"Mah, dasi Bilqis yang kemarin di meja belajar mana?" teriak Bilqis menggema di seluruh penjuru rumah. Seorang gadis sedang menyusuri setiap inci di kamarnya hanya karena barang-barang laknat yang menghilang di waktu yang tidak tepat.
Sudah terlambat bangun, mandi seperti puteri keraton yang lama sekali, buku belum disiapkan, barang-barang yang tiba-tiba hilang seperti doi, eh. Memang sial sekali Bilqis pagi ini.
"Mana mamah tahu, mamah kan ikan," sahut mamahnya yang masih santai melihat acara gosip di televisi.
Astaghfirullah! Tukar tambah orang tua di mana sih? Lama-lama Bilqis enek juga dengan orang tuanya yang makin tidak ingat umur. Rasanya seperti Bilqis ingin menjadikan orang tuanya sebagai hadiah give away.
"Mamah dapet kata-kata itu dari mana lagi? Anaknya ini lagi kesusahan cari dasi, Mah! Bukannya dibantu cariin dasi malah nonton acara gosip mulu! Itu yang ditayangin palingan cuma sensasi, gak ada yang prestasi." Nah mulai kan julidnya. Emang satu keluarga gak ada akhlak semua.
"Mana saya tahu, saya kan ikan."
Siapapun tolong tenggelamkan mamah! Bilqis rasanya ingin mengatakan sesuatu yang tidak baik!
Bilqis melanjutkan mencari dasinya yang masih hilang, dimulai dari mencari dasi tersebut di meja belajar, lemari pakaian, kamar mandi, mesin cuci, kasur, nakas, meja make-up, dapur mini, kulkas, sama sekali tidak ada! Memang selain doi yang hilang-hilangan, dasi juga sama!
"Udah ketemu belum, Iqis?" tanya mamah yang kembali membuka suara. Kenapa tidak dari tadi coba?
"Belum! Mamah aja gak bantuin anaknya, gimana mau ketemu!" Bilqis memulai aksinya untuk merajuk supaya ia tak kesusahan mencari dasi sendirian, mengingat beberapa menit lagi bel sekolah akan berbunyi, dan Bilqis masih di sini, di kamarnya yang penuh dengan kucing.
Belum lagi mengingat makanan sehari-hari Bilqis, menabrak orang. Pasti akan semakin telat Bilqis nantinya. Tolong ingatkan pada Bilqis jika jam pertama adalah jam matematika peminatan. Apalagi hari ini adalah jadwalnya ulangan, bisa menjadi gunjingan Axvel jika Bilqis mendapatkan nilai D lagi.
"Ini di meja makan!" Mamah berteriak membuat Bilqis menepuk jidatnya sendiri. Astaga! Bagaimana Bilqis bisa lupa jika sewaktu sarapan Bilqis menaruh dasi tersebut di meja makan. Dan sekarang malah kembali mencari di kamar, pantas saja tidak ada.
"Astaghfirullah, Bilqis lupa!" Gadis itu langsung menuruni tangga seperti anak kesetanan, mengambil dasi berwarna abu-abu yang menjadi ciri khas almamater sekolahnya lalu memakai dasi tersebut di kerahnya.
"Loh sekarang sepatu Bilqis mana?" tanya Bilqis yang lagi-lagi membuat orang kerepotan. Bilqis lupa jika semalam ia taruh sepatunya di mana. Untung saja hari ini papahnya sudah berangkat lebih awal karena dinas di luar kota, jika tidak bisa dimarahi habis-habisan Bilqis.
"Makanya kalau naruh barang itu sesuai tempatnya, Iqis. Ini kan ada rak sepatu, kenapa gak ditaruh di sini coba? Dasi digantung di lemari gantung." Mamahnya yang mulai sebal dengan putri semata wayangnya itu memulai acara ceramahnya.
Bilqis memang tidak pernah belajar dari kesalahan, Bilqis selalu menaruh segala barang sesuai moodnya, padahal tidak ada kaitannya antara mood dengan menaruh barang. Memang ada-ada saja Bilqis tuh!
"Iqis lupa, Mah. Lagian mamah harusnya tuh bantuin Iqis, bukan malah nonton acara gosip mulu!" Bilqis mulai kelimpungan mencari sepatunya, di mana sepatunya ini. Mengapa semuanya hilang di saat genting seperti ini?
Bilqis melirik jam dinding di meja makan, pukul enam lebih empat puluh lima. Lima belas menit lagi bel masuk akan berbunyi. Pasti Bilqis akan telat!
"Sepatunya ada di dalam mobil, Non." Bik Astri yang dari tadi turut membantu Bilqis akhirnya menemukan sepatu tersebut. Bagaimana bisa sepatu yang seharusnya berada di rak sepatu ada di dalam mobil coba? Memang aneh Bilqis tuh!
Mamah hanya berdecak sebal dengan tangan yang ada di pinggang. "Coba jelasin ke mamah gimana ceritanya sepatu yang seharusnya di rak sepatu ada di dalam mobil coba?"
Bilqis hanya terkekeh kecil, berusaha menetralkan suasana yang mencekam karena pertanyaan mamah. "Iqis lupa kalau kemarin masuk ke rumah pakai sandal, sepatunya Iqis tinggal di dalam mobil."
Huh, sabar. Mempunyai anak seperti Bilqis memang membutuhkan kesabaran yang ekstra.
"Ya udah kamu berangkat aja sana, nanti keburu telat." Mamah langsung memerintahkan Bilqis untuk berangkat. Bilqis merapikan semuanya, ia kembali ke kamar dan menyiapkan buku pelajaran yang sama sekali belum disiapkan.
"Emang film laknat! Lo yang udah bikin gue begadang dan bangun kesiangan! Lo yang udah bikin gue telat!" omel Bilqis pada angin yang berembus. Bilqis selalu menyalahkan film yang semalam ia tonton sampai habis. Katanya karena film tersebut lah Bilqis jadi telat, padahal Bilqis sendiri yang menonton, Bilqis sendiri yang begadang, dan Bilqis sendiri yang telat.
"Gue janji gak akan nonton film lagi kalau malam hari, gue janji gak akan begadang lagi kalau malam hari," imbuh Bilqis yang seratus persen hanyalah bohongan belaka, setiap pagi selalu berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, tapi kalau malam tetap saja begadang dan menonton film yang sudah diincar lama. Memang manusia!
"Bentar deh, kok kaya ada yang kurang, ya?" tanya Bilqis pada dirinya sendiri saat sedang melihat penampilannya di depan kaca.
Dasi sudah, seragam sudah, kucir rambut sudah, sepatu sudah, kaos kaki sudah. Lalu apa yang kurang?
"Mamah, sabuk Iqis mana?" teriak Bilqis lagi membuat mamah hanya bisa mengusap dadanya sabar. Astaghfirullah.
"Bik Astri tolong bantuin Iqis cari sabuk!" Bilqis kembali berteriak menginterupsi Bik Astri untuk segera mencari sabuknya.
Gadis dengan seragam putih abu-abu itu mencari sabuk ke seluruh penjuru kamar, menggeledahnya kembali. Kenapa sial sekali hari ini?
"Non Iqis, sabuknya ada di kamar mandi," ujar Bik Astri yang menemukan sabuk Bilqis di kamar mandi.
Bilqis sangat bersyukur karena ada Bik Astri yang membantunya, jika tidak, Bilqis yakin ia akan kehilangan semua barang-barang karena kecerobohannya sendiri.
"Mah, Iqis berangkat dulu. Iqis berangkat dulu ya, Bik."
"Hati-hati."
***
Bilqis mengendarai mobilnya dengan tenang, ia pastikan kalau hari ini ia tidak akan menabrak siapapun, karena hatinya mengatakan demikian. Dalam hati ia selalu merapalkan doa supaya guru matematika peminatan terlambat, atau bahkan tidak masuk supaya Bilqis sedikit lebih mujur hari ini.
Gadis yang rambutnya dikucir itu melirik ke arah jam tangan, pukul tujuh lebih lima menit. Mengapa harus selalu terlambat coba? Mengapa harus selalu menjadi langganan guru piket?
Bilqis membelokkan mobilnya ke gang yang jalannya tidak terlalu besar, karena jalan menuju sekolahnya melalui gang tersebut.
Berhenti. Bilqis merasakan mobilnya tidak bisa jalan lagi, gadis itu mengotak-atik semuanya tapi sama sekali tidak ada yang berubah, mobilnya sama sekali tidak melaju satu senti saja.
Bilqis mulai kebingungan, gadis itu keluar dan berjalan mondar-mandir, ia harus apa Tuhan? Mengingat di sekitar sini sama sekali tidak ada bengkel, apalagi masih terlalu pagi untuk mencari bengkel yang buka. Oh iya, jangan lupakan ulangan matematika peminatan yang menanti.
Gadis berusia enam belas tahun itu berusaha menelepon papahnya untuk meminta bantuan karena tidak tahu apapun, namun naasnya papah sama sekali tidak aktif, membuat Bilqis semakin kebingungan saja!
TIN!
"SIAPA SIH? GAK TAU KALAU ORANG LAGI KEBINGUNGAN AJA!"