Tiga bulan berlalu dengan cepat dari pernikahan Kak Alana yang super mendadak dan membuatku kaget sampai jantungku berdetak tidak karuan. Pernikahan mendadak ini juga yang membuatku bertemu dengan salah satu pria aneh dan bertubuh besar yang dibawa papanya Kak Ghea, mudah-mudahan saja aku nggak bertemu lagi dengannya atau parahnya sampai berjodoh di kehidupan sekarang ataupun kehidupan lainnya.
Jangan sampai!
Ngomong-ngomong soal Kak Alana, yang aku dengar dari orang tepercaya di keluarga besarku yang tak lain dan tak bukan Kak Ghea. Kak Alana itu bakal berhenti kuliah buat lebih fokus ngurusin keluarga barunya. Padahal mah sayang banget kalau sampai berhenti kuliah, Kak Alana, itu pinter. Tapi bukannya masih bisa kuliah sambil nikah kan?
Tapi serem juga kalau gara-gara nikah muda ternyata bisa merusak masa depan yang sudah di rencanakan dari jauh-jauh hari, yasudah aku bakal nikah di umurku yang setengah aja, muda nggak tua apalagi. Paling nggak saat aku sudah puas dengan kehidupanku yang penuh keenakkan (Belanja-Jalan) dengan uang gajiku, tapi itu juga kalau aku sukses dan dapat kerjaan. Makannya untuk menunjang masa depanku, aku berencana pergi ke luar benua asia buat merantau ke negeri Harry Potter Cs. Dan yang bikin asyik adalah orang rumah pada dukung dengan rencana muliaku buat kuliah disana.
Beginilah enaknya jadi anak tunggal. Hahaha
"Na, ada temen kamu yang datang." Suara ibuku dari luar pintu kamar menggelegar, menakuti semua penghuni kamarku dari yang terlihat sampai tidak terlihat.
Siapa sih.. Malam-malam begini datang? Menggangu daya hayalku tentang masa depan dan beberapa kejadian dalam hidupku yang akhir-akhir ini terdiri dari kepingan hal termanis sampai terpahit.
"Bu, cewek atau cowok?" Teriakku dari dalam kamar, entah mengapa rasanya aku males banget buat temuin tamunya. Aku seperti mendapat pirasat jelek jika sampai keluar dari kamar dan menemuinya.
"Cowok, Na, Ibu nggak tahu kamu punya teman modelan begitu." Suara ibu kedengaran bingung.
"Siapa namanya?" Berusaha tarik ulur. Sungguh aku tidak mau keluar tapi tidak sopan juga menolak orang berkunjung apalagi kalau dia datang dari jauh.
"Dia nggak ngasih tau, temuin aja dulu. Buruan!!" Kudengar suara langkah kaki menjauh dari depan kamar.
Satu tarikan lagi.
Dan keluarlah hembusan udara dari mulutku yang beraroma kekesalan. Ini semua karena tamu yang nggak ada kerjaan, mau ngapain sih? Harusnya telpon dulu kalau mau datang, kan aku bisa nitip dibawaain gorengan di belokan depan. Turun dari ranjang dengan keterpaksaan aku langsung pakai sandal jepit dengan piama bergambar Angry Bird melekat ditubuhku, peduli amat dengan penampilanku. Toh perasaanku terlukis dengan jelas di gambar piamaku.
"Bu, dimana tamunya?" Teriakku setibanya di ruang tamu.
"Di taman belakang, samperin aja sayang kesana," Suara Ibu bercampur dengan suara dangdutan yang lagi ngetop sekarang ini di ruang sebelah. Nonton TV ternyata ibu-ibu ini.
Ini orang ngapain coba harus di taman belakang? Kan ada ruang tamu, beranda juga enak tempatnya. Aku terpaksa berbelok kebelakang rumah untuk menemui tamunya dan dimana sih? Nggak ada orang sama sekali. Main petak umpet kali ya? Ah nggak lucu malam-malam main begituan.
Apalagi sekarang malam Jumat Kliwon, malam minggunya para mahluk yang nggak bisa diliat dengan mata yang sering nonton bokep. Btw, aku juga nggak bisa liat mereka lho.. Padahal aku belum pernah liat film begituan sampai detik ini, eh tapi kalau yang ciuman tempel doang udah sering liat di film.
"Tata. Hallo.. ?" Bisikan dari arah belakang sontak membuatku teriak. Gila nih orang yang ngagetin aku. Aku yang hampir mati karena kaget dan dia? Ketawa dengan puasnya. Tubuhnya bergetar hebat seperti kursi pijat milik ayah yang ada di ruangan kerjanya.
"Ya ampun kamu ngegemesin banget, pengen aku cium aja." Ujarnya yang masih belum berhenti ketawa sampai kedua belah sudut matanya menyipit tapi bukan sipit deh.. Seperti mengerut gitu. Mungkin faktor usia.
Aku pernah dengar suara ini sebelumnya kok, tapi dimana ya? Dan lagi wajahnya juga familiar di mataku. Ya tuhan, aku sungguh lupa. Masa iya aku jadi pikun di usia Sweet Seventeen gini, mungkin aku cuma kekurangan vitamin karena banyak makan nggak sehat. Tapi yang sekarang orang di depanku ini siapa? Terasa familiar tapi tidak teringat.
"Kamu udah lupa ma aku?" Katanya dengan menampilkan wajah terluka. Aku hanya bisa shock menghadapi orang didepanku ini.
"Padahal aku mikirin kamu terus, Ta, tiga bulan lebih lho aku di luar negeri pengen ketemu kamu lagi." Lanjutnya cengeng.
Idih apaan ini orang?
Datang-datang langsung kaya begini. Sok kenal sok asyik. Najis banget ini orang. Aku nggak suka orang lebay dan orang didepanku ini termasuk golongan orang lebay tingkat angkut.
"Ta, kok diam sih?" Tanyanya penasaran, kepalanya bergerak menunduk kearahku.
Aku seketika mundur untuk menghindar.
"Kaget ya aku kesini? Wajar sih.. Karna tiga bulan kita nggak ketemu. Ih, kamu makin cantik dan montok deh." Cengirnya melebar.
Lho, aku sekarang dalam keadaan bingung ini konsepnya bagaimana? Sungguh terlalu mengagetkan untuk tamu di malam jumat.
"Jalan yuk? Aku udah minta ijin sama ibu mertua buat keluar." Ini orang seenak jidatnya yang lebar ngajak aku jalan. Nggak tahu kali ya kalau aku ini anak gadis yang sangat rumahan, jarang keluar malam-malam.
"Nggak mau!" Kataku dengan gaya jutek. Biasanya cowok yang punya malu suka mundur kalau cewek yang diajak kenalannya bersikap judes. "Cepet sana pergi. Aku nggak kenal kamu juga." Usirku.
"Nggak. Aku nggak mau pergi dari sini." Orang didepanku langsung berdiri tegak seperti prajurit yang siap berperang. "Masa kamu udah lupa sama aku sih?" Tanya nya dengan wajah sedih.
"Ta, aku tuh nggak bisa menjauh lagi dari kamu sang bidadari montok!" Uhuk.. Nggak salah dengar kan aku ini? Atau lubang telingaku yang tersumbat kotoran jadi kurang menangkap maksud dari kalimat-kalimat absurdnya dari tadi.
"Aneh tahu lagian mau ngapain juga sih?" Tanyaku jengkel.
"Maunya sih cium atau pelukan sama kamu. Tapi berhubung niat awalku kesini mau ketemu sama ngajak pergi. Ya aku undurin aja niat sampingku yang ciumin kamu di ganti sama ngajak keluar." Ting, dia mengedipkan sebelah matanya padaku.
Ew. Menjijikan!
Sangat menjijikan dari muntahan Maura waktu naik bianglala.
"Ibu aku nggak bakal ngasih ijin keluar malam-malam gini, ntar aku dikira cabe-cabean." Aha. Alasanku bagus banget. Sekarang kan lagi musim cabe-cabean dengan berbagai bentuk namun tetap pedas.
Menyeringai, "Ibu mertua udah ngasih ijinnya kok," Idih, kenapa juga Ibu nggak bilang udah ngasih ijin kedia buat ngajak aku pergi.
Alah, ini mah akal-akalannya buat ngajak pergi. Atau.. Tunggu, jangan-jangan dia mau nyulik terus aku dijual. Enak kalau yang belinya orang baik dan kaya raya apalagi tinggalnya di luar negeri. Nah, gimana kalau yang beli aku cuma pengen organ tubuhku yang terawat ini?
OH NO.. ! Aku nggak bisa bayangin berpisah dari Ibu dan Ayah dan Maura.
"Tunggu sebentar deh, aku nggak tahu siapa kamu bukan nggak tau sih c*m aku lupa kamu. Dan lagi, aku nggak mau pergi sama kamu sekarang atau mungkin buat selanjutnya. So, mending sekarang kamu pulang aja. Aku mau bobo lagi." Ini kali pertama dalam hidupku bisa ngomong panjang dalam waktu cepat, biasanya aku kalem dan lembut nggak kaya gini yang nggak teratur. Apalagi aku merasa kedua belah pipiku memerah dan napasku tersenggal-senggal dengan berat, aku takut kena Asma kalau begini terus tiap hari.
"Udah berceritanya?" Dia menatap tajam padaku.
Aku pengen banget nampol ini orang, nggak tahu apa kalau aku lagi marah. Segini napasku berat seperti lari keliling lapangan sekolah yang luas dengan tas yang berat 8kg menempel di punggungku.
"Kamu tambah imut deh, Ta, pengen aku cium kalau lagi gitu. Aku cium ya sekarang? Nempel dong juga nggak papa," Katanya sambil tersenyum menggoda muncul di wajahnya. Dia dengan cepat berubah dari yang melotot padaku sekarang berubah gemulai.
Aku mundur lagi dua langkah saat dia maju selangkah dari tempatnya berdiri, "Dasar aneh"
"Kayanya sih aku emang aneh. Bisa-bisanya mikirin kamu terus yang masih kecil." Siapa suruh buat mikirin aku? Pacar bukan apalagi temen. Dan dia bilang aku masih kecil?.
"Aku udah dewasa tau, Sweet Seventeen!" Delikku sebel padanya. Kenapa semua orang selalu nganggap aku masih kecil? Liat dong.. Aku termasuk dalam jajaran siswi paling tinggi di sekolah apalagi bentuk tubuhku yang sangat professional mengalahkan para model yang sering nampang di majalah milik Maura yang kemarin di sita sama wali kelas.
Dia menyeringai. "Boleh dong, minta ciumnya?" Godanya dengan suara mendesah yang terkesan m***m.
Ya tuhan kenapa pikirannya m***m melulu seperti bocah baru puber, tidak sesuai dengan porsi badannya yang besar. Penampilan bisa menipu.
"Jawab yang jujur.. Sebenarnya kamu mau ngapain kesini?" Tanyaku dengan memeluk tubuhku sendiri, ini udara dingin banget. "Cepat jawab, aku mau masuk ke dalam di sini dingin."
"Mau aku angetin?" Tanya dia dengan mengedipkan sebelah matanya padaku.
Aku tanpa sengaja membuka mulutku karena kaget. ''Tau nggak, ini udah termasuk pelecehan seksual. Kamu goda-goda aku seperti ini." Tanpa sadar aku berkacak pinggang memberikan aura marah.
"Kan aku goda juga calon pacar bukan wanita sembarangan." Tiba-tiba dia maju cepat dan seketika sudah di depanku, memegang kedua bahuku erat. Mengunciku agar tidak lari.
"Lepas atau aku teriak." Ancamku melotot, mencoba menggerak-gerakan badan agar terlepas dari cengkramannya.
"Tunggu." Dia menarik napas lalu menghembuskan napas. Tatapannya berubah tajam dan aku seketika diam karena terkesima dengan warna matanya yang cokelat dan wajahnya yang tampan untuk ukuran pria tua. "Dengar baik-baik, aku kesini karena beneran mau ketemu kamu. Aku suka sama kamu."
Aku yang tegang tiba-tiba lemas setelah mendengar pengakuannya. Ini bukan pengakuan cinta kan? Aku tidak mau pengakuan cinta pertamaku seperti ini. ARGHHH..
"Serius ini teh?" Tanyaku memundurkan kepalaku untuk menghindar dari kedekatan wajahnya. Aku bisa mencium aroma napasnya yang wangi lalu ada bibirnya yang merah.
"Iyalah sayang, serius banget aku suka sama kamu." Senyum lesung pipi kirinya membuatku malu. Seperti tahu jika aku malu pria di depanku memajukan wajahnya hingga wajah kita sangat dekat. "Gadis manisku." Bisiknya di telingaku. Sekujur tubuhku merinding.
"Udah-udah.. Sekarang kita sudah ketemu kan?" Aku mendorong tubuhnya untuk menjauh tapi karena bobot tubuhnya yang berat tidak sedikit pun dia bergeser, yang ada tubuhku mundur sendiri terdorong tenagaku.
"Tapi kita belum keluar.. " Aku bisa merasakan gerakan cepat ketika tubuhku ditarik dengan kuat. Wajahku membentur d**a bidangnya yang keras.
"Lepasin." Rengekku gelisah, dengan kedua lengannya mengunci tubuhku. "Aku nggak bisa main keluar begitu saja, apalagi kita belum kenal." Aku menjelaskan pelan-pelan padanya.
Tapi otakku tidak bisa berpikir jernih saat telapak tangannya yang besar semakin turun ke pantatku. "Om, tangannya bisa geser?" Tanyaku sepelan mungkin. Aku bisa merasakan getaran aneh di sepanjang punggung belakangku.
"Kesini?" Telapak tangannya semakin turun ke bawah dan aku bisa merasakan bagaimana jari-jarinya mengelus belahan pantatku. "Kamu suka?" Bisiknya meresmas buah pantatku.
"Om.. " Serius aku nggak bisa ngomong lagi. Ada getaran yang semakin kuat yang dialami tubuhku. Aku juga nggak ngerti ini apa. Satu hal yang belum pernah ku pelajari di pelajaran apapun.
"Sayang, mau ya kita jalan?" Tanya pria tua ini dengan bibirnya hampir menyentuh daun telingaku. Aku semakin merasakan tubuhku merinding. "Kalau nggak sekarang bisa kita jadwal ulang kok," Tawarnya main-main dengan leherku. Setiap kali dia bicara hembusan napasnya semakin menggoda area leherku.
"Om.. " Rengekku geli.
"Apa dulu?" Bibirnya hampir menyentuh leherku.
"Iya-iya, ayo jalan. Jangan sekarang aja, besok aku ada ulangan." Aku mencoba melepaskan diri dari dekapannya.
"Ok fix!" Dia cepat melepaskan tubuhku.
Tubuhku merasa longgar saat dekapannya lepas. Aku masih mencerna apa yang terjadi, otak dan tubuhku bereaksi berlawanan apalagi dengan pria yang baru ku kenal ini. "Om, kita pernah ketemu?" Sekali lagi aku bertanya untuk memastikan ingatanku.
"Ini serius kamu lupa sama aku?" Deliknya cemberut. Bibir merahnya mengerucut. "Kita ketemu di bandung lebih tepatnya di pesta pernikahan." Terangnya semangat.
Oke oke aku ingat sekarang. Dia pria tua di pernikahan Kak Alana, tapi serius dia masih ingat aku?
"Bersyukur banget aku datang ke pernikahan itu, akhirnya bisa ketemu belahan jiwaku yang selama ini ku tunggu. Tiga puluh enam tahun aku nggak sia-sia tunggu kamu." Gombalan pria di depanku bukan membuatku malu melainkan kaget-sekagetnya.
Aku tidak sengaja membuka mulut mendengar pengakuannya di luar nalar. Tiga puluh enam tahun? Serius? perbedaan kita hampir Dua puluh tahun. Apa nggak salah?