Naga

2126 Kata
                “Dia?” Xonxo mengerutkan dahi tidak percaya, mengingat kecerobohan Velia membuatnya ragu. “Kamukan bisa komunikasi dengan hewan. Panggil tunggangan biar kita cepat sampai. Paling nggak anggap ini sebagai ucapan terima kasih pada Xonxo yang sudah dua kali menyelamatkan kita,” bujuk Wanda. “Kalau bisa kuda betina yang sedikit jinak,” tambahnya kemudian. “Wah bisa request? Kuda jantan yang gagah paling cocok untukku.” Xonxo juga ikut meminta. “Huh, seenaknya saja meminta seperti itu. Kalian pikir aku pemilik peternakan kuda? Satu hal yang harus kalian ketahui, aku hanya bisa memanggil hewan yang berada di sekitar kita saja karena kemampuanku masih terbatas.” Meskipun menggerutu tapi Velia tetap memanggil Yelzi untuk menggunakan mantra pengendali hewan. “Asal jangan panggil tikus saja. Kamu kan bukan ibu peri yang bisa mengubah tikus menjadi kuda,” celetuk Wanda yang dibalas dengan lirikan mata tajam. “Lebih baik kita diam saja. Ternyata dia makin mengerikan kalau seperti itu.” Xonxo mengingatkan Wanda. Akhirnya Wanda dan Xonxo memilih untuk duduk di atas batu besar yang ada di tepi jalan setapak. Sambil menunggu, mereka mengamati gerakan Yelzi dan Velia tanpa bersuara agar tidak mengganggu konsentrasi. “Aku rasa kita berada di pedalaman terpencil, aku tidak merasakan adanya kuda di sini. Kita harus terus berjalan kaki, dalam perjalanan aku akan terus mencoba memanggil kuda terdekat,” ujar Velia setengah putus asa. “Baiklah kita harus bergerak cepat, perjalanan ini jauh dan memakan waktu. Kita tidak bisa membiarkan Xonxo kehilangan kesempatan untuk menyembuhkan ibunya.” Wanda melompat turun dari batu kemudian bergerak cepat mendahului kedua temannya. Xonxo lalu mengejar Wanda hingga meninggalkan Velia di belakang. Mereka terlalu asik mengobrol hingga melupakan keberadaan cewek imut yang menghentakkan kaki karena tertinggal jauh di belakang. Velia memanggil Yelzi keluar ketika sudah bosan berjalan sendirian. Kedua orang di depannya sungguh tidak punya perasaan karena berjalan begitu cepat, apa Wanda tidak tahu kalau Velia mempunyai kaki yang lebih pendek hingga mustahil bisa mengejar langkah mereka berdua. “Apa yang sedang kamu cari di Jumre?” tanya Wanda. “Ganggang orange menyala. Kamu sendiri mencari apa?” “Entahlah, aku masih belum menemukan jawabannya.” Wanda mengangkat bahu. “Perjalanan kalian tanpa tujuan? Ramuan apa yang akan dibuat?” Xonxo mengerutkan dahi, merasa aneh dengan tujuan Wanda. “Aku termasuk pintar di kelas ramuan tapi aku tidak pernah mendengar atau pun membaca tentang bulu merak bermata ungu untuk suatu ramuan,” lanjut Xonxo. “Ini untuk ramuan Hearteak, penawar dari ramuan kutukan Lupois. Wajar kalau kamu belum pernah mendengarnya karena ramuan ini merupakan ramuan langka yang sudah tidak diketahui lagi isinya,” ujar Wanda. Sementara itu terdengar suara sumbang milik Velia yang sedang menyanyikan lagu naik-naik ke puncak gunung. Xonxo menoleh ke belakang karena terganggu, betapa terkejutnya dia karena mendapati Velia dan Yelzi sedang berjoged-joged tidak jelas membuat Xonxo berusaha keras menahan tawa. “Apa temanmu selalu segila itu?” tanya Xonxo sambil tertawa kencang karena sudah tidak kuat menahan tawa. Wanda menoleh ke belakang dan ikut tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perut, Velia sekarang sedang menggoyang-goyangkan rambut seperti trio macan diiringi lagu burung kakak tua. Yelzi juga tidak kalah konyol karena terbang sambil goyang patah-patah. “Ya, dia memang selalu segila itu makanya aku tidak setuju kalau dia dengan Harlan.” “Kamu cemburu?”tanya Xonxo menyelidiki. “Tidak, tidak, tidak. Tentu saja tidak, aku hanya berharap orang sebaik Harlan juga mendapatkan pasangan yang sepadan. Sesederhana itu saja pikiranku. Lagi pula ada orang lain yang kusukai dan itu bukan Harlan.” “Lalu siapakah Harlan ini?” Xonxo menatap Wanda yang menunduk setelah mendengar pertanyaannya, Wanda terlihat menahan sesuatu karena terus meremas jubah. “Dia sahabatku yang terkena ramuan Lupois.” Velia menyeruak diantara Wanda dan Xonxo kemudian berhenti tiba-tiba di depan mereka sambil mengatur napas. “Bisakah kita istirahat sejenak?” “Baiklah kita istirahat. Kamu tidak apa-apa?” tanya Xonxo yang kuatir melihat Velia tampak pucat. “Minum dulu.” Xonxo mengulurkan tempat minum pada Velia. Wanda juga sudah mengambil posisi duduk di dekat Velia lalu membuka bekal untuk dibagikan pada kedua teman seperjalanan. Velia makan dengan terburu-buru membuat Xonxo terus saja memandang cewek itu. “Tak kusangka, cewek sekurus kamu ternyata rakus?” ejek Xonxo. “Lapar,” Velia menjawab dengan singkat. “Apa lihat-lihat!” bentak Velia yang mulai risih dipandangi terus oleh Xonxo, senyum sinis yang diperlihatkan Xonxo malah membuat cowok itu makin terlihat tampan. Sejenak Velia merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Namun dia kembali memfokuskan diri pada makanan yang dikunyah hingga jantungnya kembali menjadi normal lagi. “Apa kamu tidak bangkrut karena mengajak cewek rakus untuk teman seperjalanamu, Wan?” tanya Xonxo pada Wanda yang hanya dijawab dengan tawa kecil. “Bukan urusanmu! Urus saja dirimu sendiri,” kata Velia dengan kesal. Cowok ini selalu saja menguji kesabarannya, kadang Velia berpikir kalau Xonxo punya kepribadian ganda. Sebentar tampak baik dan tampan, sebentar kemudian menjadi cowok menyebalkan yang seksi. Ya ampun, apa yang ada di pikirannya saat ini? Mengapa dia tampak memuja Xonxo. “Istirahat cukup, kita lanjutkan perjalanan.” Xonxo bangun dan hendak melanjutkan perjalanan. “Sejak kapan kami mengangkatmu sebagai pemimpin?” tanya Velia dengan sewot. “Sudahlah, Vel. Memang seharusnya Xonxo yang memimpin karena dia yang tahu rute perjalanan kita. Lagipula kalau aku yang jadi pemimpin pasti kamu tidak akan setujukan?” ujar Wanda sebelum mulai lagi adu mulut diantara mereka berdua. “Tunggu sebentar, sepertinya kita akan mendapatkan tunggangan.” Velia meloncat dari batu besar yang didudukinya. Dia memanggil Yelzi keluar untuk melakukan mantra pengendalian hewan. “Bagaimana?” tanya Wanda sambil berjalan mendekati Velia. Sejujurnya dia sudah lelah berjalan kaki, fisiknya kalah kalau dibandingkan dengan Velia yang lincah walau pun langkahnya memang kecil-kecil hingga sering tertinggal. “Kita mendapatkan tunggangan yang bagus, bersiap-siaplah.” Velia memainkan alis dengan sombongnya. Angin berhembus semakin kuat membuat Wanda berlindung dibalik punggung Xonxo sedangkan cowok itu menutupi muka dengan jubah agar debu yang beterbangan tidak masuk ke mata. Velia menatap ke atas dengan mata berbinar seolah memang menantikan saat ini. “Velia, mundur sekarang! Itu sangat berbahaya,” kata Wanda memperingatkan Velia yang masih berdiri menatap ketiga tamu yang muncul. Xonxo berlari hendak menarik Velia untuk menyelamatkan cewek itu tetapi Velia membentangkan tangan kiri tanda Xonxo harus berhenti. Xonxo berjalan perlahan menghampiri Velia. Velia membungkuk untuk mengucapkan salam, dia mulai mengeluarkan bahasa yang tidak dimengerti oleh kedua temannya. Terjadi negosiasi yang cukup alot karena beberapa kali terdengar geraman kemarahan dari lawan bicara Velia, Velia terlihat percaya diri dan berani menghadapi lawannya membuat Xonxo makin mengagumi cewek itu. Tak berapa lama, Velia melompat-lompat kegirangan dan berlari menuju Wanda.” Kita mendapatkan tumpangan, mereka setuju mengantar kita ke Jumre.” “Vel, jangan bercanda! Apa kita tidak bisa menunggang kuda saja?” Wanda mulai tampak ketakutan. “Ini benar-benar keren. Kita akan naik naga? Aku masih tidak bisa percaya.” Xonxo terkagum-kagum melihat ketiga naga yang berdiri dengan gagahnya. “Mereka baik kok, ayo aku kenalkan pada mereka.” Velia menyeret Wanda mendekati naga, walaupun harus dengan sekuat tenaga karena Wanda sesekali memegang batang pohon yang mereka lewati. Velia geli melihat ulah Wanda karena baru kali ini Wanda menunjukan ekspresi ketakutan, lihatlah betapa pucat muka cewek itu. “Perkenalkan yang berwarna merah berbintik coklat adalah Flan, dia naga jantan yang akan menjadi tunggangan Xonxo. Twy adalah naga betina yang berwarna orange dengan bercak hijau, dia akan menjadi tunggangan Wanda sedangkan naga cantik berwarna hijau dengan corak biru yang unik yang akan menjadi teman seperjalananku bernama Deq.” Xonxo masih mematung menatap Flan, matanya bersinar penuh kekaguman. Wanda masih ketakutan memandang Twy yang saat ini sedang menghampirinya. “Jangan takut, naik dan nikmati perjalanan kita karena kita akan terbang,” teriak Velia kencang. Cewek itu sudah berlari menuju Deq, naga itu sedikit menekuk kaki agar Velia yang pendek bisa menaikinya. Walaupun masih sedikit ketakutan, Wanda memberanikan diri untuk naik karena dia tidak mau menghambat perjalanan ini. Dia berusaha menikmati perjalanan udara ini, mencoba mengatasi rasa tidak nyaman yang sesekali masih muncul. “Apa yang kamu tawarkan sampai mereka mau mengantar kita?” tanya Wanda melalui telepati karena percuma mereka ngobrol sambil teriak-teriak karena angin kencang meredam suara mereka. “Sekeranjang penuh apel,” jawab Velia dengan santai. “Apel? Darimana kita mendapatkan apel? Jumre seperti apa saja kita tidak tahu,” pekik Wanda. “Aku memetiknya sepanjang perjalanan dari hutan kesunyian, tadinya mau aku tawarkan pada kuda tapi kita mendapatkan naga, ya sudah buat naga saja. Lagi pula mereka setuju.” “Kita sudah dekat dengan Jumre.” Suara Xonxo terdengar kurang jelas karena angin bertiup kencang. “Aaaaaa....” Wanda berpegangan pada lengan Twy yang terbang zig zag menghindari serangan semburan api yang muncul entah dari mana. “Apa yang terjadi, Vel?” Wanda gemetaran, naik naga saja sudah takut malah ditambah dengan terbang meliuk-liuk. “Kita diserang,” teriak Xonxo. Wanda mengeluarkan tongkat sihir dan menyerang menggunakan air, beruntung mereka dekat dengan sungai jadi tenaga Wanda dapat sedikit dihemat. Wanda mengumamkan mantra hingga membuat air sungai naik untuk menghantam arah yang dibidik oleh tongkat sihir. Rasa ketakutan membuat semburan air sedikit meleset, apalagi ditambah dengan gerakan Twy yang menghindari serangan lawan. “Tenangkan dirimu, ini tidak akan berhasil kalau kamu gemetaran. Aku sudah payah, jangan ditambahi dengan dirimu yang ikut jadi payah,” kata Velia menenangkan Wanda. Wanda menarik napas panjang dan menutup mata, sesaat kemudian melancarkan serangan dengan brutal dan terarah. Dua naga yang mengejar berhasil ditumbangkan, masih ada sekitar lima belas naga lagi. “Itu baru si hebat Wanda,” puji Velia yang mendapat acungan  jempol dari Wanda. “Aku butuh bantuan di sini,” teriak Xonxo yang kewalahan menghindari serangan. Sayap Flan terlihat hangus karena terkena semburan api. “Kita akan dijatuhkan!” teriak Velia dengan panik. “Xonxo, kamu bisa menumbuhkan tanaman untuk menangkap kita? Velia bertugas mengarahkan naga menuju padang rumput di depan kita,” ujar Wanda. “Wanda? Bagaimana bisa? Ini telepati?” Xonxo terkejut karena bisa mendengar suara Wanda. “Iya, ini aku. Lakukan dengan cepat, kita tidak punya banyak waktu.” Beruntung Wanda sudah dapat berpikir jernih sehingga mendapat jalan keluar. “Velia, arahkan naga menuju padang rumput di depan. Kita akan melompat.” Ketiga naga terbang rendah menuju tempat tujuan seperti yang dibisikkan oleh Velia, walaupun sedikit kepayahan karena menghindari serangan dari sepuluh naga pengejar yang tersisa. Meskipun sudah berhasil menyingkirkan sebagian tapi mereka tidak akan bertahan jika terus menghindar. Xonxo memanggil peri Gorda untuk menumbuhkan rumput menjadi lebih tinggi dan gemuk, padang rumput ini luas tapi menumbuhkan rumput adalah perkara yang mudah bagi Xonxo. Sebentar kemudian tempat itu sudah seperti kasur empuk berwarna hijau muda. Wanda memberi aba-aba untuk melompat. Beberapa detik kemudian dia tiba dengan selamat di atas kasur rumput. Terlihat ketiga naga terbang tinggi untuk melarikan diri dari para pengejar. “Tolong!” teriak Velia dari kejauhan. Xonxo dan Wanda mencari keberadaan Velia, mereka melihat ada kaki yang mencuat dari balik rumput. Segera saja mereka berlari menuju lokasi untuk menolong Velia. “Apa yang kamu lakukan di situ?” ejek Wanda. “Apa kamu tidak melihat kalau aku sedang tersangkut?”bentak Velia. Kepala Velia masuk diantara akar tanaman sedangkan tubuhnya tertahan oleh pohon semak dan kakinya ada di atas, posisi seperti pesawat terbang yang jatuh dengan kepala di bawah. Xonxo membantu Velia dengan memerintahkan akar tanaman itu untuk merenggangkan diri, Xonxo menangkap tubuh Velia yang terjatuh karena gerakan tiba-tiba dari tanaman yang menjauhi cewek itu. “Apa kamu tidak bisa melakukan sesuatu selain tertawa? Aku butuh bantuan di sini dan kamu hanya melihat saja!” Velia berkacak pinggang serta melotot untuk memarahi Wanda. Velia berjinjit untuk memeluk Xonxo,”Terima kasih sudah menolongku. Apa jadinya aku kalau tidak ada kamu.” Wajah Xonxo bersemu merah, dia ingin membalas pelukan Velia namun sedikit canggung.  Dia menunggu beberapa saat tapi Velia tak juga melepaskan pelukan hingga akhirnya Xonxo tidak bisa menahan diri untuk balas memeluk Velia. Wanda menyipitkan mata, rasanya ada yang sedang jatuh cinta di sini. “Ehem, pelukannya kurang lama tuh,” sindir Wanda. Xonxo dan Velia saling melepas pelukan, mereka terlihat salah tingkah. Xonxo menyibukkan diri mengembalikan padang rumput seperti kondisi semula sedang Velia menggandeng tangan Wanda untuk meneruskan perjalanan. “Vel, Wan, arahnya bukan ke selatan tapi ke utara,” panggil Xonxo. “Eh, maaf,” ujar Velia makin salah tingkah. “Velia nih sok tahu jadi nyasar.” Wanda bersungut-sungut. Mereka berjalan beriringan, kali ini Velia tidak ditinggalkan di belakang seperti sebelumnya. Mereka saling bercerita tentang segala sesuatu agar perjalanan terasa ringan dan menyenangkan. “Mengapa naga kita diserang?” tanya Wanda. Velia menggaruk kepala sebelum berbicara, “Itu karena naga kita adalah naga yang terusir dari lingkungan jadi saat mendekati Jumre mereka diusir oleh penjaga.” “Apa salah mereka sampai diburu dengan kejam?” Wanda kembali bertanya. “Mereka memberontak terhadap raja naga karena raja sudah bertindak kejam terhadap naga yang lemah dan berukuran kecil. Raja ingin agar rakyat di lingkungan mereka terdiri dari naga yang kuat dan besar hingga bisa menyerang wilayah lain. Mereka mau membantu kita karena aku bercerita tentang Harlan, pada dasarnya mereka naga yang baik dan setia kawan hingga menempuh bahaya menolong kita. Ah, aku sampai melupakan bayaran apel untuk mereka.” Sayup-sayup terdengar suara nyanyian yang merdu membuat mereka bertiga berhenti mengobrol dan larut dalam lagu yang dibawakan. Tanpa sadar kaki mereka melangkah mendekati asal suara. Yelzi, Pixie, dan Gorda muncul tanpa dipanggil karena merasakan kalau tuan mereka dalam bahaya. Velia, Wanda, dan Xonxo berhenti berjalan karena dihadang oleh para peri. “Apa yang kalian lakukan di sana? Kami melanjutkan perjalanan,” protes Xonxo. “Berhenti! Lihat baik-baik apa yang ada di depan kalian,” kata Pixie. Mereka bertiga terkejut karena berdiri begitu dekat dengan ujung tebing. Mereka tidak menyadari bagaimana bisa sampai di sini, yang mereka perhatikan hanya suara merdu dari kejauhan. Suara nyanyian kembali terdengar, kali ini lebih jelas memanggil untuk mendekat. Mereka bertiga sudah tidak memperhatikan peringatan para peri sebelumnya. Suara yang demikian kuat juga mempengaruhi para peri sehingga mereka terbang rendah mengikuti majikan masing-masing. Mereka berenam sudah sampai di batas tebing dan laut tapi langkah mereka semakin mantap dan terceburlah mereka ke dalam laut yang bergelombang. Tubuh mereka terhanyut mengikuti arus yang di sebabkan oleh pusaran air. Tak berapa lama mereka sudah menghilang karena terhisap ke dasar pusaran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN