Rey terus mengarungi hari-harinya dengan langkah yang berat, kepingan-kepingan mimpi dan realitas terus berbaur di benaknya. Di sekolah, Rey terjebak dalam ritual hariannya, duduk di pojok sebelah tembok dengan tatapan kosong yang mengawasi kejauhan. Teman-teman berbicara dan tertawa, tetapi suara itu terdengar jauh, seolah-olah dikelilingi oleh kabut yang tak terlihat.
Suatu hari, Rey menemukan dirinya di sebuah tempat yang tidak dikenal, padang rumput yang terbentang luas dengan bunga berwarna-warni yang berkembang di sekitarnya. Angin berbisik lembut dan matahari menyinari langit dengan kehangatan yang tak terduga. Rey merasa seperti sedang bermimpi, tetapi ada sesuatu yang berbeda kali ini.
Seorang gadis muncul dari kejauhan, wajahnya diselimuti oleh kilau cahaya. Namanya adalah Elysia. Rey merasa seperti telah bertemu dengannya sebelumnya, di suatu tempat yang tak terjangkau oleh kenangannya. Elysia menuntun Rey melalui padang rumput, dan setiap langkah terasa seperti perjalanan melintasi alam bawah sadar yang tersembunyi.
"Rey, kau tau.." kata Elysia dengan suara yang tenang, "dunia ini adalah tempat di mana mimpi dan kenyataan bersatu."
Rey hanya mengangguk, perasaan keajaiban menyelusupi hatinya. Namun, tiba-tiba, padang rumput berubah menjadi ruang kelas yang suram. Suara tawa dan bisikan-bisikan yang merendahkan kembali menghantuinya. Rey berusaha memahami apa yang sedang terjadi, tetapi segalanya berubah begitu cepat.
Malam itu, Rey duduk di tepi tempat tidurnya, merenung di bawah cahaya bulan. Pada saat yang paling sunyi, dia merasakan sesuatu yang tak terlihat melayang di udara, menyusup ke dalam mimpinya. Ada sesuatu yang aneh dalam pola mimpi yang terulang, sesuatu yang seperti pesan tersembunyi di balik keruhnya bayangan.
Pikiran-pikiran terkutuk tentang kesendirian dan masa lalu yang menyakitkan terus menyelinap, tetapi ada sesuatu yang berbeda kali ini. Rey merasakan suatu kekuatan yang mengalir dari dalam dirinya, menggertakkan rantai-rantai kegelapan yang mencoba menahannya.
Di sekolah esok pagi, Rey menemukan dirinya di kelas yang sama, tetapi kali ini dia tidak lagi duduk di pojok sebelah tembok. Sebuah keputusan sederhana yang tampaknya tak berarti, tetapi menciptakan getaran kecil di dunia di sekitarnya. Teman-teman sekelasnya menyambutnya dengan senyuman hangat, dan untuk sekejap, cahaya kebahagiaan bersinar di matanya.
Namun, saat matahari terbenam, Rey kembali ke padang rumput dan bertemu dengan Elysia lagi. Gadis itu tersenyum dengan bijaksana, dan Rey merasa bahwa jawaban yang dicarinya mungkin terletak di balik mata Elysia yang penuh arti.
Namun, ketika Rey mencoba untuk berbicara, suaranya terdengar samar dan bergema, seolah-olah ditelan oleh keheningan yang tak terpisahkan. Elysia hanya tersenyum dan menghilang di dalam cahaya senja, meninggalkan Rey dengan tanda-tanda pertanyaan yang melayang di udara.
Malam semakin larut, Rey terduduk di padang rumput, merenungkan jejak mimpi yang terus membawanya ke tempat-tempat tak terduga.
Hari-hari berlalu, dan Rey terjerat kembali dalam rutinitas monotonnya. Di sekolah, ia masih duduk di tengah keramaian, tetapi matanya tidak lagi sepenuhnya hadir. Pada suatu pagi, Lisa dan Alicia mendekatinya di lorong.
"Hei Rey, kami berpikir untuk membuat klub baca. Maukah kamu bergabung?" Ucap Lisa
"Club baca? Kenapa?" Rey mengangkat alisnya
"Ya, kita pikir itu bisa menjadi cara yang bagus untuk menghabiskan waktu bersama dan mungkin membuatmu lebih terbuka." Jawab Alicia
Rey tersenyum kecil
"Aku tak yakin. Aku lebih suka sendiri."
"Tapi mungkin ini bisa menjadi peluang untuk mencari sesuatu yang baru, Rey. Siapa tahu, kamu mungkin menemukan sesuatu yang kamu sukai."
Rey hanya mengangguk, tanpa jawaban yang meyakinkan. Club baca mungkin tampak seperti kesempatan yang baik, tetapi baginya, dunia di balik buku lebih nyaman daripada interaksi sosial. Pada hari pertemuan klub baca, Rey duduk di pojok ruangan, merenung sendiri sambil mengejar mimpinya yang terlupakan.
"Rey, bagaimana kalau kamu mencoba membaca ini? Ini novel laris yang baru saja rilis." Lisa memberikan buku tersebut kepada Rey.
Rey mengambil buku tersebut
"Buku ini bagus, tapi aku lebih suka membaca sendiri."
"Kamu memang penyendiri, Rey. Kami hanya mencoba membantumu agar tidak selalu sendiri." Alicia mengatakannya sembari tertawa kecil
Rey hanya tersenyum tipis sebagai jawaban. Meskipun Lisa dan Alicia berusaha keras, terdapat dinding tak terlihat di sekitar Rey yang sulit ditembus. Ia seperti terperangkap di antara dua dunia - dunia yang ia ciptakan di alam bawah sadarnya dan dunia nyata yang terus menyeretnya ke dalam rutinitas yang membosankan.
Pada suatu malam, di tengah keheningan kamar tidurnya, Rey kembali ke padang rumput dalam mimpinya. Elysia muncul lagi, tetapi kali ini dengan tatapan serius yang memperlihatkan keprihatinan.
"Rey, dunia di dalam dirimu dan dunia di sekitarmu adalah dua sisi dari koin yang sama. Kamu tidak bisa terus menghindari satu sisi tanpa memahami yang lain."
"Apa yang kamu maksud?"
Rey bertanya dengan ekspresi kebingungan.
"Kamu akan tahu saat waktunya tiba."
Elysia pergi begitu saja.
Pagi berikutnya, Rey menghadap cermin dengan tatapan bingung. Apa arti mimpi ini? Apa maksud pesan yang disampaikan oleh Elysia? Tetapi sebelum ia bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, suara bel sekolah yang monoton memanggilnya kembali ke dunia nyata, tempat di mana kebingungan dan pertanyaan belum bisa dijawab sepenuhnya.
Hari-hari terus berlalu, dan klub baca menjadi satu-satunya kegiatan sosial yang terus mencoba memasuki dunia pribadi Rey. Lisa dan Alicia tetap gigih dalam usaha mereka untuk melibatkannya, meskipun Rey terkadang masih merasa seperti seorang penonton di antara para pemain utama kehidupan sekolahnya.
"Rey, kamu perlu mencoba buku ini. Ini cerita yang luar biasa!" Seperti biasa, Alicia selalu berisik
Rey mengangkat bahu
"Aku pikir aku akan lebih suka membaca sendiri di tempatku."
Lisa menyentuh bahu Rey dengan lembut
"Kami hanya ingin melihatmu bahagia Rey."
Rey tersenyum, merasa terharu oleh kepedulian mereka. Pada suatu hari, ketika klub baca memutuskan untuk berkumpul di taman sekolah, Rey merenung di bawah pohon yang rindang, meresapi keindahan buku yang ia bawa.
Tiba tiba Elysia muncul di benak Rey
"Rey, apakah kamu akan terus menyelam dalam dunia yang dulu kamu kenal?"
Rey memandang buku di tangannya, mencoba memahami kata-kata Elysia. Ada kegelisahan di dalam dirinya yang sulit dijelaskan, seolah olah ada suatu alasan dibalik sifat Rey yang suka menyendiri.
Tiba tiba Rey berpindah ke padang rumput, Rey bertemu Elysia lagi. Kali ini, gadis itu membawa sebuah buku tua dengan sampul yang rapuh.
"Bacalah dengan hatimu, Rey, dan temukan kebenaran di antara halaman-halaman yang terlipat ini."
Elysia menyerahkan buku itu kepada Rey
Rey membuka buku itu, dan di antara barisan kata-kata yang tercetak, ia menemukan cerita hidupnya yang terungkap. Setiap lembaran memberi gambaran akan momen-momen yang pernah terjadi.
Ketika Rey bangun dari mimpinya, ia memegang buku yang sama di tangannya. Apakah itu hanya khayalan, ataukah itu sesuatu yang nyata di dunia ini? Perasaan bingung dan rasa ingin tahu meluap di dalam dirinya.
Pertanyaan-pertanyaan itu menggantung di udara, menciptakan ketegangan yang semakin dalam di dalam diri Rey.