Kenyataan

922 Kata
Hanin menangis tersedu-sedu hingga setengah jam lamanya. Tubuh perempuan itu dibalut selimut milik Adam. Tidak tega melihat Hanin yang menangis terus-terusan, Adam memilih mendekat Ia menikmati teh hangat di nakas dan duduk di tepi ranjang. Ia melihat mata Hanin yang sembap dan sayu. Adam memang belum tahu keseluruhan cerita yang sebenarnya. Namun bagaimana b******n Alfinakukan Hanin tadi, ia tahu pasti Alfin memilih yang tepat untuk disetujui percaya pada hidup Hanin. Kepala Adam kembali mengingat Hanin yang lebih diperkosa oleh pria itu jika ia sedikit melupakan Hanin. Hanin sesenggukan. Ia bahkan tak berani mendongak menatap Adam. Ia berkali-kali memutarkan air sambil memecah satu butir terhapus diganti lagi dengan butir-butir lain yang seperti berrebut untuk segera jatuh ke pipi Hanin. Hanin diangkat, kemudian mencoba tersenyum ke Adam. "Aku jelek banget, ya, kalau abis nangis gini?" canda Hanin sambil tertawa Tapi suaranya masih mendengar serak dan terbata-bata. Adam mengangguk, "Iya. Jelek banget. Berhenti dong," Kemudian Hanin mengerucutkan bibirnya membuat Adam terkekeh. Hati Adam semakin berat melihat Hanin yang sulit seperti ini. Ia berjanji akan membalas dendam kepada Alfin karena merendahkan gadisnya. "Mau cerita sesuatu?" tawar Adam. Hanin menggelengkan, lalu sedetik kemudian ia kembali menenggelamkan wajah di telapak memulihkan dan menangis lagi. Adam langsung mendekat dan menarik tubuh Hanin untuk dipeluknya. Demi apapun di dunia ini, Adam tidak bisa melihat Hanin seperti ini. Hanin yang terus-menerus menangis semakin ingin membunuh Alfin. Adam mengusap punggung Hanin, "Jangan nangis." Hanin yang mendengarnya semakin menangis di Adam membuat jaket yang dipakai Adam basah. Adam dapat merasakan Hanin menghela nafas yang berat dipelukannya. "Ini bukan kali pertama Alfin giniin aku," Usapan yang diberikan Adam pada punggung Hanin seketika berhenti. "Aku--" "Kalau gak siap cerita, gak papa gak usah cerita dulu." katakanlah Adam mencoba mengatasi Hanin. Walau pikiran lelaki itu juga perlu ditenangkan karena masih syok. Hanin menggeleng. Malam itu, pukul 12 malam, Hanin yang berada dipelukan Adam menceritakan segalanya. Hanin bercerita mengenai awal pertemuannya ketika Hanin dikenalkan oleh sang Mama dengan Alfin. Mamanya bilang Alfin adalah ahli waris rumah sakit yang sekarang menjadi tempat koas Hanin. Awalnya, semuanya berjalan baik. Alfin menunjukkan segala sesuatu yang membuat Hanin tersentuh hingga mampu melupakan Adam. Alfin begitu baik hingga Hanin sering bertanya-tanya mengapa ada laki-laki sebaik Alfin. Kemudian semuanya mulai berubah ketika suatu malam, Alfin tiba-tiba meminta Hanin untuk memuaskannya. Bayangkan saja bagaimana jadi Hanin. Selama ia kenal Alfin, Alfin tidak pernah selancang ini. Mereka hanya berciuman itupun tidak sesering yang dilakukan Hanin dan Adam dulu. Jelas saja Hanin langsung menolak. Ia bahkan sempat mengira Alfin sedang mabuk namun tidak ada bau alkohol dari nafas Alfin ketika mereka berciuman. Alfin memaksa Hanin untuk berjongkok didepannya yang sedang duduk di tepi ranjang. Hanin menangis. Hanin menolak bahkan sampai berani menendang-nendang Alfin tetapi Alfin mengancamnya. Alfin bilang ia akan mencabut perjanjian mereka dimana isi perjanjian tersebut adalah peresmian pengangkatan Hanin menjadi dokter tetap di Rumah Sakit milik Alfin. Malam itu, untuk pertama kalinya Hanin merasa begitu berdosa dan jijik dengan dirinya sendiri karena mengambil keputusan yang salah. Ia menuruti permintaan Alfin yang ternyata semakin hari semakin sering Alfin meminta Hanin untuk melakukannya. Belum lagi dengan Alfin yang mulai berani main tangan kepada Hanin. Tidak hanya satu kali dua kali Alfin menjambak dan memukul Hanin. Hingga malam ini, dimana Alfin meminta keperawanan Hanin dengan cara paksa. Hanin benar-benar menangis dan memohon agar Alfin tidak melakukannya. Ia berkali-kali menampar Alfin agar sadar apa yang dilakukan laki-laki itu. Tapi Alfin tak kunjung mengerti. Alfin berhasil melepaskan semua kain yang melekat di tubuh Hanin. Mata Alfin semakin menggelap setelah berhasil melihat tubuh telanjang Hanin untuk pertama kalinya. Seringai yang Alfin tunjukkan membuat Hanin ketakutan namun Alfin tak peduli. Sampai ketika Alfin sudah siap menerobos milik Hanin, Adam datang dan menghancurkan segala fantasi Alfin. Sekarang Adam tahu alasan kenapa Alfin memanggil Hanin dengan sebutan 'jalang'. Ini adalah latar mengapa semuanya terjadi. Mengapa Hanin terlihat ketakutan dan tidak ada pancaran bahagia ketika bersama Alfin, Adam sudah tahu alasannya Hanin menangis sesenggukan di pelukan Adam. Perempuan itu takut Adam jijik kepadanya dan memutuskan meninggalkannya. Melihat Adam yang diam saja selama Hanin bercerita membuat Hanin semakin percaya dengan dugaannya. Apakah Adam risih dengan Hanin sekarang? Karena Hanin-nya yang dulu sudah bukan Hanin yang polos? Tubuh perempuan itu bahkan sudah pernah dipegang oleh lelaki lain. Adam melepaskan pelukan mereka dan melihat Hanin yang memancarkan sorot malu. Melihat itu, hati Adam semakin berat. Dadanya sesak mengetahui semua kenyataan ini. Adam tidak bisa membayangkan Hanin diperlakukan oleh laki-laki seburuk itu. Bahkan selama 5 tahun mereka berpacaran, Adam tidak pernah melakukan kekerasan kepada Hanin. Hanin-nya yang dulu ia ajak berciuman saja susah, sekarang dengan brengseknya si b******n Alfin malah menyuruh Hanin untuk memuaskan b******n itu? Nafas Adam memburu. Keinginannya untuk membunuh Alfin semakin kuat. "Hanin?" Hanin mengangkat wajahnya pelan. Ia benar-benar takut dengan apa yang akan dikatakan Adam. "Putusin b******n itu. Balik sama aku," ujar Adam dengan sorot mata meyakinkan. Hanin menatap mata Adam, "Kamu gak jijik sama aku? Aku.. Aku udah pernah.. m-me--' Adam langsung merengkuh Hanin ke pelukannya. Menciumi puncak kepala yang dulu selal menjadi favoritnya. Hanin langsung diam. Air matanya kembali merembes ke pipinya. Adam menggeleng di atas kepalanya, "Gak cuman kamu yang pernah melakukan kesalahan. Aku juga sama." Adam mengecup puncak kepala Hanin sekali lagi, "Kamu gak pantes sama sama b******n yang gak bisa menghargai kamu kayak Alfin. Putusin dia Hanin," pinta Adam. Hanin menggeleng, "Gak semudah itu, Dam. Aku punya perjanjian sama dia--" "Pikirin karier kamu nanti. Yang sekarang harus kamu lakuin adalah berhenti berhubungan sama psikopat itu." "Tapi mama?" "Biar aku yang jelasin ke mama kamu." "Dam, aku gak mau mama kecewa karena aku gak jadi nikah sama dia." "Mama kamu pasti bisa ngerti, Nin. Dia pasti lebih sakit hati karena selama ini kamu bersikap seolah-olah bahagia sama Alfin." Hanin diam. "Percaya sama aku. Kita lewatin semuanya bareng-bareng." //
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN