Looking for old friend

1030 Kata
Kami melanjutkan untuk berkendara menuju rumah Ishirou –teman Hayden. Entah kenapa aku merasa tertarik padanya. Pada keahliannya untuk melacak lokasi seseorang. Mungkin saja dia bisa menggunakan keahliannya untuk menemukan Mom. Bukankah itu hal bagus? Jarak dari POM bensin rupanya tak terlalu jauh, sekitar sepuluh menit berkendara kami sudah sampai di sebuah bangunan sederhana berlantai tiga. Ada beberapa pintu yang tampak dari hunian ini, tapi yang jelas, aku tak yakin kalau tempat ini masih ditinggali karena terlihat sudah terlalu usang. “Kau yakin dengan tempat ini?” tanyaku penasaran. “Tentu saja, aku sering ke tempatnya saat SMA dulu.” “Kau tahu, tahun berapa sekarang? Masa SMA-mu sudah berlalu bertahun-tahun, jadi bukan tak mungkin kalau ada yang berubah dari bangunan ini.” Aku memberikan komentar. “Kalau begitu, kita langsung saja naik saja,” usulnya. Kami keluar dari mobil, kemudian berjalan mendekati bangunan yang tampak begitu tak terurus dan sepi ini. Aku penasaran, apakah ucapan Hayden benar atau bahkan tidak. Kami melewati tangga untuk sampai di lantai dua. Semua pintu dari bangunan ini menghadap ke depan, tepat ke bagian luar bangunan. Dengan langkah ragu, aku mengekor dari belakang. Membiarkan Hayden berjalan lebih dahulu karena dia yang tahu pasti ke mana dia akan pergi. Hayden menghentikan langkah. Membuatku spontan berhenti berjalan dan berdiri di sampingnya. Tangan kanannya mengetuk pintu. Membuat suara untuk meminta dibukakan pintu, dan setelah menunggu beberapa saat, nyatanya tak juga ada seorang pun yang membukakannya. Sudah dipastikan, kalau rumah ini tak berpenghuni. Aku yakin seratus pesen. “Kurasa kau tak bergitu akrab dengan seseorang yang kau sebut sebagai temanmu,” ujarku di sampingnya. Hayden melirik sinis, dan kemudian berbalik. “Kurasa dia pindah rumah," jawabnya santai. “Itu yang kupikirkan sejak sebelum kita naik ke lantai ini. Apa kau tidak bisa menilai, mana bangunan berpenghuni dan mana yang kosong? Kau bisa lihat, bahkan tembok dan debu ada di mana-mana. Itu sudah cukup membuktikan kalau bangunan ini tak berpenghuni.” Aku menjelaskan dengan gamblang padanya. “Aku butuh informasi mengenai di mana tempat tinggal Ishirou sekarang.” “Kau mau bertanya pada siapa? Tak ada orang di sini.” “Ada, jika kita mau mencari.” Hayden berjalan mendahului. Tak ada yang bisa kulakukan selain mengikutinya. Merasa heran karena kalau dia menganggap pria bernama Ishirou adalah sahabatnyaa, seharusnya paling tidak dia memiliki nomor telponnya, ‘kan? Tapi mengapa dia bahkan tidak punya nomor telponnya? Kami berhenti di sebuah kedai yang menjual kebab. Hayden sepertinya mengenal pria penjual kebab itu dari caranya berinteraksi. “Oh baik, terima kasih.” Hayden mengakhiri percakaan setelah beberapa saat berbincang dengan si penjual kebab. “Kau dapat informasi?” “Tentu. Ishirou sangat menyukai kebab dan dia juga sangat akrab dengan penjualnya. Aku bahkan tidak menyangka kalau dia mau memberiahukan tujuannya pindah pada si penjual kebab.” “Terasa aneh,” kataku. Pada akhirnya kami berkendara menuju tempat yang diberitahu oleh penjual kebab, sebuah alamat tidak spesifik tapi setidaknya kami bisa mencari di lingkup yang lebih kecil. Ketika menelusuri jalanan tiba-tiba sebuah suara aneh terdengar nyaring. Dan di saat yang bersamaan, mobil yang kami tumpangi terasa begitu aneh. Ada yang tak beres. Aku yakin, kalau ban mobilku meletus tadi. Tanpa aba-aba, Hayden menghentikan mobil. “Kau membawa ban cadangan?” tanya Hyden sambil melepaskan jaketnya. Di saat yang sama, aku melihat noda darah di perbannya. “Tentu.” “Bagaimana dengan kotak perkakas?” “Kau bisa mencarinya di bagasi.” Aku memberitahu. Hayden turun dengan terburu-buru, sementara aku masih duduk di kursi penumpang. Lagi pula aku tak bisa membantu. Jadi, tak ada gunanya aku turun. “Aku tidak menemukan kotak perkakas di manapun. Kau lupa membawanya?” Sebuah teriakan terdengar di belakang. Aku membuka pintu, kemudian mendekat. Rambut Hayden yang berwarna coklat, tampak mengkilap diterpa sinar matahari, begitu juga wajahnya yang ternyata lebih pucat dari yang kukira. Bibirnya kering dan matanya memerah. “Hey!” Dia berhasil mengagetkanku. “Sebenarnya, ini bukan mobilku. Aku hanya asal membawa mobil ini saat kabur, jadi tidak tahu apa saja yang ada di dalam bagasi,” jelasku. “Aku tadi melihat sebuah bengkel tak jauh dari sini. Kau tunggu sini! Aku akan pergi mencari perkakas untuk mengganti ban.” Aku mengangguk. Kemudian mengikutinya berjalan usai mendengar suara alarm diaktifkan. Hayden menghentikan langkah, Berbalik kemudian berkata, “kau tidak paham ucapanku?” “Aku tidak menerima perintah dari orang asing,” tegasku kemduian berjalan mendahului. Aku yakin pria itu bergumam di belakangku, meskipin aku tak bisa mendengarnya dengan jelas. Hanya beberapa puluh meter, akhirnya kami menemukan sebuah bengkel mobil. Terlihat belum buka, tapi mungkin saja pemiliknya tinggal di sini. Hayden berjalan masuk, dan menemukan sebuah pintu yang terbuka. Saat melihatnya dan terasa begitu sepi, aku tak yakin kalau si pemilik ada di sini, jadi aku memilih diam alih-alih mengucapkan permisi. Kami mengendap-endap masuk, seperti dua orang pencuri yang berusaha untuk tidak tertangkap saat melakukan aksinya. “Kau yakin seseorang ada di sini?” tanyaku spontan. “Tidak juga, kita hanya harus meminjam perkakas dan mengembalikannya beserta beberapa lembar dollar.” Aku mengangguk paham. Begitu tatapanku terkunci oleh sebuah kotak perkakas, Hayden tanpa ragu-ragu langsung mengambilnya, tapi sialnya seseorang baru saja menerjang dan membuatnya terjatuh. Aku masih mengamati saat keduanya secara tiba-tiba melakukan baku hantam. Bukannya menjelaskan, Hayden malah tenggelam dalam pertarungan. Bagaimana bisa seorang reporter tampak seperti anggota gangster? “Pencuri! Apa yang kau lakukan di sini?” “Seharusnya kau dengar dulu penjelasanku sebelum menuduh, Sir!” jawab Hayden susah payah saat menahan pukulan pria itu. Dia dengan tiba-tiba dia berhasil membuka penutup mulut pria itu, “Ishirou!” Ishirou? Teman yang dicari Hayden? Tanpa disangka Ishirou malah meraih sebuah pisau di atas meja dan mengarahkannya pada Hyden, dia berhasil menghindar meskipun begitu tak cuma sampai di situ, Ishirou terus menyerang Hayden seolah berambisi untuk membunuhnya. Aku merasa ngeri dengan perkelahian mereka berdua. Hayden bahkan menggunakan beberapa alat yang ditemukannya untuk menghalau serangan Ishirou. Tapi, kenapa dia menyerang Hayden? Bagaimana bisa sambutan dari seorang kawan lama yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu, tampak seperti keinginan untuk membunuh? Merasa ada yang tidak beres, aku meraih sebuah pemukul baseball kemudian mencari saat yang tepat, hingga akhirnya aku melayangkan pukulan ke punggung Ishirou. Dalam sekejap, dia tumbang tak sadarkan diri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN