Memang benar Hanin sudah memutuskan untuk berpisah dengan Alfin, meski belun terrealisasikan sampai sekarang. Tapi bukan juga Hanin akan mengiyakan ajakan Adam untuk kembali bersamanya.
Apa yang dipikirkan Adam hingga kemarin ia berjuang-beraninya mengirim pesan terus-menerus layaknya remaja sedang melakukan meminta?
Ah, harusnya Hanin tidak lupa bahwa Adam adalah manusia yang paling tidak suka menyia-nyiakan kesempatan. Tahu bahwa Hanin akan melepas status dengan Alfin, tentu Adam langsung bergerak.
Seperti pagi ini, Hanin yang baru bangun sudah mendapat pesan masuk dari Adam.
Adam: Nin, jadi nemuin Alfin hari ini?
Pesan itu dibalas Hanin dengan satu kata; iya. Kemudian dibalas lagi dengan Adam yang diperhitungkan Adam akan ikut Hanin untuk diundang Alfin dengan alasan tidak ingin Hanin mengapa-kenapa.
Dan disinilah Hanin sekarang.
Di mobil lelaki yang berstatus sebagai mantan kekasihnya dengan memakai kemeja hitam digulung yang mampy membuat Hanin menahan nafas sesaat karena melihat kadar ketampanan Adam yang semakin menjadi.
"Udah sarapan?"
Hanin mengangguk.
Adam mengetuk-ketuk aduk mobil dan menjalankan gas perlahan, "Temenin aku cari sarapan, ya?"
Tanpa izin Hanin, Adam membelokkan ke warung tenda nasi pecel yang membuat Hanin berdecak malas. Adam membawa mereka ke tempat yang dulu sering mereka datangi jika tidak sempat sarapan dari rumah.
"Pak, nasi pecel satu. Banyakin kerupuk-nya,"
Sang pedagang yang meminjam sekitar 60-an itu menoleh, "Lohala, le? Kemana aja baru mampir kesini?"
Adam tersenyum sopan, "Iya, Pak. Abis kuliah di luar."
Kemudian sang pedagang menoleh pada perempuan yang duduk di kursi panjang, "Masih sama cah ayu?"
Hanin yang mendengar pembicaraan itu jadi menoleh. Bukan karena ia memang cantik, tapi karena memang Pak Darto - pedagang nasi pecel itu dari dulu ditangkap Hanin dengan sebutan 'Cah Ayu'.
Hanin tersenyum namun tidak mengangguk. Kemudian Adam menjawab, "Doain, Pak. Mau saya nikahin,"
Hanin melotot ke Adam yang dibalas Adam kedipan sebelah mata.
Pak Darto langsung tertawa, "Aamiin. Semoga cepet halal, deh."
//
Setelah berdebat dengan Adam maka Hanin tidak ingin ditemani lelaki masuk ke rumah Alfin, akhirnya Adam mengalah.Ia memilih menunggu di mobil sementara Hanin masuk ke rumah.
Alfin menyambut Hanin dengan ramah dan mempersilahkan tunangannya masuk ke dalam. Hanin meremas tangannya merasakan gugup luar biasa. Ia takut Alfin tidak bisa menerima keputusannya dan bertindak sesuatu diluar nalar Hanin.
"Mau minum apa?"
Hanin menoleh "Enggak usah." Nanti lo racunin lagi. "Aku cuma bentar."
Terlihat Alfin mengangguk-angguk dan berjalan mendekati Hanin. Lelaki yang hanya memakai celana pendek dan kaos putih itu duduk di sebelah Hanin.
"Mau ngomong apa Hanin?"
Sempat hening beberapa saat membuat Alfin semakin menatap dalam kepada perempuan didepannya yang terlihat gugup.
"Mas, kita putus aja."
Hanin melirik Alfin lewat ekor matanya, lelaki itu diam menatap Hanin datar dan tak bergeming membuat Hanin was-was. Detik berikutnya tiba-tiba Alfin memasang senyum di wajahnya, "Kenapa? Karena kamu mau balik sama mantan kamu?"
Hanin menggeleng cepat, "Gak ada hubungannya sama dia. Aku cuman ngerasa kita gak cocok aja." Gue muak sama kelakuan lo.
Hanin bergidik mengingat betapa kotor tubuhnya semenjak ia mengenal Alfin. Laki-laki itu benar-benar b******k.
"Apa kamu gak ingat perjanjian kita?"
"Aku ingat, Mas. Tapi aku rasa aku gak masalah kalau gak bisa jadi dokter di RS kamu."
Alfin mengangguk-angguk, matanya mengedarkan pandangan seperti mencari alasan.
"Mengenai rencana pernikahan kita?" tanya Alfin lagi.
Hanin menoleh takut-takut pada Alfin, "Maaf, Mas. Tapi aku bener-bener gak bisa lanjutin ini."
Paham bahwa Alfin kehabisan alasan, akhirnya laki-laki itu menoleh menghadap Hanin dan meletakkan kedua tangannya di bahu Hanin.
"Jujur sama aku. Kenapa kamu tiba-tiba kamu mau pisah?"
Suara Alfin terlihat biasa, namun kecaman mata laki-laki itu membuat Hanin menciut. Alfin selalu bisa membuat Hanin merasa terintimidasi.
Hanin tidak menjawab. Perempuan yang di SMA dikenal disegani oleh orang-orang itu kini menunduk ketakutan. Memikirkan segala cara agar jangan sampai Alfin marah.
"Ini bukan soal ranjang, kan?"
Tidak kunjung mendapat jawaban, Alfin mencengkeram erat pipi Hanin agar mau mendongak menatapnya.
Alfin tersenyum, "Kamu mau aku nerima keputusan kamu buat pisah?"
Hanin perlahan mengangguk. Melirik takut pada Alfin.
Lelaki itu tak kunjung berhenti tersenyum, "Ada syaratnya. Setelah itu kamu bebas mau pisah dari aku."
Alfin melepaskan cengkramannya membuat pipi Hanin terasa kebas.
"Apa?".
"Puasin aku lagi. Buat yang terakhir,"
Hanin melotot. Ia menggeleng keras atas permintaan lelaki gila didepannya. Melihat penolakan itu, Alfin malah mengusap rambut halus Hanin, "Sekali aja." rayu Alfin.
"Enggak, Mas. Kamu gila?"
"Aku gila karena kamu!"
Tepat setelah mengucapkan kalimat itu, Alfin mendekat dan mencium bibir Hanin. Lembut dan dalam. Tidak ada ciuman kasar dan tergesa-gesa. Lelaki itu mencoba membuai Hanin dalam lumatannya.
Perlahan, Alfin menarik lengan Hanin menyuruhnnya duduk di karpet, memaksa bahu Hanin agar mau turun ke bawah.
"Puasin aku atau aku ambil virginity kamu sekarang juga."
Hanin panik. Ia yang duduk di karpet sedangkan Alfin yang berada di sofa dengan tangan yang sibuk membuka resleting membuat Hanin benar-benar panik. Hanin merogoh ponselnya yang ada di saku. Sebisa mungkin pergerakannya tidak diketahui Alfin. Benda yang berdiri tegak mengacung itu berada tepat di wajah Hanin. Membuat Hanin ingin menangis karena kembali berada di posisi ini.
Hanin harus berbuat sesuatu.
Tangan kanan perempuan itu bergerak menyentuh p***s Alfin. Dengan sedikit bergetar, ia mencoba membuat Alfin terlena "Ahh.."
Desahan menjijikkan keluar dari mulut Alfin. Sadar bahwa lelaki itu sedang memejamkan mata keenakan dengan kepala disandarkan pada sofa, Hanin tangan kiri Hanin bergerak lincah diatas layar ponsel memencet nomor telepon Adam walaupun sedikit kesulitan karena menggunakan tangan kiri.
"Nin.. Masukkan ke mulut--ahh"
Satu tetes air mata keluar dari mata Hanin. Memuaskan laki-laki yang tidak ia cintai tentu membuatnya merasa seperti jalang. Ia ingin membunuh laki-laki didepannya.
Alfin menunduk ke bawah membuat Hanin cepat-cepat menyembunyikan ponselnya. Mungkin Alfin tidak sadar jika Hanin sudah bermain ponsel. Laki-laki itu kemudian menarik kepala Hanin untuk mendekat dengan kejantanannya dan memasukkan benda miliknya ke mulut Hanin.
Hanin kelabakan. Ia hampir saja menggigit benda yang berada dalam mulutnya kalau ia tidak ingat bahwa Adam akan segera datang menolongnya. Hanin memejamkan mata berusaha menahan tangisnya.
Di sisi lain, Adam yang sudah memberi pesan kepada Hanin untuk meneleponnya jika sesuatu yang buruk terjadi padanya langsung panik mendapat panggilan masuk. Tidak butuh waktu lama hingga tiba-tiba pintu didobrak dari luar dan sosok Adam mendekat membuat Hanin langsung berdiri menjauh dari Alfin.
Adam menoleh pada Alfin yang wajahnya memerah. Mungkin karena menahan kesal o*****e pertamanya hari ini diganggu. Adam maju mendekat pada Alfin dan mencekik leher cowok itu, "Udah berapa kali gue bilang ke lo kalau Hanin bukan b***k seks lo?"
Pertanyaan itu dilontarkan Adam dengan nada pelan. Tidak keras dan tidak membentak. Namun siapapun yang mendengar pasti tahu bahwa Adam sudah siap memanggil malaikat pencabut nyawa untuk lelaki yang saat ini dicekiknya.
Kemudian pukulan keras Adam berikan di pipi Alfin.
"Mati lo, b*****t!"
Kemudian sekarang yang menjadi sasaran bogem mentah Adam adalah rahang Alfin. Adam benar-benar seperti orang kesurupan dan Hanin tidak berniat menghentikannya. Alfin sudah akan melayangkan pukulan ke perut Adam namun gagal karena Adam lebih dulu melempar tubuh Alfin ke atas meja kaca di ruang tamu membuat suara pecahan kaca langsung terdengar nyaring.
"Bahkan neraka aja gak bakal mau nerima lo!" teriak Adam pada Alfin di bawahnya.
Hanin yang melihat Alfin yang menggelempar sudah pingsan di atas pecahan kaca akhirnya langsung mendekati Adam. Memohon pada laki-laki itu untuk menyudahi pertikaian mereka.
"Ini yang terakhir gue liat lo ada di depan mata gue sama Hanin. Ngerti?"
Adam menyeret lengan Hanin untuk keluar meninggalkan Alfin yang tergeletak dengan sebagian wajah yang berdarah pecahan kaca.
**