Suasana di Mansion mewah bak istana yang dilengkapi dengan berbagai macam furniture berkualitas tinggi dan terlihat barang-barang mewah yang menghiasi ruang tamu berukuran sangat luas dengan sofa berukuran raksasa yang berwarna merah.
Terlihat tiga orang yang saat ini tengah sibuk berdebat dengan pendiriannya masing-masing. Di sebelah kiri, terlihat pria paruh baya dengan badan tinggi tegap yang tak lain bernama William Nelson, tengah menatap tajam ke arah sosok pria yang tak lain adalah putranya.
Pria berusia 30 tahun itu tampak sempurna dengan jas yang sudah ditanggalkan di sebelah kiri sofa dengan celana panjang licin yang membalut bagian bawah tubuhnya. Serta tatanan rambut sempurna khas dengan pomade yang membuat penampilannya terlihat semakin menawan.
Pria bernama Keenan Ivander Nelson, baru saja kembali dari London setelah sembilan tahun menyelesaikan kuliahnya dan membantu memimpin perusahaan sang kakek, memberitahukan keinginan yang selama ini terlintas di pikirannya.
Sementara itu, wanita paruh baya yang tak lain bernama Maria Christina, sama sekali tidak menyetujui keinginan dari putra satu-satunya yang baru saja mengungkapkan keinginannya. Awalnya, ia berpikir bahwa putranya kembali karena menyetujui perintahnya untuk segera menikah. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.
“Kamu benar-benar sangat keterlaluan, Putraku. Apa kamu yakin dengan keputusanmu untuk pergi dari Mansion dan mencoba untuk mencari wanita impianmu?” keluh Maria.
Sebagai seorang ibu, ia sama sekali tidak pernah membayangkan akan hidup terpisah untuk yang kedua kalinya dari putra kesayangannya. Selama sembilan tahun menahan rindu, ia sekuat tenaga mencoba untuk merayu putra semata wayangnya agar mau membatalkan rencana yang dianggapnya sangat konyol.
Dengan menghela napas, Keenan bangkit dari duduknya untuk memeluk wanita yang telah melahirkannya tersebut. Tangan kekarnya sudah memeluk erat tubuh wanita yang telah melahirkannya, dengan tujuan untuk merubah pikiran mamanya.
“Aku sangat yakin, Ma. Bukankah Mama yang memintaku untuk menikah? Sebelum menemukan wanitaku, aku tidak akan pernah berhenti. Aku harap Papa dan Mama menghormati keputusanku ini. Aku janji akan segera pulang dan meneruskan memimpin perusahaan.”
Dengan suara berat, William Nelson yang dari tadi sudah berusaha untuk menggagalkan rencana dari putra tunggalnya, akhirnya memilih menyerah karena ia sangat hafal dengan karakter putranya yang sangat keras dan berpendirian, serta tidak mudah dirubah.
Meskipun ia sebenarnya sangat tidak setuju dengan keinginan dari putranya yang mempunyai rencana berpura-pura menjadi orang miskin hanya untuk mencari seorang wanita yang tulus mencintainya.
“Baiklah, Nak. Papa dan mama akan mengijinkanmu keluar dari rumah ini dan menyamar menjadi orang biasa seperti keinginanmu dengan satu syarat!”
Sebenarnya Keenan sama sekali tidak memiliki rencana untuk pergi dari Mansion. Apalagi berpura-pura untuk menjadi pria miskin, tetapi saat tadi ia berada di bandara, ada sesuatu hal yang sangat mengganggunya.
Kejadian memalukan di bandara, yaitu seorang pria yang masih mengenakan jaket ojek online tengah memergoki kekasihnya sedang bergelayut manja pada seorang pria yang tidak lagi muda usianya.
Hal yang terngiang-ngiang di pikirannya adalah ia mendengar umpatan dari pria yang menjadi tukang ojek tersebut pada kekasihnya dan juga jawaban dari wanita yang terlihat sangat memandang rendah pria itu.
“Dasar w************n dan materialis! Aku sangat menyesal pernah sangat mencintaimu.”
“Aku pun juga sangat menyesal pernah berhubungan dengan pria miskin sepertimu. Semua wanita di dunia ini tidak ada yang ingin hidup miskin, Bodoh! Jadi, jangan pernah menyalahkan wanita yang tidak mau hidup susah bersamamu,” sarkas wanita yang sudah beralih bergelayut manja pada pria di sebelahnya.
Semenjak kejadian itu, pikiran Keenan sangat terganggu dengan perkataan dari wanita yang menurutnya sangat menjijikkan tersebut. Pada akhirnya, ia berpikir bahwa selamanya tidak akan pernah menemukan sosok wanita sederhana yang mencintainya dengan tulus tanpa memandang harta.
Namun, begitu ia menginjakkan kaki di Mansion mewah keluarganya, sebuah ide terlintas di kepalan dan membuatnya langsung mengungkapkan pada kedua orang tuanya. Meskipun ia tahu tidak mudah membujuk mamanya karena ia baru pulang ke Jakarta setelah sembilan tahun berada di London.
Keenan berubah bercahaya begitu mendengar jawaban yang sangat diinginkannya. “Syarat apa itu, Pa? Aku pasti akan memenuhi persyaratan itu.”
“Papa memberimu waktu hanya satu bulan. Oh ya, ada satu hal lagi, kamu harus membawa asisten yang akan melayanimu hidup di luaran sana. Papa dan mama tidak ingin dibebani rasa cemas saat mengkhawatirkanmu hidup sendirian tanpa ada yang membantumu sama sekali,” tegas William Nelson dengan tatapan tajam.
Maria refleks menganggukkan kepala untuk membenarkan perkataan dari suaminya. “Iya, Sayang. Mama tidak akan bisa tenang memikirkanmu hidup sendiri di luaran sana karena dari kecil semua keperluanmu sudah ada yang menyiapkan dan juga membantu menangani semua kebutuhanmu itu. Apa kamu yakin bisa hidup seperti itu?”
Keenan hanya bisa memijat pelipisnya saat melihat kekhawatiran yang sangat berlebihan dari orang tuanya yang masih berpikir dirinya belum dewasa.
“Baiklah, aku rasa satu bulan sudah cukup. Kalau aku membawa seorang asisten bersamaku, pasti penyamaranku akan ketahuan. Mama jangan selalu menganggapku anak kecil.” Keenan mencoba bernegosiasi dengan dua orang yang paling disayanginya, agar mau membatalkan perintahnya.
William dan Maria hanya bisa saling berpandangan, sambil berpikir dan mencari ide. Akhirnya pria paruh baya tersebut melontarkan apa yang ada di kepalanya.
“Papa punya ide, Putraku. Itu akan memusnahkan semua kekhawatiranmu,” ujar William yang mencoba untuk mengubah keraguan dari putranya.
Sementara itu, Keenan hanya mengerutkan kening dan memandang papanya dengan sorot mata yang penuh tanda tanya. “Memangnya ide, Papa apa?”
Dengan suara baritonnya, William memanggil pelayan paling muda yang menurutnya memiliki wajah cukup manis. “Rudi, kemarilah!”
Dengan tergopoh-gopoh, Rudi berlari menuju ke ruang tamu di mana majikannya sedang berkumpul di sana. “Ya, Tuan. Apa ada yang harus saya lakukan?” Dengan wajah polosnya, Rudi menunggu jawaban dari majikannya yang terlihat sangat serius.
“Aku akan memberimu tugas penting melayani putraku yang akan menyamar menjadi orang miskin. Kamu harus selalu ada di sampingnya dan menyamar sebagai sepupu, bersikaplah sewajarnya dan jangan sampai ada yang curiga padamu.” William menepuk bahu kokoh pelayan paling muda yang ada di Mansion tersebut.
Dengan penuh hormat, Rudi yang merasa tidak mengerti dengan perintah dari majikannya langsung buru-buru menganggukkan kepala. “Baik, Tuan. Akan saya laksanakan.”
“Ya sudah, kemasi pakaianmu dan ikut bersama, tuan muda.” William mengarahkan dagunya untuk menyuruh pria merupakan putra dari kepala pelayan di Mansion bergegas dan bersiap.
“Baik, Tuan,” jawab Rudi dengan perlahan melangkah ke belakang untuk mengemasi pakaiannya.
Begitu pun dengan Keenan yang sudah tidak bisa lagi membantah keinginan dari orang tuanya. Ia terpaksa menurutinya dan melangkah menaiki tangga untuk pergi ke kamar. Niatnya adalah mengambil beberapa pakaian di dalam lemari yang ada di ruangan walk in closet. Netra pekatnya mengamati banyaknya pakaian yang ada di sana, ia mengerutkan kening seolah tidak membenarkan apa yang dilakukannya.
“Bagaimana mungkin aku membawa baju-baju yang harganya puluhan juta ini? Bisa-bisa, penyamaranku ketahuan kalau aku membawanya. Lebih baik aku beli saja nanti saat di jalan.”
Ia hanya mengambil beberapa kaos casual untuk dipakainya bersantai, kemudian menuruni anak tangga dan berniat berpamitan kepada orang tuanya yang sudah memberikan izin. “Baiklah Ma, Pa, aku berangkat dulu.
Maria memeluk putra semata wayangnya, merasa sangat sedih saat lagi dan lagi harus ditinggalkan. Bahkan ia sudah terisak dan bergetar hebat suaranya. “Kamu hati-hati, Nak. Selalu jaga kesehatanmu, jangan sampai telat makan. Mama dan Papa akan selalu mendoakanmu, jangan lupa sering-sering telepon kasih kabar pada kami.”
Keenan mengusap bahu wanita yang sudah memeluk erat dirinya untuk menghapus kegusaran dari wanita yang sudah berlinang air mata tersebut.
“Iya, Ma. Aku pasti akan sering-sering telepon Mama dan Papa. Mama tidak usah berlebihan mengkhawatirkan aku, lagipula aku bukan anak kecil lagi. Anakmu bukan mau pergi berperang,” sahut Keenan dengan terkekeh.
Merasa kesal atas perkataan dari putranya, membuat Maria sudah tidak bisa menahan diri. Refleks ia menjewer telinga di depannya,
“Kamu ini memang anak nakal, ya! Mama sangat khawatir, tetapi kamu tidak mengerti kegelisahan kami sebagai orang tua. Kamu akan mengerti perasaan kami jika kelak sudah memiliki anak.”
Keenan hanya meringis kesakitan dan memegang telinganya yang sudah berubah merah. “Sakit Ma, iya … iya, maaf. Mendengar Mama menyebut kata anak, membuatku ingin memiliki anak,” seru Keenan dengan terkekeh.
“Salah sendiri kamu jadi anak yang nggak nurut sama orang tua. Menikah dulu, baru punya anak. Jangan sampai seperti kebanyakan orang-orang yang kawin dulu baru menikah. Awas saja jika kamu sampai seperti itu!” hardik Maria dengan sebuah ancaman.
“Iya, setelah aku mendapatkan wanita yang aku cari, putramu akan jadi anak yang berbakti. Putra Mama adalah laki-laki yang baik, tidak mungkin aku menikah dengan w************n. Baiklah, tidak perlu membahasnya. Aku pergi dulu Ma, Pa,” seru Keenan saat menatap dua orang paling penting di hidupnya.
William Nelson menghampiri putranya dan mencoba memberikan sebuah pesan, “Baiklah, Putraku. Papa dukung kamu, tetapi kamu harus cepat kembali untuk menggantikan Papa mengurus perusahaan.”
“Iya, Papa tenang saja. Aku pasti akan segera kembali.” Keenan langsung memeluk sang papa yang sangat disayanginya sebagai salam perpisahan.
“Jaga dirimu,” ucap William menepuk bahu putranya dan mengamati kepergian dua pria yang sudah keluar dari pintu utama Mansion mewah tersebut dengan perasaan cemas, gelisah dan segala rasa bercampur menjadi satu.
Keenan dan Rudi yang sudah ada di depan Mansion, langsung menaiki taksi yang sudah dipesan lewat aplikasi online dan meninggalkan bangunan megah bak istana tersebut.
Pria yang hanya mengenakan kaos casual itu sedang mengamati lalu lalang kendaraan yang melintas di jalan raya dan menatap mobil-mobil mewah tersebut. Ia sengaja meninggalkan semua kemewahan untuk mencari sesuatu yang diimpikannya.
Saat ini, ia masih belum mempunyai tujuan mau pergi ke mana. Namun, sekarang yang ada di pikirannya adalah membeli pakaian seperti orang-orang kalangan menengah kebawah. Keenan mulai bertanya pada sang sopir yang tengah fokus menatap ke arah depan.
“Apa Bapak tahu toko baju yang harganya murah?”
“Murah?” Sang supir mencoba berpikir sejenak. “Ooh … saya tahu, Tuan. Akan tetapi, masih agak jauh dari sini tempatnya.”
“Baiklah, antarkan kami ke sana,” sahut Keenan dengan sikap tegasnya pada pria paruh baya tersebut.
“Baik, Tuan.” Sang supir taksi kembali fokus memandang ke depan mengemudikan taksinya.
Beberapa menit kemudian, taksi berhenti tepat depan sebuah toko yang cukup besar. Di sini tempatnya, Tuan.”
Keenan dan pelayannya melangkah turun dari taksi sesudah membayar pada supir.
“Kamu pilih saja baju yang kamu suka. Aku yang akan membayarnya," ucap Keenan yang sudah berjalan masuk ke dalam toko baju.
"Baik, Tuan muda." Rudi berjalan mengekor di belakang majikannya.
Keenan yang merasa pusing dibuntuti, mengarahkan tinjunya pada perut Rudi. “Menjauhlah! Kalau kamu berdiri di situ terus, aku malah terlihat seperti seorang napi yang seolah-olah dijaga polisi, karena takut akan kabur. Pergilah sana! Pilih lagi baju sesukamu. Jangan sampai aku berubah pikiran karena bosan memandang wajah jelekmu itu!" sarkas Keenan yang bersungut-sungut karena sangat kesal dengan pelayannya.
“Akan tetapi, saya memang disuruh oleh tuan besar mengikuti kemana pun, Tuan muda pergi. Nanti saya dipecat bagaimana kalau tidak melaksanakan tugas dengan baik.” Rudi berdiri dengan gelisah memohon pengertian dari majikannya.
Keenan lagi-lagi harus menahan amarahnya saat mendengar jawaban dari putra kepala pelayan di Mansion. “Aku tahu tugasmu, tetapi jangan sampai karena ulahmu, penyamaranku jadi ketahuan kalau kamu bersikap seperti seorang pengawal. Papa kan bilang kamu harus jadi sepupuku, jadi bersikaplah sewajarnya.”
Tanpa menunggu jawaban dari pelayannya, Keenan berbalik badan dan tiba-tiba bertabrakan dengan seseorang saat melangkahkan kaki panjangnya. Refleks ia langsung menunduk saat melihat seorang wanita dengan rambut panjang hitam mengkilat di bawah bahu yang tengah berjongkok untuk mengambil pakaian yang jatuh berserakan di lantai.
Tanpa ia sadari, ada seorang pencopet yang sudah berhasil mengambil dompetnya di saku bagian belakang.
To be continued...