Bab 3

1206 Kata
Sekitar pukul enam sore, Denisa sudah selesai dengan kuliah tambahannya. Wanita cantik itu menyusun semua perlengkapan yang ada di depannya, kemudian bergegas keluar dari ruangan. Sejak pelajaran dimulai, Denisa tidak berhenti memikirkan Bima yang sedang menunggunya. Hujan sempat turun dengan deras dan hal itu yang memicu kekhawatiran Denisa. Bahkan Denisa sedikit tidak fokus pada pelajarannya. Setelah berada di luar, Denisa mencari Bima di taman, namun pria itu tidak ada di sana. Denisa berpikir, Bima sudah pulang karena terlalu lama menunggu. Perasaan kecewa sedikit menyelimuti hatinya, namun ia bisa apa. Toh dirinya dan Bima tidak memiliki hubungan yang spesial. Hanya sekedar hubungan pertemanan yang baru saja terjalin. Denisa melangkahkan kakinya, berniat untuk meninggalkan area kampus, namun seseorang memanggil namanya dari arah belakang. Denisa menoleh dan terkejut melihat kehadiran Bima. Pria itu berlari mendekati Denisa lalu sedikit membungkuk karena napas yang tersengal-sengal. "Kak Bima?" "Kamu mau kemana?" tanya Bima. "Oh, aku mau pulang. Aku kira Kakak udah pulang duluan. Soalnya kan tadi hujan, terus aku kelamaan keluarnya," kata Denisa. Bima menghela napas panjang setelah tempo napasnya sudah mulai teratur. "Aku gak mungkin pulang duluan. Kan aku udah janji sama kamu. Tadi aku neduh di perpustakaan. Kalau nunggu di sini, bisa basah kuyup dong." "Ehm, tapi maaf ya, Kak. Aku udah nyusahin Kakak," ucap Denisa. "Enggak kok. Biasa aja." Bima menampilkan senyum terbaiknya. "Ya udah yuk, kita pulang." Denisa mengangguk dan mereka berjalan beriringan menuju gerbang kampus. Mereka masuk ke dalam angkutan umum. Di sepanjang perjalanan, mereka saling bercerita apapun. Mulai dari hobi sampai pengalaman horor yang pernah mereka alami. Keakraban mereka pun semakin terlihat dan Bima merasa senang bisa sedekat ini dengan Denisa. 20 menit kemudian, angkutan umum yang dinaiki Bima dan Denisa berhenti di depan sebuah gang yang tidak terlalu lebar. Denisa turun dari angkutan tersebut dan membayar ongkosnya. Sementara Bima tidak, karena kos-kosan tempat ia tinggal masih harus menempuh waktu kurang lebih 10 menit lagi. Denisa melambaikan tangan pada Bima dan Bima pun membalasnya. Setelah angkutan umum itu mulai berjalan kembali, Denisa berjalan memasuki gang tersebut. Jarak rumah Vera tidak terlalu jauh dari gang itu. Hanya perlu berjalan sedikit saja. "Assalammu'alaikum," ucap Denisa memberi salam saat memasuki rumah Vera. "Wa'alaikumsalam. Loh, kamu udah pulang? Kok gak minta jemput?" tanya Vera. Denisa menggeleng, lalu duduk di sofa sambil meletakkan buku yang dipegangnya sejak tadi. "Aku naik angkutan umum tadi, bareng Kak Bima. Makanya aku gak minta jemput." "Ciye!" Goda Vera. "Udah mulai deket nih sama gebetan." "Apaan sih, Ver? Aku tuh cuma temenan aja sama Kak Bima. Mana mungkin dia mau sama aku. Aku gak cantik kayak fans-nya dia loh." Vera mendecak dan mulai duduk di samping kanan Denisa. "Denisa, kamu tuh cantik loh. Tadi si Kevin udah cerita semuanya kalau Kak Bima tuh tertarik sama kamu. Soalnya Kak Bima minta tolong buat jodohin dia sama kamu." "Kak Kevin bohong kali," kata Denisa tidak yakin dengan ucapan Vera. "Kalau dia suka sama aku, pasti dia udah ngomong tadi." "Ya Allah, nih anak gak percayaan banget ya. Aku tuh serius. Kak Bima tuh suka sama kamu. Mungkin dia masih nunggu waktu yang tepat aja buat nyatain perasaannya." Denisa terdiam sejenak sambil memikirkan ucapan Vera. Tapi ia masih ragu dengan ini semua. Tidak mungkin Bima menyukainya, karena ada banyak wanita yang lebih cantik di kampus menjadi fans fanatik Bima. Denisa tidak pernah mengakui dirinya cantik. Ia hanya wanita biasa yang merantau ke Malang dengan tujuan untuk menyelesaikan studinya. Denisa tidak berpikir akan disukai pria famous seperti Bima. Denisa menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan segala ucapan Vera dari pikirannya. "Aku ke kamar dulu ya. Mau mandi. Udah gerah banget." "Ya udah, aku mau pesan makanan online nih. Kamu mau gak? Biar sekalian." "Boleh juga. Samain aja pesanannya," kata Denisa. "Oke." Denisa beranjak ke kamar, sementara Vera mulai sibuk memesan makanan melalui aplikasi online. Setelah itu, Vera menghubungi Kevin sambil menunggu pesanannya datang. *** Di tempat berbeda, Bima baru selesai mandi dan ia masih mengenakan handuk yang menutupi area pinggang hingga ke lutut. Bima tampak mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil sambil duduk di atas tempat tidur untuk melihat ponselnya. Hanya ada notifikasi dari grup kelas dan itu sangat membosankan. Bima kembali meletakkan ponselnya di atas meja nakas. Bima meletakkan handuk kecil di kepalanya, kemudian ia melamun. Ia teringat akan kedekatannya dengan Denisa hari ini. Meskipun hanya dengan cara yang sederhana. Bima tidak menyangka dirinya akan tertarik dengan salah satu mahasiswi di kampusnya. Tapi di sisi lain, Bima juga memikirkan nasib Denisa jika terus berada di dekatnya. Apa yang dikatakan Jojo mengenai fans-nya itu memang benar. Mereka tidak suka jika Bima dekat dengan wanita lain. Padahal mereka bukanlah siapa-siapa Bima. Bima sendiri juga tidak merasa diidolakan oleh mahasiswi di kampusnya. "Hhh!" Bima menghela napas panjang. Ia melirik ponselnya yang baru saja berdenting. Layar ponselnya menyala dan menampilkan notifikasi aplikasi chating dari wanita yang baru saja ada dipikirannya. Bima mengambil ponsel itu dan membaca chat dari Denisa. "Kak Bima." Bima terkekeh saat membaca chat dari Denisa, diikuti oleh emoticon tertawa. Ibu jari Bima pun mulai mengetikkan sesuatu untuk membalasnya. "Ya, Denisa. Ada apa?" Setelah dikirim, Bima terus menatap room chat tersebut. Berharap Denisa langsung membalasnya. Dan benar saja, Denisa membalas chat dari Bima. "Gak apa-apa, Kak. Cuma manggil doang." Lagi-lagi emoticon tertawa muncul di chat berikutnya. Bima berpikir, mungkin Denisa sedang tidak ada kerjaan di rumah. Jadi ia mencoba mengajaknya untuk mengobrol melalui aplikasi chating tersebut. Dan Denisa kembali mengirimkan sesuatu di room chat mereka. "Btw, makasih ya buat hari ini. Lain kali aku traktir Kakak makan di kantin ya." Bima tersenyum membacanya dan terkejut saat melihat emoticon cinta di akhir kalimat Denisa. Entah apa yang merasuki Bima saat ini. Pria itu langsung naik ke atas tempat tidur, lalu melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil. Sampai pintu kamarnya dibuka oleh seseorang pun, Bima tidak peduli. "Oi!" Teriakan Jojo membuat Bima berhenti melompat-lompat. "Ck! Apa? Ganggu aja." "Kamu tuh yang ganggu!" seru Jojo sambil menutup matanya. "Coba lihat ke bawah." Bima menaikkan salah satu alisnya, lalu menatap ke arah bawah. Seketika Bima terkejut karena handuknya sudah terlepas. Pantas saja Jojo menutup matanya. Dengan sigap Bima langsung mengambil handuknya lalu melilitkannya kembali untuk menutupi area pinggang ke bawah. Betapa malunya Bima saat ini. Besok, Jojo pasti akan menceritakan hal ini pada Kevin. Bima mengutuk dirinya sendiri. "Kamu tuh ngapain lompat-lompat? Gak waras?" tanya Jojo yang sudah membuka matanya. "Aku lagi seneng, Jo. Si Denisa ngirim emoticon cinta." Jojo menepuk dahinya sendiri. Merasa heran dengan temannya itu. "Bim, kalau dia ngirim emoticon cinta, apa udah pasti dia cinta sama kamu? Kan belum tentu. Jangan mimpi ketinggian deh." "Kamu tuh bukannya dukung, malah bikin mental down. Gimana sih?" protes Bima. "Ck! Ayas cuma gak mau kamu kecewa, Bim. Udah, temenan biasa aja dulu. Belum tentu kan dia suka sama kamu." Bima mendengus. "Tadi di kampus, kamu dukung aku. Sekarang malah ngomong kayak gitu." "Ya udah. Ayas minta maaf. Ayas cuma ingetin, supaya kamu gak terlalu berharap sama Denisa. Ini cuma saran. Kalau kamu gak mau denger, Ayas gak maksa." Jojo langsung keluar dari kamar Bima dan kembali ke kamarnya. Bima pun termenung memikirkan perkataan Jojo. Mungkin memang benar. Dirinya terlalu berharap banyak pada Denisa. Bima menghela napas panjang, lalu beranjak ke kamar mandi untuk wudhu, karena sudah masuk waktu maghrib. Mungkin selesai sholat, hati Bima bisa sedikit lebih lega.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN