Yelzi, Pixie, dan Gorda berubah wujud menjadi tato kembali saat menyentuh permukaan air. Tubuh Velia, Wanda, dan Xonxo terhisap dalam pusaran air yang dengan cepat terhempas ke dasar laut setelah berputar-putar mengikuti arus.
Wanda sudah tidak bisa menahan napas, dadanya mulai sesak. Dia juga beberapa kali menelan air laut. Teringat akan isi ransel membuat cewek itu mengumamkan mantra pemanggil. Tiga buah jamur kancing bergelembung muncul di tangan Wanda, dengan cepat di masukkan jamur itu dalam mulut lalu mengunyahnya. Mulut Wanda mengeluarkan gelembung yang makin membesar dan menyelubungi seluruh kepala lalu meletus, jamur itu membuat Wanda bisa bernapas dalam air.
Wanda berenang mendekati Velia yang matanya melotot dan dari bibirnya muncul gelembung-gelembung besar. Velia tersedak hingga menelan lebih banyak air laut. Xonxo yang terpisah cukup jauh terlihat berenang menghampiri mereka.
Segera saja Wanda menyuapkan jamur itu pada Velia. “Kunyah dengan cepat!”
Velia menganguk kemudian langsung mengunyah dengan sekuat tenaga karena ternyata jamur itu cukup sulit untuk dihancurkan oleh gigi. Xonxo langsung menerima jamur ketika sudah berada di dekat Wanda dan mengunyahnya tanpa harus diberi tahu lagi karena tadi sudah mendengar perintah untuk Velia.
“Terima kasih, Wan. Aku kira bakal mati tadi.” Velia terbatuk beberapa kali hingga air yang tertelan bisa keluar dari tubuhnya. Velia benar-benar merasa lega karena sudah bisa bernapas di dalam air dengan bantuan jamur. Jika saja Wanda terlambat bertindak, dia pasti sudah mati kehabisan napas.
Mereka bertiga memutar tubuh untuk menilai keadaan setelah berpindah ke dalam air dengan tiba-tiba. Samar-samar terdengar nyanyian merdu yang tadi didengar ketika masih ada di daratan. Kali ini nyanyian itu tidak memanggil mereka mendekat.
“Hei, lihat itu!” Wanda menunjuk ke dasar laut tempat sumber suara. Terlihat sebuah lingkaran di atas pasir dengan sebuah ikan buntal yang sedang bernyanyi.
“Kenapa sekarang kita tidak terhipnotis,” tanya Velia yang mulai berenang mendekat.
“Ini karena jamur yang kita makan membuat batas antara air laut dan juga tubuh kita jadi suara itu tidak bisa mempengaruhi.
“Bukannya di darat kita bisa mendengarnya dengan jelas?” Xonxo juga ikut bertanya.
“Ketika di darat kita tidak dilindungi oleh sesuatu apa pun hingga bisa dengan mudah terpengaruh. Jangan berenang terlalu dekat!”
Peringatan itu terlambat karena mereka melihat ikan buntal itu tiba-tiba menggelembung semakin lama semakin besar bahkan sekarang sudah melebihi tiga kali ukuran semula.
“Berenang menjauh! Durinya beracun! ” Velia melarikan diri terlebih dahulu setelah mendengar apa yang menjadi niat dari ikan buntal menghipnotis mereka.
“Ikan itu mengincar tenaga dari manusia agar bisa berkembang biak,” tutur Velia ketika mereka sudah tidak lagi mendengar suara nyanyian.
“Kita sudah jauh di tengah lautan, bagaimana cara kita kembali?” Wanda mendongak kemudian menunduk dan memandang sekeliling. Dari kejauhan Wanda melihat ada kerang besar yang terlihat mencolok, tiba-tiba dia teringat akan isi dari ramuan Hearteak.
Aku adalah kerang yang berguna. Jangan lihat aku dari penampilan tapi pandang sisi gelap yang menyinari. Waspada dengan lingkaran menari karena membawamu terbuai naik untuk dihempaskan. Serupa bola kristal bening yang kecil hingga mudah dibawa.
“Vel, aku tahu apa yang kita cari berikutnya,” ujar Wanda sambil berenang mendekati kerang raksasa.
Xonxo menajamkan penglihatan saat melihat ada yang bergoyang dan menyala, ini pasti ganggang laut. Xonxo harus berenang mendekat untuk memastikan warna, tidak semua jenis ganggang dapat digunakan untuk obat.
“Ketemu, ganggangnya sudah ditemukan.” Teriakan bahagia Xonxo membuat Velia tersenyum.
Xonxo berenang lebih cepat menuju ganggang orange menyala yang bergoyang-goyang mengikuti aliran air, tangannya menggapai hendak meraih ganggang tapi tubuhnya terjebak dalam anemon yang tiba-tiba meninggi hingga mengurung Xonxo.
“Tolong!” teriak Wanda dan Xonxo bersamaan yang membuat Velia menjadi bingung, mana yang harus ditolong duluan. Xonxo yang terjebak atau Wanda yang menghilang dalam pusaran saat hendak mendekati kerang raksasa.
Setelah memikirkan lebih dalam lagi dia memutuskan untuk menolong Xonxo. Velia yakin akan kemampuan Wanda, temannya itu pasti dapat menyelamatkan diri.
Xonxo menggunakan kemampuan untuk mengendalikan tumbuhan agar dapat keluar dari anemon tapi semua itu terasa sia-sia karena dia malah semakin terjebak. Anemon itu hendak melumatnya seperti makanan lezat.
Velia menggunakan mantra pengendali hewan dan memerintahkan anemon itu untuk melepaskan Xonxo, sedikit demi sedikit tentakel dari anemon memendek dan mengendur hingga Xonxo bisa keluar dari jeratan.
“Bagaimana kamu bisa melakukan itu? Bukankah kamu pengendali hewan?” tanya Xonxo.
“Ternyata kamu juga tidak pintar,” ejek Velia.
“Jangan menghinaku, aku pasti lebih pintar dari kamu. Dasar cewek ceroboh.”
“Seharusnya kamu berterima kasih karena aku menyelamatkanmu.” Velia merasa jengah karena Xonxo masih menghinanya.
“Terima kasih tuan putri yang baik hati.” Terselip nada ejekan dari cara bicara Xonxo.
“Anemon laut sebenarnya hewan jadi aku bisa memerintahnya, kamu pasti mengira itu adalah tumbuhan.” Velia menerangkan hal itu.
“O, pantas saja aku gagal. Sekali lagi terima kasih,” ujar Xonxo dengan tulus.
“Apa yang sedang kamu cari?” tanya Velia, “Mungkin aku bisa membantu.”
“Ganggang orange yang kalau kita goyang-goyangkan bisa menyala. Itu adalah salah satu bahan ramuan yang kubutuhkan.”
Velia mengayunkan tongkat sihir membentuk cemeti, menyabetkannya hingga mengenai ganggang. Dengan sedikit hentakan, ganggang orange tertarik oleh cemeti dan terlepas dari gerombolannya. Velia menangkap ganggang yang tertarik oleh cemeti dan mengulurkan pada Xonxo.
“Ternyata kamu cukup pintar dan bisa diandalkan juga,” puji Xonxo, kali ini tanpa sindiran tajam.
Xonxo menyimpan ganggang itu dalam ransel agar aman dan tidak tertinggal. Kalau sampai ganggang itu hilang maka sia-sia usaha untuk mendapatkannya. Sudah dua kali ini Velia membantu untuk mendapatkan dua bahan ramuan.
“Dimana Wanda?” tanya Xonxo saat tidak melihat keberadaan Wanda.
“Entahlah, dia tadi menghilang di dalam pusaran air.”
Sementara itu Wanda muncul di atas permukaan air dalam kondisi kebingungan, dia ingat kalau sudah sangat dekat dengan kerang raksasa tapi kenapa sekarang berada di sini. Rupanya tadi terseret arus pusaran air, sekarang dia harus memikirkan cara untuk turun.
Wanda terlihat memanggil Pixie untuk membantu, dia gumamkan mantra hingga dapat memanggil banyak hantu. Beberapa saat kemudian hantu-hantu mulai menampakkan diri, sebagian besar dari mereka berpegangan pada puing-puing kapal.
“Mohon bantuannya, apakah ada diantara kalian yang bisa memberitahuku bagaimana cara untuk turun?”
“Ah, anak muda ini perkara mudah. Kamu tinggal menyelam saja,” kata hantu kakek berjenggot.
Wanda mencoba saran yang diberikan oleh hantu itu, tapi tubuhnya tetap saja tertahan di atas. Sama sekali tidak bisa menyelam walau sudah dicoba beberapa kali.
“Tinggal pegang batu besar, pasti tenggelam,” ujar cewek cantik yang kepalanya berdarah.
“Tidak ada batu besar di sini,’” jawab Wanda.
“Aku bisa pinjamkan papan ini.” Seorang hantu anak kecil menyerahkan papan kayu tak kasat mata padanya yang dijawab dengan gelengan kepala. Papan asli akan berguna untuk mengapung, bukan untuk menyelam. Kalau papan kayu yang dimunculkan oleh hantu lebih tidak berguna lagi.
“Bagaimana kalau kita pukul hingga pingsan? Jadi tubuhnya pasti tenggelam.” Hantu koki ikut berbicara.
“Kita pukul saja bagian kepala.”
“Atau kita tusuk saja jantungnya hingga lemas.”
Wanda semakin pusing dibuatnya karena hantu-hantu itu memberi saran yang tidak masuk akal, dia ingin turun bukan ingin mati. Sekarang hantu-hantu itu malah mengobrol dengan asik dan melupakan Wanda.
“Bagaimana ini? Velia pasti cemas.”
“Masuk lewat pusaran, keluar juga lewat pusaran. Kamu hanya perlu menemukan pusaran yang tepat.” Hantu kapten kapal yang terlihat bijak menepuk pundak Wanda.
Ucapan kapten kapal membuat Wanda mulai memperhatikan sekeliling. Terlihat beberapa pusaran air di sekelilingnya. Dia memutuskan untuk mengikuti saran kapten dengan berenang mendekati pusaran air terdekat. Wanda sudah berada di dalam pusaran tapi dirinya tak kunjung turun ke dasar laut, ini berarti pusaran ke atas. Wanda kembali berenang menuju pusaran berikut tapi gagal juga. Dia harus berhasil menemukan pusaran ke bawah.
Muncul pusaran air kecil tak jauh dari tempat Wanda, dia berenang sekuat tenaga agar dapat mencapai pusaran itu. Kaki Wanda terasa berputar-putar mengikuti arus yang lama kelamaan menjadi semakin kuat. Tubuh Wanda terhisap oleh aliran yang semakin kencang.
Sementara itu di dasar laut, Velia dan Xonxo berenang menjauhi anemon-anemon agar tidak lagi tertangkap.
“Tadi Wanda bilang kalau kami harus menuju kerang raksasa,” tutur Velia.
“Ini terlalu gelap, tunggu sebentar.” Xonxo berenang menuju ke ganggang biru yang banyak terdapat di sekitar mereka lalu mengikatkannya di pergelangan tangan dan kakinya kemudian menyerahkan beberapa pada Velia. Ganggang biru itu menyala hingga mereka mendapatkan penerangan yang memadai.
Velia spontan memeluk Xonxo saat merasakan sesuatu yang menghantam punggungnya. Xonxo memutar tubuh Velia hingga terlindung di belakangnya. Xonxo mengacungkan tongkat sihir untuk berjaga-jaga kalau ada serangan.
“Ini aku!” teriak Wanda yang tubuhnya terpental menjauh setelah menghantam Velia.
Xonxo berenang cepat agar bisa menyambar tubuh Wanda yang hampir membentur karang. Wanda masih terasa pusing karena pusaran air ini bergerak lebih cepat dari pusaran yang sudah dilalui tadi.
“Terima kasih, Xonxo. Kita harus mengambil mutiara yang ada dalam kerang besar,” ujar Wanda sambil memegangi kepala dan mengerjab beberapa kali untuk memulihkan diri,
“Aku sudah memikirkan jawaban atas isi ramuan kedua saat di atas,” kata Wanda.
Mereka bergerak mengitari kerang raksasa, terllihat beberapa kerang kecil berwarna hitam berserakan menutupi mulut kerang raksasa. Beberapa belut listrik tiba-tiba muncul dari balik kerang kecil.
Velia maju menghadapi dengan mantra pengendali hewan tapi itu malah membuat tubuhnya kejang-kejang. Rupanya belut listrik itu memantulkan mantra Velia.
“Tongkatnya!” Wanda merebut paksa tongkat sihir Velia, berangsur-angsur kejang Velia berkurang hingga akhirnya menghilang.
Xonxo berusaha menghindari kejaran belut, rupanya belut-belut itu tertarik dengan bau tubuh laki-laki karena mereka sama sekali tidak tertarik pada Velia atau pun Wanda. Xonxo melayangkan beberapa serangan menggunakan pedang sihir tapi belut itu seolah dapat membelah diri, ukuran menjadi semakin kecil tapi jumlah semakin banyak.
“Xo, alihkan perhatian mereka selama kami mengambil mutiara,” teriak Velia.
“Tega benar kamu, Vel.” Xonxo sempat memprotes saat sibuk berkelit.