Bab 1. Kutukan
“Naya..!” Cila berlari memeluk sahabatnya yang baru saja datang masuk kelas.
Gadis itu langsung menangis dan menepuk-nepuk punggung Naya. Naya yang kebingungan hanya bisa terdiam pasrah, apalagi teman-teman yang lain tengah menatapnya dengan prihatin.
“I-ini ada apa sih?” tanya Naya akhirnya sambil berusaha mengurai pelukan cila.
Cila sontak terdiam dan menatap Naya dengan kening berkerut.
“Lo belum dapat kabarnya?”
“Kabar apaan?” Naya semakin bingung.
“Li-Lian Nay.. Lian ditemukan tewas di kosannya..”
“APAAA..?!”
Naya lansung rubuh tak sadarkan diri di lantai.
.
.
“Nay, lo masuk hari ini? Lo udah baikan?” tanya Cila kepada sahabatnya yang sudah seminggu tidak masuk kuliah itu.
Naya yang sedang duduk termangu di taman kampus hanya mengangguk lesu.
“Gue gak nyangka Lian bakal bernasib sama dengan Raka. Gue beneran kena kutuk nih Cil?” tanya Naya frustasi.
Ia nyaris gila! Dalam rentang waktu kurang dari satu tahun dua orang yang menjadi pacarnya mati sia-sia!
“Kutukan itu emang ada buat orang yang banyak dosa!” Sandra menimbrung dari belakang.
Naya dan Cila serempak menoleh dan langsung memasang tampang kesal.
“Emang gue punya dosa apa sama lo sih San?” tanya Naya emosi.
“Yah, orang emang suka gak sadar sama kesalahan sendiri! Mending lo gantung diri deh Nay, daripada kutukan lo itu memakan lebih banyak korban!”
Sandra melenggang acuh bersama kedua dayang-dayangnya setelah melontarkan kalimat tak bermoral itu kepada Naya.
“Sandra! Jaga omongan lo—“ murka Naya bangkit mengejar Sandra.
“Nay! Udah! Gak usah dengerin omongan dajj*l!” Cila mencekal lengan temannya itu sebelum terjadi pertumpahan darah.
“Cil.. kejam banget gak sih tuh omongan?” protes Naya menahan tangis.
Cila mengangguk, “Itu bukan bahasa manusia! Makanya gue bilang dia dajj*l!”
“Selow Nay, nih minum dulu!” Cila menyerahkan sebotol air mineral dari dalam tasnya.
Naya menenggak air mineral yang tinggal separuh itu sampai tandas.
“Gue heran deh Nay, kenapa dia bisa sebenci itu sama lo? Padahal dulu kalian lengket banget kaya permen karet nempel di kolong meja!” padanan kata Cila benar-benar tidak estetik.
Naya tidak menjawab. Ia hanya terus menatap punggung Sandra penuh amarah.
***
Alzena Kanaya adalah gadis imut yang supel. Ia punya banyak teman karena kepribadiannya yang hangat. Naya cantik, walaupun masih kalah dari Sandra mantan sahabatnya. Tentu saja karena Naya tidak suka dandan sementara Sandra fashionable abis. Naya adalah orang yang punya pemikiran simpel dan tidak mau ambil pusing. Ia orang yang logis, tidak percaya tahayul, tidak takut hantu dan hal-hal yang berbau mistis lainnya. Baginya, setiap peristiwa pasti ada penjelasannya.
Itulah sebabnya ia tidak percaya ketika Gloria Alexandra, atau yang lebih sering dipanggil Sandra mengutuknya waktu SMA dulu. Apa salahnya sampai harus dikutuk segala? Memangnya dia malin kundang yang durhaka kepada ibunya?
Kebalikan dari Naya, si super cantik Sandra adalah gadis yang kalem dan anggun. Sadar akan kecantikan paripurnanya, Sandra cenderung pemilih dalam berteman. Ia tidak sudi jika orang-orang hanya pansos kepadanya. Walaupun sebenarnya dua dayang-dayangnya mengintilinya kemana-mana justru karena mau pansos. Tapi Sandra tidak peduli, dia butuh pesuruh!
Naya dan Sandra sudah berteman sejak SMP, sejak Sandra belum se-glowing sekarang. Karena itulah mereka pernah bersahabat walaupun sifat mereka bertolak belakang. Semantara dengan Cila. Naya baru kenal saat SMA.
Namun persahabatan mereka yang sangat kokoh seperti tembok besar China itu runtuh dalam semalam karena seorang cowok!
Sandra diam-diam menyukai Jimmy sejak kelas 1 SMA, dan Naya tahu itu. Tapi Jimmy malah naksir ke Naya. Naya menolak cinta Jimmy dengan alasan dia tidak akan pernah memacari orang yang disukai sahabatnya sendiri.
Jimmy marah kepada Sandra karena dianggap sebagai penghalang. Karena kesal ia mempermainkan Sandra dengan menjadikannya bahan taruhan dengan teman-temannya.
Sandra yang merasa terluka karena dipermalukan Jimmy, melabrak dan memutuskan persahabatannya dengan Naya. Dan malam itu juga ia melontarkan sumpah mengerikan yang menjadi momok bagi Naya di masa depan. Yaitu ‘setiap cowok yang menjadi pacar Naya akan mati dengan menggenaskan!’. Sumpah yang lebih mirip kutukan!
“Nay, lo denger gue gak sih?” Cila mengguncang-guncang bahu Naya yang masih sibuk termenung.
“Hah? Gue denger Cil!” jawab Naya sendu.
“Terus kenapa diam aja?”
“Gue gak diam! Gue lagi ceritain narasi ke pembaca!” sahut Naya sambil merebahkan kepalanya ke meja kayu nan buluk itu.
“Apa sih? Gaje..” sungut Cila.
“Lo kan udah tau ceritanya Cil, dia musuhin gue gegara di tolak Jimmy.”
“Iya maksudnya, gimana cara Jimmy nolak sampai dia sedendam itu sama lo?”
“Gue gak tau. Itu masih menjadi misteri hingga sekarang.”
Cila menghela napas lelah mendengar jawaban unfaedah temannya itu. Tuh anak malah dengan santainya rebahan di paha Cila. Cila mengusap rambut sohibnya yang sedang galau itu. Ia tahu secuek apapun Naya, ia pasti tengah terguncang. Baru beberapa bulan yang lalu Raka meninggal karena tabrak lari sampai isi kepalanya nyaris keluar. Sekarang Lian juga meninggal dengan cara yang sama menggenaskan. Ia ditemukan tewas di kamar kosnya dengan mulut berbusa.
Kurang dari setengah jam kemudian mereka berdua sudah nyasar ke Fakultas Teknik. Cila mendongak memperhatikan gedung empat lantai itu lalu beralih menatap Naya dengan bingung.
“Kita ngapain ke sini Nay? Cari cowok ya?” tanya Cila penasaran.
“Betul banget! Kita cari cowok!” jawab Naya mantap.
“Astaga Nay, cowok lo baru meninggal seminggu lalu. Lo bahkan masih dalam masa iddah..” pekik Cila menatap temannya tak percaya.
Naya langsung menyentil jidat Cila gemas, “Gue ke sini bukan cari pacar! Gue cari cowok, si Jeno! Udah lo ikut aja, gak usah banyak komplain!”
Naya menarik tangan Cila hingga akhirnya mereka sampai ke ruang komputer, tempat favoritnya Jeno.
“Tuh kan, gue yakin tuh anak kalau jam istirahat pasti di sini bukan di kantin!” gumam Naya sambil masuk tanpa permisi.
“Jeno!” sorak Naya gak ada manis-manisnya.
Jeno yang sedang sibuk dengan laptopnya terlonjak kaget dan kesal begitu melihat Naya dan Cila, dua temannya yang biang ribut.
“Lo kebiasaan ya Nay, masuk gak ngucap salam! Kaget gue tau gak!” sungut Jeno.
“Ya udah, gue balik ke pintu!”
“Ah, telat lo!” sambar Jeno.
“Sekarang bilang aja, apa maksud dan tujuan lo datang ke sini? Gak mungkin kan kalian panas-panasan melintasi rektorat dan lapangan sepakbola cuma karena kangen sama gue?”
Naya menarik kursi dan duduk di samping Jeno. Ia cengengesan sambil memamerkan barisan giginya yang rapi kepada Jeno. Sedangkan Cila lebih memilih nangkring di meja.
“Gue pakai mobil ke sini Jen!” jawab Naya bikin kesal.
Jeno memutar bola matanya kesal.
“Gue mau minta bantuan lo Jen. Begini..” Naya langsung memaparkan panjang lebar maksud kedatangannya.
Jeno hanya mengangguk-angguk menimpali. Sementara Cila tampak ingin menyela tetapi selalu gagal karena Naya terlalu bersemangat.
“Oke gue bisa!” tanggap Jeno akhirnya, “Tapi ada hasil ada reward Nay!”
“Pasti! Gue akan bayar lo sepadan dengan usaha dan hasilnya. Berapa lo taruh harga?” tanya Naya.
“Gue gak mau duit. Gue mau ini!” Jeno membalikkan layar laptop dan memperlihatkannya ke Naya.
Naya langsung melotor begitu melihat apa yang diinginkan Jeno. Sebuah laptop terbaru dengan spek tinggi!
“Gila! Kompeni lo! Itu jajan gue dua bulan Jeno!” protes Naya begitu melihat harganya.
“Lo sadar kan misi yang lo kasih rumit? Ini sepadan Nay. Lagian apalah artinya duit segitu bagi seorang Naya? Tinggal minta mami langsung dapat itu mah!” sindir Jeno.
“Oke deal! Asal bisa lo kasih hasilnya sebelum sebulan!” putus Naya akhirnya.
“Dua minggu Nay! Itu janji gue!” balas Jeno dengan yakin.
Naya mengangkat kedua jempolnya sambil kembali menyeret Cila meninggalkan sarang Jeno.
“Lo yakin mau lakuin ini Nay?” tanya Cila sambil berusaha melepaskan genggaman Naya. Ia bukan bocah yang harus diseret-seret.
“Yakin Cil! Gak ada yang namanya kebetulan itu terjadi dua kali! Dan gak ada juga yang namanya kutukan sialan itu!” jawab Naya dengan sorot mata geram.
***
Dua minggu berlalu Jeno benar-benar membawa kabar bahagia. Ia bahkan rela mendatangi kliennya sebagai bentuk service excellent. Jeno sudah menunggu Naya di taman kampus Fakultas Ekonomi, kampusnya Naya.
Jeno adalah teman Naya dan Cila sejak SMA. Dia itu jagoan IT. Dalam beberapa kasus Jeno juga bisa memposisikan dirinya sebagai mata-mata dan detektif. Pokoknya jika ingin melalukan pekerjaan yang berbau misi rahasia, serahkan pada Jeno. Jeno akan menyelesaikan setiap misinya asalkan bayarannya cocok.
Sambil menunggu para gadis datang, Jeno berselancar di dunia maya. Tentu saja setelah berhasil membobol password wifi fakultas ekonomi. Tak lama Naya dan Cila datang. Mereka bergidik jijik melihat tampilan Jeno.
“Mending lo copot kacamata itu deh Jen! Lo lebih mirip tukang pijit ketimbang detektif!” ucap Naya begitu melihat properti yang sedang bertengger di hidung Jeno yang tidak seberapa itu.
Jeno mendengus kesal, “Lo pernah diajarin baca salam gak sih waktu kecil?” balas Jeno.
Naya hanya merenggut, “Jadi gimana hasilnya?”
“Lo tonton ini dulu!” ujar Jeno menggeser laptopnya kepada Naya. Cila ikutan merapat karena penasaran.
Naya dan Cila saling berpandangan, bingung dengan video rekaman CCTV yang hanya menampilkan kendaraan yang sedang lewat.
Lalu Jeno beralih kepada video kedua yang hanya menampilkan jalanan komplek dengan dua buah mobil terparkir di pinggir jalan.
“Ini maksudnya apaan sih Jen?” tanya Cila menggaruk-garuk kepala.
“Lo juga gak paham Nay?” tanya Jeno.
Naya menggeleng.
“Otak kalian isinya apa sih?” gerutu Jeno.
“Si Juwi yang IPK-nya 3,9 juga gak bakalan ngerti sama video ini!” balas Naya emosi. Ia tidak terima kapasitas otaknya dipertanyakan.
Jeno menghela napas, “Oke, gue jelasin. Gue putar lagi ya video yang pertama. Gue slow motion.” Jelas Jeno sambil kembali memutar video pertama.
“Video ini adalah rekaman CCTV yang berhasil gue dapatkan dari toko yang jaraknya paling dekat dari lokasi kecelakaan Raka. Sekitar 10 meter. Gue udah cocokin lokasi dan harinya sesuai info dari lo. Lo lihat mobil ini baik-baik Nay!” Jeno langsung mem-pause video saat sebuah mobil SUV berwarna hitam melintas.
“Buram Jen!” protes Naya.
“Gue tau lo bakal komplain tentang itu, makanya gue udah siapin amunisi. Gue udah screen shoot, dan udah mengedit gambarnya menjadi kualitas yang lebih tajam.”
Jeno memperlihatkan sebuah foto yang lebih jelas. Kini bahkan nomor plat kendaraan mobil itu tampak jelas.
“Lo ingat baik-baik ya Nay tampilan mobilnya. Sekarang kita pindah ke video yang kedua!” Jeno mengganti videonya.
“Apa yang lo lihat?”
“Jalanan sepi?” celetuk Cila. Jono membalas dengan lirikan cemooh.
“Mobil yang tadi ini kan Jen?” Naya menunjuk mobil yang lokasinya paling dekat dari kamera CCTV.
“Ternyata otak lo lebih berisi di banding Cila!” puji Jeno. Kini gantian Cila yang melirik sinis Jeno.
“Itu rekaman CCTV dari rumah tetangga kosan Lian. Lo bisa menghubungkan benang merahnya?” pancing Jeno.
“Artinya kematian Raka bukan kecelakaan biasa dan kematian Lian bukan karena bunuh diri kan Jen? Dia dihabisi oleh orang yang sama? Lo udah nemuin info pemilik mobil ini juga kan?” tanya Naya penuh harap.
Jeno mengangguk, “Tepat! Terlalu aneh jika kita menganggap ini kebetulan. Gue udah cari info pemilik mobil itu.”
“Kendaraan itu terdaftar atas nama seorang bapak. Tapi anaknya adalah cowok yang sedang bucin berat sama mantan sohib lo, Alexandra! Eksekusinya memang sadis, tapi dia amatiran! Jelas Jeno.
“Gila! Gak nyangka gue! Ternyata yang gue khawatirin selama ini benar!” lirih Naya. Ia tiba-tiba merasa ngeri pada sisi psikopat Sandra.
“Tapi bukti yang kita pegang ini gak cukup untuk menyeret mereka ke penjara Nay. Mereka bisa aja kompak mengarang alibi. Satu-satunya cara, lo harus membuat Sandra mengaku sendiri! Lo lihat sendiri kan, bahkan wajah cowok bucin bin b*go itu gak kesorot CCTV. Kita jadi gak bisa menekan cowok itu!“
“Rekaman pertama juga gak memperlihatkan secara langsung mobil itu nabrak Raka. Gue udah cek semua bangunan di lokasi itu, sayangnya Raka ditabrak di area yang gak kepantau CCTV. Saat ini kita hanya menduga-duga Nay!” jelas Jeno lagi.
Naya begitu kesal dan frustasi. Andai saja posisi CCTV di arah yang berlawanan, mereka pasti bisa melihat cowok itu keluar masuk mobilnya dan bisa mengintimidasi dia.
“Ini udah lebih dari cukup untuk mengobati rasa penasaran gue Jen! Sisanya biar gue yang selesaiin. Thanks atas infonya ya Jen. Bayarin lo akan kita kasih nanti sore pulang kuliah.” Ujar Naya.
“Sip!” jawab Jeno singkat seraya membereskan laptopnya.
“Tapi gue salut Jen, kok lo bisa mendapatkan rekaman CCTV ini sih? Gimana caranya?” tanya Cila penasaran.
“Ada dong! itu rahasia detektif!” jawab Jeno mengedipkan mata di sela kacamatanya yang melorot.
Cila langsung pose muntah.
Naya termangu begitu melihat Sandra dan dua dayangnya berjalan sambil cekikilan di lorong.
“Gue gak nyangka San, cewek selembut lo bahkan bisa lebih kejam dari iblis cuma gara-gara patah hati!” gumamnya sedih.