat bingung harus menjawab apa. Karena pasti kalau dia menjawab akan menikah nanti mamahnya akan kembali berceramah panjang lebar dan itu akan terus berulang entah sampai kapan. "Emang mamah mau calon yang kayak gimana?" Iseng-iseng Lucas bertanya. "Yang gimana aja lah, pokoknya ya yang mau nerima kamu apa adanya udah Cas. Mamah mah nggak mau yang muluk-muluk, yang mau nerima kamu aja mamah udah syukur." kata mamahnya lebay. Lucas jadi merasa direndahkan oleh mamahnya sendiri. Memangnya dia tidak selaku itu sampai Ria berkata akan menikahi Lucas dengan siapapun gadis yang mau menikahi Lucas. Jika dipikir-pikir ada banyak gadis yang mau berumah tangga dengan Lucas, namun Lucas tidak memilih mereka karena merasa kurang cocok. "Oh ya!" tiba-tiba ibunya berseru. "Asal kamu jangan nikah sama janda aja sih." ujar mamahnya dan Lucas langsung terdiam. Otak mamahnya sepertinya sudah tidak waras. Lucas tidak mungkin menikahi seorang janda. "Iya mah, nanti Lucas cari di pasar ya." "Heh! Masa di pasar, cari yang serius!" "Iya ma, iya." ujar Lucas tersenyum tipis merasa sepertinya dia harus mengalah dengan mamahnya kali ini. Lucas mengembangkan senyumnya ketika dia mengingat Wendy, gadis yang berhasil mengambil hatinya. Haruskah dia menceritakan tentang Wendy sekarang? "Mah." "Iya, Cas?" Lucas terdiam sesaat dan kemudian menggeleng pelan. "Nggak jadi." jawabnya dan mamahnya hanya menghela nafas sebal. Lucas tersenyum tipis, rasanya ini bukan waktu yang tepat baginya untuk menceritakan tentang Wendy, toh hubungan mereka masih sebatas teman bukan lain. Suatu saat mungkin Lucas akan menceritakan tentang Wendy kepada keluarganya, kalau pergi dia akan membawa Wendy kemari untuk diperkenalkan. Ya, suatu saat, dan Lucas tidak tau kapan waktu itu akan datang. *** Wendy keluar dari supermarket karena gula di rumahnya sudah habis. Ini akhir pekan dan Wendy sedang menikmati waktunya bersama Lino, mereka akan membuat kue bersama-sama hari ini, tapi karena gula habis maka mau tidak mau Wendy pergi ke supermarket untuk memebelinya, sekalian membeli beberapa mainan untuk Lino. Wendy merasa gemas melihat banyak mainan kecil di supermarket tadi, maka dari itu Wendy  berniat membeli beberapa mainan untuk Lino. Pasti Lino akan senang ketika sampai rumah nanti. Wendy melangkah dengan senyuman lebar di wajahnya dan menatap ke depan, tapi seketika saja langkahnya langsung terhenti saat melihat seorang gadis berpakaian mewah melihat Wendy sambil tersenyum kecil atau lebih tepatnya memberikan senyuman ejekan kepada Wendy. "Lia?" Wendy bergumam pelan. Ya di depannya kini ada Lia yang tak lain adalah istri Alex, orang yang membuat hubungannya dengan Alex hancur pada saat itu. Wendy merasa tidak bisa apa-apa saat Lia melangkahkan kakinya mendekat sambil terus memperhatikan Wendy dari bawah sampai atas lalu mendengus mengejek. "Halo, kita ketemu lagi." kata Lia dengan nada sombongnya dan Wendy hanya terdiam. Rasanya Wendy tidak bisa berbuat apa-apa, dia merasa seperti tertekan begitu melihat Lia yang berada di hadapannya. Posisi ini mengingatkan Wendy pada saat awal mereka berdua bertemu. Saat Wendy dengan sengaja membuntuti Alex yang ternyata sedang selingkuh dengan Lia, dan rasa sakit itu entah kenapa masih ada sampai sekarang. Wendy terus melihat mata Lia. Karena takut, dia jadi terus menatap mata Lia tanpa bekedip, namun terpancar dengan jelas bahwa Wendy sedang ketakutan sekarang. Sedangkan Lia hanya tersenyum puas melihat Wendy yang sepertinya takut dengan dirinya. Kesempatan bertemu dengan Wendy membuat Lia bahagia, karena ada sesuatu yang akan dia bicarakan dengan Wendy. "Bisa kita bicara sebentar?" kata Lia serius menatap tajam menusuk Wendy. Wendy hanya terdiam terus menatap Lia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN