Telpon

809 Kata
"Gimana perusahaan, Bang?" Adam mengalihkan perhatiannya dari nasi goreng yang didepannya, ia melirik, " Sejauh ini bagus." jawab Adam singkat. Ayah mengangguk, "Kata Ardi kamu kemarin terlambat waktu rapat. Tumben?" "Bangun kesiangan, Yah." jawab Adam singkat. Kemudian Adam baru ingat tentang keinginannya untuk dibawa lagi Hanin. Laki-laki itu menegak satu gelas air putih lalu menatap Bundanya. "Bun, aku kemaren lusa ketemu Hanin." Bunda menoleh cepat, melihat, selalu berbinar setiap mendengar kabar tentang perempuan yang sudah ia anggap anak sendiri itu, "Di mana?" "Di hotel. Waktu aku rapat sama Pak Surya," "Terus-terus?" Adam diam sesaat. Ia menimbang-nimbang apakah tidak mau menceritakan tentang peristiwa ia dan cowok b******k berkelahi? "Aku liat dia lagi sama tunangannya. Kayaknya hubungan mereka gak semulus yang aku kira," "Emang mereka kenapa?" "Ya gitu," jawab Adam singkat. "Gitu gimana sih ?!" Bunda meminta Adam untuk menjawab pertanyaannya. Ayah yang berbicara suara cempreng Bunda langsung ikut andil dalam pembicaraan, "Kepo amat, Bun." Bunda mencebik, "Ayah tau kan, Bunda emang sesayang itu sama Hanin. Dari dulu yang Bunda pengen jadi kenal Abang ya Hanin. Tapi Abang aja yang gak becus, Haninnya jadi lari." Sekarang gantian Adam yang mencibir tetapi tidak bisa menjawab sendiri karena apa yang disetujui memang benar persen. "Bun, apa aku mau mendeketin Hanin lagi gimana?" Sontak Ayah dan Bunda tersedak bersamaan. Melihat itu, Adam langsung mendengus. Itu tahu akan ada sesi lebar dari orang tuanya itu. Tinjau Hanin adalah anak kandung mereka yang sebenarnya sedangkan Adam hanya anak pungut yang diambil orangtuanya dari tempat pembuangan sampah. // Jam pilih pukul 10 malam kompilasi Adam pulang dari rumah Regan. Ya, Sudah selesai-tahun mereka lulus sekolah, tapi pertemanan mereka awet hingga sekarang. Ia membuka kemejanya dan melempar ke sembarang arah lalu merebahkan ganti di tempat tidur king size di apartemennya. Ia menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya mengelupas untuk disetujui oleh Hanin yang tidak ada kemajuan. Memang benar, berteman adalah alasan yang tepat untuk memulai hubungan dengan Hanin walau Adam mau lebih dari itu. Tapi tentu saja tidak mudah karena Hanin sudah memiliki tunangan. Ah, andai saja Adam tidak memperhatikan si Hailey. Mungkin sekarang sudah menikahi Hanin, sudah bergelut dengan perempuan itu di ranjang. Adam melepaskan. Sialan. Pikiran kotornya semakin menjadi karena Regan yang selalu bercerita tentang kehidupan pernikahannya bersama Anya. Adam megambil ponselnya dan membuka kontak Hanin di w******p. Ia memandangi foto profil Hanin. Perempuan dengan rambut kecoklatan itu tersenyum ke arah Kamera dengan memakai kacamata. Adam ikut tersenyum melihat foto itu. Bodoh sekali dia keluar perempuan secantik Hanin hanya demi nafsu saja. Baru Adam keluar dari foto profil Hanin, layarnya berganti menampilkan pintu masuk dari Hanin. Tumben sekali perempuan itu meneleponnya. Adam mengernyit sesaat sebelum jarinya memencet tombol hijau. "Hanin?" panggilnya. Tidak ada suara apa pun dari ponselnya. Apakah Hanin salah orang atau hanya kepencet? "Nin?"  Terdengar suara aneh dari telepon, Adam mencoba menajamkan pendengarannya. Keningnya mengkerut semakin dalam kompilasi ia baru sadar ada suara perempuan yang mencoba berteriak seperti tertahan, seperti ada yang membekapnya. "Hanin? Halo? Hanin?" Adam panik. Ia berdiri dan mengambil jaketnya kemudian berlari ke arah lift. Ditengah-tengah perjalannya menuju mobil, telepon dari Hanin terputus membuat ia semakin kalut. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sampai di depan rumah Hanin, Adam langsung masuk dan mengetuk rumah Hanin tidak sabaran. "Bang? Ngapain lo?" tanya Reno sewot. "Hanin mana?" Reno mengangkat alisnya tinggi-tinggi, "Ngapain dateng-dateng kesini nyari Hanin?" "Cepet, anjir. Kasih tau dimana Hanin!" bentak Adam. Reno yang merasa ada yang tak beres akhirnya menjawab jujur. "Gak ada dirumah. Dia lagi ke rumah Bang Alfin." Setelah memberi tahu alamat lengkapnya, Adam mengembalikan terimakasih dan mengalihkan menuju kesana. / / Adam Membuka pintu rumah ber-kucing putih yang tidak dikunci kemudian langsung masuk. Ia sengaja tidak memunculkan suara apapun karena-- Demi Tuhan, firasatnya tidak enak mengenai isi rumah isi. Benar saja dugaan Adam. Ia mendengar suara berisik yang Adam duga dari lantai atas. Ia menaiki tangga dan menemukan satu kamar dengan pintu tertutup. Adam mencoba menguping. Kemudian Suara Hanin yang sedang memekik tertahan dibuka langsung dibuka. Namun, pintu diselesaikan dari dalam. Adam langsung mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu. Dan dengan sekali dobrakan, ia berhasil memasuki kamar itu. Mata Adam menyalang melihat Hanin yang sudah bulat dengan b******n Alfin yang menggerayangi tubuh mantan kekasihnya itu. Ia berlari kemudian meloncat dan menghasilkan tendangan tepat di kepala Alfin membuat pria itu jatuh dari tempat tidur. Memanfaatkan waktu selama menunggu Alfin sadar dari tempat yang terjadi, Adam menyuruh Hanin menyingkir dari sana dan mengambilnya. Adam kembali maju dan memberikan bogem mentah di rahang Alfin. Alfin segera membalas dengan menendang lutut Adam hingga Adam terlempar mundur. Perkelahian itu tidak berlangsung lama karena Hanin yang entah bagaimana melakukan tiba-tiba sudah tiba di belakang Alfin langsung melempar botol alkohol ke kepala tunangannya itu hingga Alfin langsung roboh tepat sesuai dipasang. Melihat lawannya sudah tumbang, Adam menarik tangan Hanin untuk lari keluar rumah. Beruntung Hanin sudah memakai kemeja hitam yang cantik Adam tebak itu milik Alfin. Adam membukakan pintu mobil untuk Hanin kemudian mulai membuka. Adam berniat mengembalikan Hanin langsung ke rumah cewek itu, namun demikian Hanin yang masih menangis tersedu-sedu disampingnya itu pasti tidak siap menerima pertanyaan apa pun dari mana saja. Jadi Adam memilih mengendarai mobilnya menuju apartemen Adam. //
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN