20. Solidaritas Kelas

1059 Kata
Jam pelajaran pertama dan kedua sudah selesai sekitar lima menit yang lalu, saat ini memasuki jam pelajaran ketiga, namun setelah Abela sang murid rajin nan anak emas semua guru itu pergi ke ruang guru untuk memanggil gurunya, ternyata guru mapel dari jam ketiga tidak ada. Ia sedang tidak masuk hari ini, oleh karena itulah tiga jam pelajaran ke depan hanya akan ada jam kosong. Apakah kalian tahu yang berbeda di kelas XI MIPA 4 kali ini? Yash, benar sekali! Axvel masih tetap sama, masih tetap diam. Oleh karena itulah Bilqis pun turut diam, tanpa berani berisik seperti menyetel music box atau yang lainnya. Bilqis merasa sangat bersalah sehingga ia juga menjadi anak yang hanya berisik di benak kepalanya saja. "Guys, ada yang kurang gak sih ini? Kok pada diem sih? Gak asik banget deh enggak ada yang nyetel music box. Lo kenapa sih, Qis? Tumben banget lo enggak nyetel music box gini. Lo enggak rame sendiri padahal biasanya kalau jam kosong gini lo selalu rame." Azila yang sedang duduk di meja guru langsung berteriak, membuat semua murid XI MIPA 4 mengangguk setuju, mereka semua merasakan ada yang kurang dari Bilqis. "Axvel juga diem bae. Kalian berdua ini kenapa dah? Kelas kita jadi krik banget tau kalau kayak gini caranya. Kalian lagi ada masalah apa gimana sih?" lanjutnya menyudutkan Bilqis dan Axvel. "Gak." Tanpa disangka, Bilqis dan Axvel menjawab ucapan Azila secara bebarengan, membuat semua pasang mata langsung mengarah kepada mereka berdua. Dengan tak percaya semua murid yang semula duduk di kursinya masing-masing saat ini langsung membentuk lingkaran di antara meja Bilqis dan juga Axvel. Mereka berdua seolah membuat dua kubu masing-masing. "Jujur aja deh! Kalian ini lagi berantem, kan? Tadi kalian berdua telat, tapi kalian enggak dateng barengan. Axvel malah duluan. Terus kalian berdua sama-sama diem," tuding Abela dengan memberikan beberapa bukti konkret yang memang ada. Memang sedari tadi Abela memerhatikan itu semua, namun sengaja ia diam beberapa saat, melihat apakah yang ia lihat itu benar-benar terbukti atau tidak. Dan kini, dapat dilihat bukan? Mereka berdua diam saja tanpa meramaikan keadaan kelas, padahal setiap harinya mereka selalu meramaikan keadaan kelas. Sangat mustahil sekali jika mereka hanya berdiam diri saja. Axvel hanya berdecak sebal. Memang sangat kentara sekali jika sosok yang biasanya paling rusuh di kelas tiba-tiba diam ya. Pasti semua orang langsung tahu jika dunianya memang sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Apalagi mereka semua—murid XI MIPA 4 selalu menganggap jika Axvel adalah orang rada tidak waras atau orang yang otaknya hanya setengah. Sekali tidak mengacaukan kelas, langsung dicap sedang ada masalah. "Nah iya! Gue juga perhatiin kalian berdua dari tadi. Tumben banget tau gak sih kalau Axvel enggak ngerecokin Iqis. Dari tadi pagi mereka berdua enggak bangkit sama sekali dari bangku kalian. Berarti bener dong kalau kalian lagi berantem?" Kini Pelita pun turut menimbrung. Ia juga sedari tadi memerhatikan kedua sahabatnya itu, tak ada salah satu di antara Bilqis ataupun Axvel yang membuka suara sedari berada di kelas, mereka hanya diam saja. "Kalian ini kenapa sih? Bukannya bagus ya kalau sang perusuh enggak berisik? Gue justru beruntung banget kalau enggak ada yang gangguin gue lagi belajar lagi." Ernest yang sangat freak sekali. Ya memang semua orang tahu jika Ernest sangat cerdas, si juara kelas, anak emas semua guru, tetapi apakah pantas jika ia tidak menghargai bagaimana keadaan teman-temannya? Apalagi Axvel adalah teman sebangkunya. Axvel yang biasanya ramai seketika hening, apakah tidak dicari oleh Ernest? Apakah ia tidak merasa aneh? Menyebalkan sekali, bukan? "Apa sih lo, Nest! Lo harusnya sedikit ngerti sama perasaan sahabat lo, dong! Apalagi Axvel itu satu meja sama lo. Emangnya lo enggak ngerasa aneh pas sahabat lo diem aja gitu? Peduli dikit kek!" omel Pelita yang tak terima dengan sifat freak dari Ernest. Sangat menyebalkan sekali memiliki murid cerdas seperti ini, selalu menjadi anak emas dari guru sih memang, tetapi tak pernah memikirkan bagaimana perasaan dari sahabatnya. Kesal sekali, bukan? "Lo yang freak kali!" balas Ernest dengan penuh sulutan. "Kalian semua aja yang lebay kali lah! Mereka berdua baik Bilqis ataupun Axvel aja bilang enggak ada masalah, kenapa jadi kalian yang repot seolah-olah mereka berdua emang ada masalah? Sakit kan kalian?" imbuhnya penuh dengan emosi. "Astaga! Pantesan aja lo enggak ada cewek, gue sekarang jadi tau deh penyebabnya. Lo aja kayak gini, Ernest! Lo enggak peka. Apa yang diomongin di mulut itu terkadang beda sama di hati. Emang lo aja pinter urusan pelajaran tapi b**o menebak perasaan orang!" balas Abela yang membela Pelita. Ia juga sebenarnya rada sebal dengan sifat keterlaluan Ernest. Ya ambisius memang boleh, tetapi solidaritas yang paling utama. Apalagi ini masalah menyangkut Axvel dan juga Bilqis yang selalu menjadi titik pusat di kelas XI MIPA 4 ini. Jika mereka berdua berubah, maka identitas dari kelas XI MIPA 4 juga berubah. "Ribet deh kalian!" sahut Ernest tak mau disalahkan. Memang tetap seperti itu saja. Bilqis hanya menarik napas panjang sembari menutup telinganya. Ia tak suka keributan di dalam kelas, maksudnya bukan keributan karena heboh, tetapi ini keributan karena bertengkar dan berdebat. Baginya solidaritas itu yang utama. Sangat merasa aneh sekali di saat kelas yang semula sangat berjiwa solidaritas tinggi seketika harus ribut hanya karena masalah sepele, bukan? Dengan sangat berat hati Bilqis langsung berdiri, ia berjalan dengan baik ke arah tempat duduk Axvel yang masih terdiam kaku tanpa melakukan apa pun juga. Gadis itu seketika langsung mengulurkan tangannya dengan sangat manis, tersenyum tipis seraya berkata, "Sorry, Axvel. Gue sama sekali enggak bermaksud nyakitin hati lo. Gue sama sekali enggak bermaksud nyalahin lo atau gimana pun. Emang gue aja yang enggak tau diri. Emang gue aja yang enggak bisa ngertiin lo. Sorry banget, ya. Gue enggak bisa hidup tanpa lo. Gue enggak bisa kalau enggak bergantung sama lo. Gue butuh lo, Vel." Semua pasang mata tentunya hanya menatap ke arah dua sejoli yang sedari tadi menjadi pembahasan mereka. Mereka semua tentunya sangat kepo sekali dengan apa yang terjadi sebenarnya. Masalah apa yang sebenarnya sedang mereka berdua hadapi sampai harus seperti ini. Sampai harus berdiam diri tanpa meramaikan kelas. "Vel ...," lirih Bilqis dengan mata yang berkaca-kaca. Bilqis merasa sangat bersalah sekali. Hati kecil Bilqis merasa sangat keterlaluan pasalnya sudah memperlakukan Axvel demikian. Axvel yang sedari tadi hanya berdiam saja sembari menatap Bilqis tanpa mengedipkan matanya sama sekali seketika langsung mengangguk dengan tangan yang langsung memeluk Bilqis. Mana bisa Axvel berlama-lama marahan dengan Bilqis yang bertahun-tahun selalu menjadi pusat kehidupannya? "Gue maafin lo."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN