Pagi merayap perlahan, menyingkap sisa gelap malam yang semalam penuh isak dan tegang. Cahaya mentari masuk dari celah tirai kamar rawat VVIP, jatuh di lantai marmer putih yang mengkilap, memberi nuansa teduh. Mesin monitor berdetak tenang, menjadi latar suara yang menenangkan setelah badai semalam. Keira membuka mata. Tubuhnya masih lemah, namun ada sesuatu yang berbeda—ringan, seolah separuh beban luruh bersamaan dengan terbitnya pagi. Maria langsung menyambutnya dengan senyum, meski wajahnya masih menyisakan lelah, mata bengkak karena semalaman tak beranjak dari sisi ranjang. “Sayang, pagi…” bisiknya, mengelus rambut putrinya dengan sentuhan yang menenangkan. Di sudut lain, Jonathan berdiri tegap, earbud terselip di telinga. Suaranya rendah, bernada perintah, bergulir dalam bahasa as

