5. Diantar Pulang

1016 Kata
Setelah selesai dengan urusan minuman es, pria itu melangkahkan kakinya menuju tempat es krim. "Ini gue dulu yang ambil!" sentak seorang gadis dengan suara cempreng, sontak pria itu menegakkan kepalanya. "Ernest?" Ya, pria itu adalah Ernest. Ernest Psi Lambda, seseorang yang absennya tepat di bawah Bilqis. Seseorang yang tadi siang tak sengaja Bilqis tabrak. "Lo ngapain di sini?" tanya Ernest dengan santainya, pria itu malah memasukkan tangannya ke dalam saku celana jeans yang sedang ia kenakan. "Beli camilan, lo sendiri?" "Sama, beli camilan." Bilqis hanya berdeham, gadis itu yang mendengar ucapan Ernest mengangguk dengan santainya. Terngiang kejadian tadi siang di kepala, di mana Bilqis merasa ketakutan karena menabrak mobil Ernest, apalagi saat kondisi mobil pria itu lecet parah. Flashback on. BRAK!!! "Anjir! Nabrak siapa lagi ini gue?" teriak Bilqis sambil memijit pelipisnya yang terbentur stir. Bilqis langsung membuka pintu mobilnya, ia akan minta maaf kepada siapapun yang ia tabrak. "Lo gak bisa bawa mobil atau apa sampai nabrak mobil gue?" Seorang pria yang turun dari mobil hitam yang barusan Bilqis tabrak langsung menceramahi Bilqis, Bilqis masih menunduk, belum menatap pria itu karena ketakutan. Apa ia akan dipenjara? "M—maaf." Bilqis menegakkan kepalanya, ia mendelik tajam ke pria yang baru saja memarahinya. Demi apa? "Loh, Ernest?" "Lo bisa bawa mobil gak?" tanya Ernest yang berapi-api setelah melihat mobil bagian belakangnya sangat hancur. "Maaf, gue gak sengaja." Tangan Bilqis gemetar, Bilqis yang biasanya tersenyum riang, gila, malu-maluin, sekarang menjadi gadis kalem yang ketakutan, Bilqis tidak tahu jika seseorang yang ia tabrak adalah Ernest Psi Lambda, seseorang yang menjadi peringkat pertama di kelasnya. Hanya satu yang Bilqis takutkan, ia tak bisa mendapatkan jawaban saat ulangan mengingat Ernest memiliki relasi yang kuat. Terdengar helaan napas yang panjang di hadapan Bilqis. Gadis itu berusaha menepis ketakutannya dan menegakkan kepalanya untuk menatap Ernest. "It's okay, gue tau kalau lo belum mahir dalam membawa kendaraan, gue maklumlah." Ernest mengikhlaskan kerusakan mobilnya, ia tak boleh egois dengan menuntut Bilqis yang sama sekali tidak bersalah. Memang membawa kendaraan di saat belum begitu mahir itu salah, tapi jika keadaan genting seperti sekolah yang jauh, kita tidak bisa memaksa bukan? Bukankah bisa karena terbiasa. "It's okay kalau lo mau minta ganti rugi, nanti lo chat gue aja berapa totalnya." Bilqis tetap kekeuh untuk mengganti rugi biaya mobil Ernest. "Hm gue balik." Flashback off. Ernest yang tadi memakai motor untuk ke mini market ini tidak melihat motor atau mobil selain miliknya, apakah Bilqis jalan? Atau bagaimana? "Lo ke sini jalan?" tanya Ernest yang mungkin hanya sekadar buah bibir. Bilqis mengangguk. "Rumah gue deket dari sini kok, makanya gue cuma jalan," jawab Bilqis sambil memeriksa ulang belanjaannya. Mendengar jawaban Bilqis, Ernest hanya berdeham singkat. "Udah selesai belanjanya?" tanya Ernest yang entah mengapa mengubah jati diri pria itu sendiri. Ernest yang biasanya tampil cool, pendiam, dingin, tak suka basa-basi, tak suka keramaian, tak suka bertanya, entah mengapa saat bersama Bilqis senang bertanya. Apakah ia penasaran dengan sifat Bilqis yang unik? "Udah kok, gue cuma belanja beberapa doang." Ernest melihat sesuatu yang aneh di tubuh Bilqis. Apa itu? Mengapa merah? Apakah Bilqis sedang terluka atau sedang berada di mode senggol bacok seperti adik ceweknya yang sering mencak-mencak tak jelas? Ernest yang mempunyai jaket di jok motornya berniat untuk mengambil jaket tersebut. "Tunggu sebentar," ujar Ernest sambil menitipkan belanjaannya kepada Bilqis. Bilqis mengernyitkan keningnya tak paham. Ada apa ini? Apa Ernest menyuruhnya membayar belanjaan sebagai tanda ganti rugi? Atau Ernest masih dendam karena mobil kesayangannya ditabrak oleh Bilqis? Tak lama, Ernest kembali dengan jaket yang ditenteng di tangannya. Pria itu menyodorkan jaket tersebut ke arah Bilqis, membuat Bilqis mengernyitkan keningnya kembali. Apa Ernest menyuruhnya mencuci jaket sebagai tanda ganti rugi mobil yang rusak? Ernest tahu saja kalau Bilqis paling malas saat disuruh mencuci. "Lo nyuruh gue ganti rugi dengan cara cuci jaket itu?" tanya Bilqis dengan polosnya. What? Ernest tidak salah dengar, kan? Siapapun tolong tenggelamkan Bilqis! Mengapa otak Bilqis cuma setengah? Apakah Bilqis menggadaikannya? Berbicara dengan Bilqis memang membutuhkan kesabaran yang banyak. Ernest padahal berniat baik untuk membantu Bilqis, tapi gadis itu malah menuduhnya melakukan hal kejam. Astaghfirullah, perlu ruqyah. "Gue gak sekejam itu," ketus Ernest. "Terus? Gue gak bisa cuci jaket, paling males kalau urusan mencuci, jadi kalau lo mau mending laundry aja." Argh! Susah sekali berbicara dengan gadis yang berotak setengah! "Celana lo merah, bocor." Bilqis yang mendengar ucapan tersebut langsung menutupi celananya. Aduh, padahal ia harus jalan ke rumah lagi. Tolong berikan ide Bilqis untuk melakukan hal apa? "Aduh b**o, gue harus pulang pakai apa kalau gini, mana jalan lagi," gerutu Bilqis pada dirinya sendiri. "Pakai jaket ini, gue pinjemin buat lo, gue bisa nganterin lo pulang kok, gak masalah." Apa? Seorang Ernest Psi Lambda menawarinya untuk pulang? Diantar pulang? Ernest membantunya saat kesusahan! "Emm makasih banget ya, lo udah bantuin gue pas keadaan genting gini, gue gak ngerepotin kan kalau nebeng pulang?" tanya Bilqis basa-basi, padahal dalam hati Bilqis menginginkan jawaban tidak. "Gak." Gotcha! Alhamdulillah! Rezeki anak solehah! "Makasih." *** Sekarang Bilqis sedang berada di belakang tubuh kekar Ernest. Gadis itu sedang diantar pulang oleh Ernest. "Kanan apa kiri?" tanya Ernest yang meminta petunjuk jalan. "Kanan." "Lurus, kanan, apa kiri?" tanya Ernest yang bingung karena tidak tahu jalan menuju rumah Bilqis. Rumah Bilqis memang berada di salah satu perumahan megah dengan banyak jalan yang membingungkan, sedikit-sedikit kanan, sedikit-sedikit kiri, nanti lurus, argh sudahlah, padahal Ernest juga tinggal di perumahan ini. Hanya saja Ernest berada di gang awal, Blok A, sedangkan Bilqis berada di gang tengah, Blok L katanya. "Lurus," jawab Bilqis kembali. "Ini udah di Blok L, kan? Rumah nomor berapa?" tanya Ernest lagi. "Iya, nomor 16, di pojok." Ernest mengangguk, pria itu melajukan motornya ke rumah nomor 16 sesuai arahan Bilqis. Setelah sampai di rumah itu, Ernest menghentikan motornya dan menyuruh Bilqis turun. "Makasih ya anteran lo sekaligus jaket yang lo pinjemin, nanti gue cuci di laundry kok, lo tenang aja supaya jaketnya wangi dan gak membekas darahnya. Kalau udah selesai dicuci gue balikin di kelas. Oh iya untuk ganti rugi mobil lo, lo bisa chat gue aja berapapun jumlahnya." Bilqis tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih karena telah diselamatkan oleh kesialan yang luar biasa. "Bilqis!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN