03: kebenarannya

2707 Kata
Chapter 03: Kebenarannya    Joel jadian dengan Jihan semua berawal ketika Hana—manusia yang paling enggak bisa diandalkan dalam hal apapun, yang terlalu semerdekanya sendiri—pergi dengan lelaki yang dipanggil Ical itu, meninggalkan Joel didalam kadang berisi perempuan gila.   Oke, Joel tahu dia itu tampan, ketampananannya enggak perlu di pertanyakan, Mas Kulin mah kalah. Namun, setelah 16 tahun dia hidup di dunia, baru kali ini dia mengalami kejadian super ga enak kaya gini karena wajahnya.   Lapar tapi enggak bisa keluar karena cewek-cewek berbedak tebal serta bergincu pink itu seolah memenjarakan dirinya.   Pengennya sih Joel teleport aja kalo bisa mah, ini mah engga. Sebenernya tujuan awal Joel menahan Hana adalah agar Hana bisa mengusir perempuan-perempuan itu, dan nanti Hana bisa mengantarkannya ke kantin, secara Hana kan galak. Tapi sayang kenyataan enggak bisa berjalan lurus dengan angan-angannya. Hana enggak bisa berkutik ketika perempuan-perempuan itu mulai menyerbunya.   Perut Joel berguncang, cacing-cacing disana pada demo sementara cewek-cewek itu masih menghujaninya dengan pertanyaan yang Joel enggak paham artinya. Joel cuman mengangguk-anggukan kepalanya saja ketika disuruh menanggapi, apaan dah dia ga ngerti jadi iyain aja biar cepet.   Tiba-tiba saja datang seorang perempuan yang menyobot antrian seenak jidatnya, menimbulkan beberapa tatapan tajam dari orang-orang yang dia serobot. "Joel," cewek itu menyodorkan sebungkus coklat yang merknya asing buat Joel. Mata Joel otomatis berbinar melihat coklat itu. "a-aku suka sama kamu Joel. Tolong terima coklatnya dan jadian denganku."   Joel menyambar coklat di tangan perempuan yang enggak dia tahu namanya itu—Karena sumpah demi kolor pinknya Patrik, Joel laper banget. "Makasihh," dia membuka bungkus coklat itu.   Bodo amat yang penting makan.   Wajah perempuan bernama lengkap Jihan Virgiany itu memerah. Enggak menyangka menembak cowok akan semudah ini.   "WAAAAA SELAMAT JIHANN!"   "Cie jadiannn."   Ah persetan dengan jadian, Joel mah lebih peduli dengan coklat yang dia makan. Nah gini dong, seharusnya ketampanannya berguna.   Jihan langsung duduk disamping Joel, enggak memperdulikan orang-orang yang berdecak iri atau menyelamatinya. Ah beruntung banget dia hari ini.   "Ehem permisi, ini bangku ku," Hana datang setelah sebagian besar cewek-cewek itu kembali ke kelasnya masing-masing. Tau-tau sudah berdiri disamping Jihan karena hawa kehadiran Hana itu tipis. Kaya enggak kerasa adanya.   Jihan menatap Hana dengan tatapan tajam. Dia mengambil tas Hana dan menjatuhkannya di lantai.   Lah anjir, Hana ngebatin. Untung ga ada laptopnya.   "Hana, lebih baik kamu pindah karena sekarang aku udah jadian sama Joel," ucap Jihan berbangga diri.   Hana menatap Joel yang masih memakan coklatnya. "Joel itu benar? Kamu jadian sama Jihan?"   Joel menoleh dan mengangguk. "Iya."   "Kamu tau ga arti jadian apa?"     Joel menjawab pertanyaan Hana. "Jadian itu, if you get a chocolate from girl, right?"   Hana menghela napasnya. Ah dia males banyak mikir sebenarnya, jadi dia mencari orang yang jago berbahasa Inggris di kelas agar menjelaskan tentang arti jadian pada Joel. Nihil, di kelas ini enggak ada yang bisa dimintai tolong, cowok-cowoknya pada hilang entah kemana. Mungkin nonton bokep berjamaah karena sudah tahu kalau guru Ekonomi enggak akan masuk lagi.   "Jadian itu sama seperti pacar. Kamu tau arti pacar enggak?" tanya Hana. Joel menggeleng. Ah parah! Kata Ibunya bahasa Indonesia Joel udah mending, tapi arti pacar aja enggak tau. Parah!   Hana akhirnya mengeluarkan ponselnya, mengetik kata pacar di kamus ind-ing. Setelah itu dia menunjukan hasilnya pada Joel. "See? Pacar is same with word boyfriend or girlfriend. Aku tanya sekali lagi, kamu beneran jadi boyfriendnya Jihan?"   Joel membulatkan matanya lalu menggelengkan kepalanya. "No!" ia berseru, "im not Ji boyfriend, Hana. Ini salah. A-aku diberi coklat sama dia dan dia bilang jadian denganku, aku terima coklatnya. Tadi aku lapar."   Hana lalu mengambil tasnya. Pengen banget dia ngetawain Jihan selaku tukang drama di kelas atas kejadian konyol ini. Melihat matanya yang sudah basah karena menahan malu serta kesal, adalah pembalasan yang pas karena tadi dia udah ngejatuhin tas Hana. "Udah kan? Semua udah lurus jadi kamu balik ke mejamu. Aku mau tidur. Go away."   "Yea, tolong pergi soalnya ini bangku Hana. Besok coklatnya aku ganti, " tambah Joel.   Jihan enggak mendengarkannya, dia malah berbalik ke arah Joel dan memegang tangannya. "Kamu serius Joel? Kita baru saja jadian tadi, kenapa kamu tega seperti ini mempermainkan perasaanku?! Kamu harus bertanggung jawab! Jangan putusin aku!"   Hah? Joel berusaha mencerna apa yang Jihan ucapkan walaupun enggak sepenuhnya paham. Dia menjawab. "Aku serius. Aku tadi enggak tahu arti jadian atau pacaran, if i know the mean of jadian, i don't want be your boyfriend."   Hati Jihan berasa hancur berkeping-keping, sakit banget sumpah diginiin sama Joel. Sedangkan Hana benar-benar tersenyum lebar diatas penderitaan Jihan hari ini. Jahat emang tu anak.   Jihan berdiri dari bangkunya Hana, menundukan wajah dan tiba-tiba mendorong tubuh Hana. "INI SEMUA GARA-GARA SIA!"   Badan Hana terhuyung, hampir jatuh kebelakang, untung cuman hampir. "Apa ai sia? Yang salah itu Joel karena dia ga sepenuhnya paham sama yang elo omongin, bukan gue. Lagian gue kan cuman meluruskan.”   "ELO YA!" tangan Jihan terangkat, dia bermaksud untuk menampar Hana akan tetapi Joel menahannya.   "Jangan nampar Hana, dia enggak salah," Joel malah menamparkan tangan Jihan ke pipinya. "kamu udah nampar aku. This problem is finished right?"   Sebenernya Jihan masih ingin ngamuk, tapi entah kenapa malah darah yang keluar dari hidungnya setelah tangannya diarahkan untuk menampar pipi Joel tadi. Ingin berkata kasar tapi ngefly. Jadinya setelah tangannya dilepaskan Joel, Jihan pingsan. Temen segengnya auto heboh.   "Jihan jangan pingsannn!" teriak Lily panik, "badan kamu teh gede atuh la. Males ngebawa ke uksnya juga."   Anak pmr di kelas juga datang. "Hana bantuin dong! Jangan maen hp mulu!"   “Males,” jawab Hana dengan tatapan yang masih terfokus pada ponsel. Dia udah duduk dibangkunya sekarang.   “Hana!”   "Dia pingsan karena salahnya sendiri. Bukan salah aku. Ngapain harus aku bantu? Kalian segengkan banyak, ada delapan orang, bisa mereun ngangkat satu orang doang mah," kata Hana yang membuat anak-anak cewek menggelengkan kepalanya.   "Jahat banget sih kamu Hana!"   Hana menatapnya dengan malas. "Emang, baru tau ya kalo aku jahat?” sudut bibir Hana terangkat lalu tertawa meremehkan. “lagian kalian semua kan enggak ada yang nganggap aku temen, ngapain juga aku ngebaikin orang kaya kalian? Aku mau jadi manusia baik juga pilih-pilih kali.”   Temen satu gengnya Jihan langsung mengumpat. Yang di katakan Hana emang bener sih. Enggak ada yang mau menganggap Hana temen dan pasti ujungnya geng Jihan akan menggosip yang enggak-enggak tentang dia. Udah biasa Hana mah.   Hana menganggap 'enggak punya temen perempuan di kelas' bukan masalah yang serius, masih ada temen lelaki dan dua sahabat baiknya yang akan membelanya. Untuk temen perempuan, Imma saja udah lebih dari cukup. Lagian buat Hana temen itu enggak harus banyak, yang penting ada dan bisa selalu menerima apa adanya, bukan ada apanya. Karena yang harus banyak itu duit dan kebahagian, banyak temen enggak bakal ngejamin bahagia juga kan?   Persetan dengan para ciwi yang membencinya, Hana masih bisa hidup tanpa mereka.     Bel pulang sekolah berbunyi, berhubung hari ini hari selasa dan Hana piket semua anak perempuan yang seharusnya piket juga malah pergi pulang. Anak lelaki juga enggak bisa diandalkan piket karena cowok yang piket hari ini sekomplotan dengan Jihan, cowok-cowok futsal yang hobi ngevape itu pasti dikompori Jihan untuk membiarkan Hana piket seorang diri.   Yang pada akhirnya hanya ada Hana dan Joel di kelas. Untungnya sekarang enggak ada perempuan yang datang ke kelasnya lagi.   "Hana kenapa kamu menyapu?" tanya Joel bingung.   Hana menjawab singkat, "Piket."   "Kenapa yang lain enggak membantu?"   Hana menatap Joel kesal. Tapi entah kenapa yang terbayang malah wajah mengerikan milik Ibunya. Inginnya sih Hana marah dan mengatai Joel, berkata bahwa Hana piket sendirian ini karena dirinya. Tapi Hana enggak bisa. Joel adalah amanat dari ibunya yang enggak bisa Hana marahi.   "Enggak apa-apa, aku emang piket hari ini," jawaban Hana membuat Joel menganggukan kepalanya.   Joel lalu berkata lagi. "Oh iya, aku mau ke perpustakaan dulu ya? Mau baca kamus bahasa indonesia."   "Kamu tau perpusnya dimana?" pertanyaan Hana ditanggapi dengan anggukan. Joel tahu karena tadi pagi pak Yopi menunjukan ruangan perpus kepadanya sebelum masuk ke kelas. Kebetulan perpustakaan berada di lantai satu dekat ruang guru.   "Oh oke, hati-hati," kata Hana yang sebenarnya cuman pencitraan. Ah bodo amat lah, lebih baik nyelesain sesapu dulu.   Kelas 10 Ips 2 itu cukup luas, karena Hana sendirian piketnya jadi jadi harus mengangkati bangku ke atas meja sendiri dan menyapunya. Cukup melelahkan memang. Kaya olahraga lagi.   "Hanaaaa, ayo pulang!!" Hana hafal suara ini. Dia tersenyum, ada Imma! Dan pasti ada Ical juga. Seenggaknya masih ada yang peduli sama dia lah.   "Ntar dulu, aku piket," kata Hana.   Imma cemberut. "Kamu piket? Sendirian? Ih mendingan kabur aja."   "Tanggung Imm."   "Yaudah aku bantu ya?" tawar Imma. Ical melepaskan headsetnya. "Ga salah tuh? Katanya capek abis olahraga."   "Tapi ga tega juga kalo si bebek piket sendirian."   "Kesambet apa elo Im?" tanya Hana setengah tertawa. Tau lah, Imma itu manja banget orangnya. Dia hampir ga pernah piket di kelas dan sekarang? Mau ngebantuin? Setan baik apa yang merasuki dirinya?   Ical lalu menaruh tasnya. "Aku aja yang bantu Hana. Kamu duduk aja. Tadi capek kan abis beep tes?" dia berjalan mengambil sapu di belakang kelas.   "Ga usah Cal. Nantinya malah tambah kotor kalo di sapuin sama kamu."   Ical menatap Hana tajam. Kenapa sih orang ini nyebelin banget?! "Mau di gampar ga Han?"   "Ehehe engga deh. Yaudah bantuin ya Cal?"   Imma duduk, sebenarnya dia enggak tega ngeliat Hana piket sendirian—meskipun  udah dibantu Ical tetep aja enggak tega. Pas SMP Hana aja sering bantuin Imma ngerjain hal kecil kaya piket, Imma berasa utang budi sama Hana. Akhirnya Imma turun tangan dan membantu Hana serta Ical sesapu.   Pekerjaan yang dilakukan bersama emang terasa lebih cepat selesai. Hana sangat bersyukur mempunyai sahabat yang baik seperti Ical dan Imma, walaupun kegoblokan mereka suka membuat Hana geleng-geleng kepala dan ikutan g****k juga.   "Yu ah pulang," ajak Imma. "tapi pengen nyoklat dulu ya?"   "Kuy!" sahut Hana dan Ical barengan. Mereka mengambil tas masing-masing dan keluar dari kelas 10 Ips 2 yang sudah bersih itu.   Hana enggak sadar dia sudah melupakan hal penting.     Hana tiduran di kasurnya, badannya udah wangi, perutnya udah kenyang banget karena ditaktir Ical makan mie kocok tadi. Enggak ada tugas, dan Hana benar-benar lega sekarang dia bisa pacaran dengan ponselnya.   Ah ada satu notifikasi pesan dari Ayahnya. "Kak, Joel gimana?"   Padahal Hana baru saja tiduran setelah mandi. Sekarang dia berasa dijatuhi durian tepat diatas kepalanya ketika membaca isi pesan dari sang Ayah.   "ANJIR JOEL MANA?!" Hana langsung berteriak panik. Tiba-tiba dia ingat kalau Joel bilang dia mau ke perpus pas Hana piket.   "Ah g****k, kenapa gue lupa sih? Joel kayanya enggak apal jalan pulang. Anjir kumaha ieu?" Hana panik sendiri, dia mengigiti jarinya. Mana di luar hujan gede.   "Ah udah lah, aing jemput aja. Semoga tu anak masih di sekolah," katanya lalu mengambil payung.   Hana naik angkot ke sekolahnya meskipun jarak sekolahnya enggak begitu jauh dari rumahnya. Sebenarnya kalo lagi normal hanya butuh waktu kurang lebih 15 menit buat sampai ke sekolah. Tapi karena sekarang lagi hujan terus Hana naik angkot yang sopirnya minta ditampar ya otomatis dia lama nyampe ke sekolahnya.   "HANAAA!" teriakan itu terdengar dari pos satpam ketika Hana turun dari angkot. Hana langsung belari kesana, hampir tisoledat. Benar saja disitu ada Joel ditemeni Pak Ajat, satpam di sekolah ini.   Joel langsung menghampirinya dan memarahi Hana dengan bahasa yang enggak jelas selama beberapa menit. Setelah berhenti barulah pak Ajat menjelaskan kepada Hana.   "Oh neng Hana yang ini," kata Pak Ajat, "neng ini tadi cowoknya nyariin. Dia kehujanan dari perpus kesini. Ngomongnya cari neng Hana, tapi kan Hana disekolah ini ada tiga! Hana Destiana, Hana Sinaga, sama eneng. Dia ga tau nama panjang eneng, makannya saya bawa dia kesini."   "Makasih Pakk," ucap Hana sembari tersenyum, hampir mewek juga sebenernya. Hana takut dimarahin sama orangtuanya kalau Joel ga ketemu. Untungnya Pak Ajat yang baik membawa Joel ke sini.   Hana lalu berpamitan pada Pak Ajat, pulang bersama Joel walaupun hujan masih deras. Untungnya Pak Ajat enggak banyak bertanya tentang Joel padanya, mungkin lelah mendengar ocehan Joel dengan bahasa campuran.   Payung yang Hana bawa enggak besar, jadinya Joel hanya memayungi Hana ketika turun dari angkot—karena rumah Hana di komplek perumahan dan angkot enggak bisa masuk nganterin sampe depan rumah—sementara Joel sendiri kehujanan. Romantis sih, tapi gagal karena Hana ga sadar.   Sesampainya di rumah, Hana menyuruh Joel mandi dan dia memasakan mie rebus spesial untuk Joel dan dirinya juga. Setelah Joel mandi dan mienya jadi, Hana dan Joel berbicara empat mata di meja makan.   "Joel maaf," Hana mulai berbicara. "aku lupa kamu masih di Sekolah, biasanya aku pulang bareng sama ImCal sih dan yah gitu, intinya aku lupa kalo aku harus pulang sama kamu. Ngerti ga aku ngomong apa?"   Joel mengangguk, hidungnya tampak merah, matanya juga agak merah karena habis menangis tadi. "Kamu kenapa nangis?" tanya Hana lagi.   Lelaki berbdan badag yang memakai baju hitam itu menundukan kepalanya. "Aku kira kamu di culik orang. Aku cari kamu sampe ke atas, tapi malah ga ada," tangannya bergetar, Hana makin bingung kan. Si Joel ini kenapa?. "a-aku harap kamu jangan ninggalin aku lagi, soalnya aku takut kamu kenapa-kenapa.”   Hana mengangguk. "Iya,, aku janji enggak bakal ninggalin kamu lagi," katanya lalu tersenyum. Gadis itu memegang tangan Joel, "yaudah kalo gitu ayo makan dulu. Maaf aku cuman bisa masakin kamu mie, soalnya bahan makannya ga ada lagi. Tapi kalo kurang atau enggak enak, order dari luar aja ya?"   Joel mulai memakan mie kuah tambah telor dan sosis yang Hana berikan. Rasanya enak, cuman kurang pedes aja. Ah iya, Ibunya Hana pernah bilang kalo Hana enggak suka pedes, wajar kalau dia enggak nambahin pedes ke mie ini.   "Oh iya, kalau boleh aku mau nanya ya?" kata Hana hati-hati. Sebenernya pertanyaan ini ganggu di kepala Hana sejak kemarin, Hana sempet nanya sama ibunya tapi malah suruh nanya ke Joel langsung.   Joel mengangkat kepalanya. “Boleh, Hana mau nanya apa?”   “Kenapa sih kamu pindah ke Indonesia? Bukannya Korea lebih segala-galanya ketimbang Indonesia? Maksud aku dalam bidang teknologi dan lainnya."   Joel menggarukan kepalanya. Bingung sebenarnya harus menjelaskan gimana. Tapi kan Hana perlu tahu keadaannya. "Ini masalah keluarga sih sebenarnya. Ayahku menikah dengan perempuan muda setelah separate with my Mom. Aku merasa kacau saat itu, bingung ikut Dad or Mom, akhirnya aku ikut Dad. But i feel unhappy. Lulus Junior High School pun rasanya merupakan sebuah keberuntungan karena saat itu aku kacau."   Lah kok malah curhat ya? Jadi keingetan Imma, kalo ditanya masalahnya ngejawab enggak malah curhat sepanjang jalan kereta. Tapi udah lah biarin. Biar Joel seneng aja dulu.   "Ohh gitu. Terus kamu kesini kenapa?" tanya Hana lagi. Ya masa iya Joel kesini karena dia ga nyaman tiggal sama Ayahnya doang?   "Itu karena perempuan yang menikah dengan Dad menyuruhku untuk tinggal disini dengan kenalannya, yaitu Ayah dan Ibumu. Katanya aku lebih baik disini, orang Indonesia itu baik-baik, gitu.”   "Emang kamu dulu kenapa? Sampe biar lebih baik?"   "Kataa dia dulu aku seperti orang gila yang stress. Susah diajak ngomong d Hana menahan tawanya mendengar ucapan Joel. Ngaku sendiri ciee, tadinya pengen digituin cuman pasti krik. Joel ga akan ngerti arti cie. Dan lagi kayanya ini bukan masalah yang bisa dijadiin humor.   Akhirnya Hana mengangguk lagi dan memakan mienya. "Ohh oke."   Hana berasa enggak enak juga abis ngedenger kisah Joel, walaupun yah Hana rasa Joel aneh karena dia hancur karena perceraian. Tapi emang enggak semua orang bisa ngehadapin masalah dengan reaksi yang sama. Kalau Joel sebegitunya akibat perceraian, Hana mungkin enggak bakal begitu karena dia peduli asalkan biaya hidupnya tetap ada.   "Ah, aku minta maaf, kemarin aku memperlakukan kamu dengan enggak baik. Tapi semoga sekarang dan seterusnya aku bisa lebih baik dari kemarin, terutama dalam hal yah memperlakukan kamu. Because we’re housemate right?" kata Hana kepada Joel.   Joel menatap Hana enggak percaya karena enggak biasanya Hana banyak bicara kepadanya. Entah kenapa Joel lebih merasa lebih senang melihat Hana yang seperti ini. "Iya Han."   "Sebenernya aku takut banyak masalah yang terjadi setelah kamu tinggal disini. Dan emang benar. Tapi kan itu udah terjadi ya, aku juga ga bisa muter waktu atau nendang kamu ke Korea kan ya. Jadi mulai sekarang apapun masalah yang menimpa kita, hadapi barengan aja. Mulai sekarang ayo kita bertemen seperti biasa," kata Hana lagi. Dia tetep jadi manusia yang nyebelin ternyata. "cuman tetep, jangan pernah bilang kalau kamu serumah sama aku. Kalau ketahuan bisa jadi masalah gede soalnya. Orang Indonesia itu sensitif banget kek p****t bayi, masalah spele aja sering disaltyin."   Joel menganggukkan kepalanya dengan semangat, Hana hanya tersenyum saja sebagai tanggapan. Walaupun yah Hana enggak yakin ucapannya benar dan bisa di praktekan dengan baik, tapi coba saja lah.   "Jadi, mau coba kenalan lagi?" goda Hana sembari nyengir lebar. Dia menjulurkan tangannya. "Hai, namaku Hana Ayanna Zein, inget ya, Hana Ayanna Zein. Umurku 15 tahun, kelas 10 Sosial 2. Panggilnya Hana, jangan yang aneh-aneh. Salam kenal ya Baymax."   "Aku bukan Baymax!" sahut Joel sembari cemberut. Hana masih aja inget kejadian kemarin. Padahal kemarin Joel ngenalin diri dengan bilang Baymax karena terlalu gugup. “Namaku Joel Lee, bukan kaya nama orang Korea asli soalnya Ayahku keturunan Italy. Umurku 16 tahun. Jangan panggil aku Baymax lagi.”   “Terus panggilnya apa dong?”   “Joel.”   “Apa? Baymax?”   “JOEL HANA!”   “BAYMAX!”   “JOEL IH!”   Malam ini yang cukup melelakan dihabiskan Hana dan Joel oleh obrolan hangat, mereka bertukar pikiran, serta mengakrabkan diri. Hana sadar kelas 12 itu enggak sebentar walaupun pasti enggak kerasa. Tapi seenggaknya kalau Hana bisa akrab dengan Joel seperti akrab dengan kedua sahabatnya, masalah dihidupnya akan lebih sedikit. Dan semoga begitu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN