Kata orang sahabatan dengan lawan jenis itu salah satu hal yang sangat mustahil, pastinya akan ada satu orang di antara dua insan tersebut yang jatuh hati, apakah mereka semua tidak mengenal Bilqis dan juga Axvel? Mereka dua orang sahabat yang saling melengkapi, yang satu bodoh, yang satunya lagi tambah bodoh. Ah tidak, tidak seperti itu maksudnya. Hanya bercanda saja, tak payah dibawa hati. Mereka itu saling serasi, selayaknya seorang tikus dengan buntutnya yang akan selalu mengekori ke mana pun tikus itu pergi. Ah, bagaimana sih cara mendeskripsikan mereka dengan benar? Bagaimana membuat analogi tentang mereka berdua? Pasalnya mereka berdua itu terlalu random sehingga tak dapat dianalogikan dengan baik. Selalu saja ada hal b****k yang mendefinisikan mereka berdua.
Apakah kalian tahu apa janji yang sangat Bilqis pegang teguh sekali pendiriannya? Cinta. Bilqis sudah pernah berjanji sejak lulus sekolah menengah pertama jika ia tidak akan main-main dengan kata cinta. Oleh karena itulah saat ini ia memilih jomblo saja. Toh jomblo juga jauh lebih baik. Tak masalah jika jomblo, asalkan nanti sekalinya mendapatkan pasangan yang sangat berkualitas sekali. Pun terlebih daripada itu semua, Bilqis sudah janji dengan dirinya sendiri untuk tidak akan pernah menjalin hubungan asmara dengan sosok sahabat, alias ia tidak akan pernah ingin terlibat friendzone. Karena pada dasarnya bagi Bilqis, sahabat adalah sahabat. Perasaan sebagai sahabat sekaligus perasaan sebagai seorang kekasih itu sangat berbeda sekali. Keduanya tak akan mungkin bisa disamakan.
"Iqis! Jangan tidur lagi kamu! Cepetan mandi, Iqis! Udah tau badan kamu bau malah tetep aja goleran di kasur! Itu ada Axvel di bawah, dia jemput kamu supaya bisa bareng berangkatnya sama kamu. Kamu malah masih belum mandi kayak gini."
Di kala Bilqis sedang termenung diam dan melamun, seketika suara lantang sosok wanita yang melahirkannya membuatnya terkaget-kaget. Wanita tersebut masuk ke dalam bilik bermotif serba kucing milik Bilqis dengan tangan yang berada di pinggang, menandakan wanita tersebut sedang dalam mode serius.
"Kamu tuh ya kapan sih bisa nurut sama apa yang mamah omongin, Iqis? Bisa-bisanya jam setengah tujuh kamu belum mandi! Duh anak gadisku yang satu ini, rajinnya kelewatan!" gerutu mamah dengan menggelengkan kepalanya sembari mengusap dadanya sabar. Memiliki sosok anak gadis seperti Bilqis memang harus banyak-banyak bersabar, jika tidak maka siap-siap saja makan hati. Bilqis yang menyebalkan memang.
"Astaga, Mah! Axvel ngapain segala ke sini sih? Kan Iqis bisa sendiri! Iqis bisa kok bawa mobil sendiri, Iqis bisa kok nyetir sendiri, ngapain sih harus dia yang ke sini dengan alibi mau berangkat bareng sama Iqis padahal rumah dia jauh banget?" keluh Bilqis dengan nada tak terima. Hatinya menganggap jika ia merasa sangat tidak berguna sekali, selalu saja menjadi beban teman, terlebih beban dari Axvel.
Lagian juga Axvel kenapa selalu seperti ini, sih? Axvel selalu saja menganggap semua hal adalah hal yang mutlak di keputusannya. Bilqis bisa melakukan hal tersebut sendiri, Bilqis tak butuh bantuan. Namun karena keposesifan Axvel, Bilqis jadi harus merepotkannya.
"Yo ndak tau, masa tanya saya?"
Menyebalkan! Mamahnya ini spesies ibu seperti apa sih? Mengapa sebegitu menyebalkannya sekali? Virus menyebalkan mamahnya ini datang dari mana coba? Parah sekali memang ibunda jaman sekarang, mereka bisa-bisanya menggunakan kata trend yang selalu membuat Bilqis terngiang-ngiang kapan pun serta di manapun juga.
"Mamah, ish!" dumelnya semakin menjadi-jadi.
***
"Lo ngapain ke sini sih, Vel?" tanya Bilqis dengan nada yang sangat ketus sekali. Wajahnya ditekuk sedemikian rupa supaya sang lawan bicara mengerti jika dirinya sedang dalam kondisi mood yang tidak baik. Ia sedang tidak mau diganggu, ia sedang malas memperdebatkan hal yang sudah jelas tidak bisa diperdebatkan apalagi oleh sosok pria yang selalu kekeuh untuk menang sendiri.
"Jemput lo, kan tadi nyokap lo udah bilang ke lo, kan?" balas Axvel seolah tak mengerti jika itu semua bukan jawaban dari pertanyaan Bilqis. Bilqis tak perlu hal tersebut, Bilqis tak butuh jawaban bodoh itu. "Lo lupa ya? Pikun ya lo gara-gara abis mandi? Pasti lo shampoan kan hari ini? Makanya otak lo ikut luruh barengan sama busa shampo."
So stupid, mengapa Bilqis selalu dikelilingi manusia berotak setengah seperti ini, Tuhan? Apa salah dan dosaku, Sayang. Eh ... bukan itu pembahasannya. Apa salah dan dosa Bilqis selama ini? Mengapa memiliki teman seperti Axvel selalu menjadi masalah sekaligus cobaan terberat bagi Bilqis, Tuhan?
"g****k banget deh lo! Dahlah, males gue sama lo! Kan udah gue bilang berkali-kali kalau misalnya gue itu bisa sendiri, Vel. Berhenti perlakuin gue sebagai seseorang yang lemah, yang selalu butuh bantuan lo. Gue udah sembuh, pingsan kayak gitu aja enggak buat gue lumpuh, enggak buat gue sekarat, enggak buat gue mau meninggal kok. Gue masih bisa sendiri. So, please stop treat me like me a weak woman. Iam stressfull, you know? Verry stressfull. Gue bukan bayi yang butuh lo rawat, Vel."
"Gampang banget ya lo bilang kayak gitu? Mau lo sekarang udah sembuh atau gimana pun juga, gue khawatir sama lo, Qis. Gue khawatir sama keadaan lo. Dengan lo pingsan kemarin emang enggak bikin lo meninggal, enggak bikin lo lumpuh, sakaratul maut atau gimana pun, tapi itu semua semakin membuat tingkat kecemasan gue meningkat. Gue khawatir sama lo dan lo malah anggap gue enggak jelas dengan kekhawatiran ini? Verry creezy! Semua yang gue lakuin seolah enggak pernah penting di mata lo. Hebat banget, Qis."
"Bukan kayak gitu maksud gue, Vel." Agaknya saat ini Axvel telah salah kira, maksud Bilqis yang sesungguhnya bukanlah seperti itu. Bilqis hanya tidak mau merepotkan Axvel saja. Bilqis tidak mau jika dirinya menjadi seorang beban, tapi nampaknya Axvel malah salah kira. Axvel malah dengan mudah menyimpulkan semuanya seorang diri. Kini Bilqis harus bagaimana lagi? Bilqis tak tahu harus bagaimana.
"Ehhh!! Kalian ini kenapa ribut kayak gini, sih? Udah jam setengah delapan, kalian malah belum berangkat, malah saling teriak satu sama lain gini. Apa masalahnya? Kenapa kayak gini? Jangan saling teriak, dong. Kalau ada masalah dibicarakan dengan baik-baik." Mamah Bilqis seketika keluar dari dapur, wanita yang seharusnya tadi membuat teh manis dan menikmati sembari menonton berita di televisi, malah kini berusaha melerai sosok anaknya dan juga sahabat anaknya itu yang tengah ribut entah meributkan hal apa. Dirinya pun sama sekali tidak tahu.
Axvel hanya mengangkat bahunya tak acuh, ia langsung mengambil kunci dengan kasar dan mulai menarik napas dengan kasar juga. "Tanya aja sama Iqis, Tante. Saya selalu aja salah di mata dia. Saya pamit dulu ya, Tante. Kalau di sini yang ada ribut makin panjang. Saya di sini juga kayaknya percuma, enggak bakalan dihargai sama Iqis. Selalu disalahkan. Permisi, Tante."
"Enggak, bukan gitu ih, Vel! Axvel! Argh!"