Sinar matahari kini menampakkan sosoknya, seolah menunjukkan bahwa dirinya pergi tidak butuh waktu lama dan kembali lagi, untuk memamerkan sinarnya yang begitu indah di pagi hari ini.
Marsha membuka matanya, hatinya kembali sesak saat mengingat kejadian kemarin yang menimpanya, di mana pun, dan kapan pun, saat matanya terbuka, dia tidak bisa melupakan kejadian kemarin.
Semalam saja dia susah untuk tidur, hanya karena kejadian buruk itu terus berputar-putar menghantuinya. Badannya sangat lemas, bibirnya juga kering, untuk berjalan menuju kamar mandi saja, kepalanya tiba-tiba terasa sangat pusing.
Dia kembali merebahkan tubuhnya di ranjang, badannya sangat panas, dia memilih untuk menutup matanya kembali agar rasa sakit yang dirasakannya, sedikit membaik. Zac membuka pintunya dengan sekali gebrakan, dia melihat gadis yang dibencinya itu masih setia dengan tidurnya. Kemarahan terlihat sangat jelas di wajah tampan lelaki itu.
“Bangun!” Bentak Zac dengan sengaja menumpahkan air putih ke wajah Marsha, spontan Marsha membuka matanya dan bangkit dari ranjangnya.
“Ada apa lagi?” Jawab Marsha ketus, tapi kali ini suaranya tidak setinggi kemarin, karena keadaannya yang semakin lemah membuat suaranya sedikit berkurang. Mungkin akibat tidak kemasukan asupan makanan apa pun, membuat Marsha sedikit tidak enak badan.
“Aku tidak menyukai gadis yang bermalas-malasan sepertimu, sekarang cepat bersiaplah, kau harus ikut denganku, aku beri waktu lima belas menit untuk siap-siap dan cepatlah turun ke bawah, jika lebih dari itu, kau akan tahu akibatnya.” Ucap Zac, sembari pergi meninggalkan Marsha sendirian.
“Dasar tidak jelas, memang dia pikir dia siapa? Seenaknya memerintah diriku.” gerutu Marsha yang hanya bisa didengar dirinya sendiri.
Marsha berjalan menuju kamar mandi dengan lemas, dia memilih untuk menuruti kemauan lelaki jahat itu, karena dia sendiri sudah takut akan ancamannya. Dan Marsha tidak ingin lelaki itu menyiksanya kembali, hanya karena Marsha tidak menuruti kemauannya. Oh ayolah, dia sudah seperti budaknya saja.
Segala rutinitasnya telah selesai, Marsha berlari keluar kamar untuk menemui pria kejam itu. Dia berlari hingga tidak melihat jalan di depan, dan akhirnya.
Brukkkkk
“Apa kau tak memiliki mata, Bitch.” Ucap Zac dengan geram, Zac mencekal lengan Marsha hingga gadis itu meringis kesakitan.
“Aku tidak sengaja, Maafkan aku.” Jawab Marsha dengan takut, Marsha menundukkan kepalanya, dia tidak berani melihat tatapan tajam lelaki itu.
Zac tersenyum miring, dia menghempaskan Marsha hingga gadis itu terjatuh, di hadapan kakinya.
“Kau terlambat lima menit, dan kau sudah membuang-buang waktuku hanya untuk menunggumu.” Ucap Zac dengan meninggikan suaranya, Marsha terkejut ketakutan.
“Kau juga telah berani menabrakku, dan kau akan mendapatkan hukuman karena itu.” Ucap Zac lagi, Marsha menggelengkan kepalanya, berharap Zac akan memaafkannya.
“Mariaa!” panggil Zac dengan suara lantang, membuat seluruh pegawai di mansion terkejut akibat suara tuannya itu.
“Iya, Tuan.” Jawab Maria sembari berlari menuju Tuannya.
“Laksanakan tugasmu, sesuai dengan apa yang aku perintahkan!” Ucap Zac dengan menatap tajam kepada Marsha. Marsha menatap takut kepada Zac.
Dia akan menghukumku dengan cara apa lagi? batin Marsha, dengan Frustrasi
Marsha mengikuti langkah Maria menuju kamarnya, membuat Marsha semakin mengernyitkan dahinya.
“Kenapa kau membawaku ke kamarmu Maria?” Tanya Marsha, yang tak sabar dengan penasarannya. Maria diam saja, tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Marsha.
“Oh ayolah Maria, aku sangat ketakutan.” Ucap Marsha lagi. Maria spontan menghentikan langkahnya tiba-tiba, sehingga Marsha menubruk punggung Maria. Marsha mendesah marah, ada apa dengan orang-orang? Batinnya kesal.
“Tenanglah Nyonya, Anda akan baik-baik saja, percayalah!” Jawab Maria, dengan tatapan sedikit sedih, sebenarnya Maria tidak tega harus melakukannya, tapi karena ini perintah dari Tuannya, mau atau tidak mau, Maria tetap akan melakukannya.
Maria mengambil salah satu baju pelayannya, yang telah lama tidak digunakan, karena sudah tidak layak untuk dipakai, dia memberikannya kepada Marsha, dan menyuruhnya untuk mengganti pakaiannya.
“Apa ini Maria?” Marsha mengerutkan keningnya, tidak paham maksud Maria yang memberikannya baju pelayan yang sangat kotor.
“Pakailah ini Nyonya, maafkan Saya telah lancang, tapi ini perintah Tuan Zac.” Marsha membulatkan bola matanya, dia tidak mengerti dengan jalan pikiran Zac, apa yang sebenarnya dia inginkan.
“Saya mohon nyonya, saya takut jika Anda tidak memakainya, Tuan Zac akan marah besar.” Ucap Maria lagi, Marsha tahu Maria sangat takut jika kepada pria kejam itu, karena jika Zac marah pria itu tidak akan memandang siapa pun, meskipun dia perempuan dan usianya yang lebih tua darinya.
“Baiklah Maria, kau jangan takut, aku akan memakainya, sesuai permintaan pria kejam itu.” Ucap Marsha yang membuat Maria menghembuskan nafasnya leganya.
“Terima kasih Nyonya, dan maafkan saya.” Ucap Maria dengan menundukkan kepalanya.
“Tidak apa Maria, ini bukan sepenuhnya salah kamu.” Jawab Marsha dengan mengingat kembali kejahatan pria yang tak memiliki hati itu.
“Baiklah, aku akan segera kembali.” Ucap Marsha dengan pergi meninggalkan Maria, yang berdiri menunggunya di depan kamar mandi.
Marsha keluar dengan pakaian seperti pelayan, pakaian yang digunakan Marsha jauh lebih buruk dari pelayan-pelayan yang lain, Marsha memandang dirinya dicermin, tak terasa bulir-bulir menitik dari matanya.
Dia menangis, hidupnya yang menjadi seorang istri dari seorang pengusaha besar, malah terlihat seperti b***k tak terurus, apa reaksi orang tuanya jika melihat Marsha seperti ini?
“Nyonya sudah selesai?” Tanya Maria, Marsha terkejut dan menghapus air matanya dengan kasar sebelum menoleh menghadap Maria.
“Iya Maria, ayo kita keluar!” ajak Marsha dengan memaksakan senyum seperti biasanya.
Maria tahu, jika Marsha tidak sebahagia senyum di wajahnya, senyum manis yang dikembangkan gadis itu sangat terlihat tulus, tapi terkesan memaksa. Itulah yang ada di benak Maria.
Maria dan Marsha pergi menuju keberadaan Zac, Marsha mengernyit dan menoleh menghadap Maria.
“Mar...”
“Saya akan membawa Anda ke Tuan Zac, Nyonya, itulah yang diperintahkan olehnya.” Potong Maria, membuat Marsha bungkam, dan tidak berniat untuk melanjutkan pertanyaannya.
Zac menatap Marsha dari bawah ke atas, lalu senyum licik terukir di wajahnya yang tampan. Membuat Marsha menunduk ketakutan.
“Sangat pantas untuk p*****r sepertimu.” Ujar Zac yang membuat Marsha geram dan ingin mencakar mulutnya saat itu juga.
Apa katanya tadi? p*****r? Sialan!.
“Berkacalah sebelum mengatakannya!” Jawab Marsha kesal, Zac mengepalkan tangannya, mata elang dari wajah tampan itu, kini menatap Marsha, seperti ingin menerkam wanita itu sekarang juga.
“Tutup mulutmu, jika kau masih menyayangi nyawamu.” Ucap Zac, Marsha diam dan menunduk ketakutan, dan Zac hanya tersenyum miring, melihat gadis itu ketakutan karenanya.
“Sekarang ikuti aku!” Ucap Zac dingin, Lelaki itu berjalan terlebih dahulu sebelum diikuti Marsha di belakangnya.
Zac masuk ke dalam mobilnya, diikuti Marsha yang hendak duduk di samping kemudi Zac.
“Oh b***h, bukan di sini tempatmu, tapi di belakang! Sangat tidak pantas pelayan sepertimu duduk di sampingku, dan akibat dirimu, mobilku jadi najis, aku harus menyumbangkannya nanti.” Ucap Zac, Marsha membulatkan matanya, tampak geram.
"Kan kau sendiri yang mengajakku masuk mobilmu, kenapa sekarang kau malah menyalakan aku?” Tanya Marsha dengan nada kesalnya kepada pria kejam itu.
“Itu bukan berarti, kau duduk di sini Bodoh” Jawab Zac dingin. Dan melajukan mobilnya, dengan kecepatan tinggi, yang membuat Marsha memejamkan matanya, karena ketakutan.
“Berhenti menyebutku b***h, ataupun Bodoh, tidak sadarkah kau kalau kau itu lebih buruk dari apa yang kamu sebutkan padaku.” Jawab Marsha dengan nada meninggi, Zac spontan memberhentikan mobilnya setelah mendengar perkataan Marsha.
“Kau, sudah berani menentangku, dan meninggikan suaramu di hadapanku.” Ucap Zac geram, dengan mencekik Marsha hingga wajah Marsha memerah.
“Maa.. maafkan aku.” Jawab Marsha, tangisnya kini menjelaskan bahwa dia kesakitan, tangannya berusaha untuk melepaskan cekalan tangan Zac, tetapi gagal karena cekalannya yang begitu kuat.
Zac melepaskan cekalan tangannya di leher Marsha, dan kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Marsha terbatuk batuk, merasakan sakit yang luar biasa di area lehernya, hening tak ada percakapan atau perdebatan apa pun antara Marsha dan Zac.
Mobil Zac berhenti di pelataran yang sangat luas. Marsha mengernyit saat melihat gedung tinggi, seperti ingin menyandingi langit cerah saat ini, dan nama yang tertera di gedung itu membuat Marsha menganga tak percaya 'Zac Trellix's Company'. Bukankah nama itu adalah nama pria kejam, apakah dia pemilik perusahaan ini, sekaya itukah dia?
“Jadilah seperti b***k, dan jangan membuatku malu, jika kau masih menyayangi nyawamu, cepat keluar dan bawalah barang-barangku dengan hati-hati, karena harga barang itu jauh lebih mahal daripada harga b***h seperti dirimu.” Ucap Zac dengan nada dingin, dan tatapan matanya yang begitu tajam, membuat Marsha kesal dan takut dengan bersamaan, kesal karena harga dirinya merasa diinjak-injak oleh pria kejam itu.
Langkah kaki Zac yang begitu cepat, membuat Marsha sedikit berlari untuk mengejarnya dan menyamakan langkahnya, tapi karena barang bawaannya yang begitu berat, membuat Marsha kehilangan keseimbangannya.
Brakk..
Zac yang berada jauh di depan, kembali menghampiri Marsha dengan tatapan yang membunuh, Marsha menunduk ketakutan. Gadis itu berusaha untuk berdiri. Dan detik berikutnya mendesah kesakitan, karena kakinya yang terkilir membuatnya bergetar saat hendak kembali berdiri.
“Bodoh, bisakah kau jalan dengan hati-hati, barang-barangku bisa rusak karenamu.” Ucap Zac, Marsha mendongak melihat sang empunya, dia membalas tatapan Zac tak kalah tajam, emosinya sudah berada di ubun-ubun.
Persetan dengan pria psikopat di depannya ini.
“Aku terjatuh juga karena mengejarmu, bukannya membantu, kau memarahiku gara-gara barang bawaanmu? persetan dengan dirimu, dan barang-barangmu.” Ucap Marsha kesal. Banyak orang berlalu lalang kebingungan saat melihat mereka berdua tengah berdebat di lobby. Mereka yang mengenal salah satu di antara kedua makhluk itu pun, lantas tersenyum memberi hormat kepada pria yang tak lain adalah bosnya.
Zac merasa dirinya jadi pusat perhatian banyak orang mengepalkan tangannya, dan mengetatkan rahangnya. Seumur-umur tidak pernah ada yang berani membentaknya, meskipun ibunya sendiri, cukup hanya Ayahnya saja, tidak dengan yang lain. dan dia, hanya seorang gadis ala pelayan dengan berani membuat Zac malu di depan karyawannya sendiri.
“Beraninya kau meninggikan suaramu, di tempat ku.” Ucap Zac penuh penekanan, Marsha meneguk salivanya, dan beberapa kali mengerjap, berharap semua ini hanyalah mimpi.
Zac mencekal lengan Marsha, dan menariknya dengan kasar, Marsha meringis kesakitan, berusaha untuk melepaskan cekalan Zac adalah hal yang sia-sia dilakukan oleh Marsha, karena kekuatan lelaki itu jauh lebih besar daripada Marsha yang hanya bisa menangis pasrah.
Zac menghempaskan Marsha saat dirinya berada di dalam lift, dia menekan tombol empat puluh satu untuk menuju ke ruangannya.
Zac kembali menarik paksa Marsha dan menghempaskannya lagi, hingga Marsha tersungkur ke bawah dan menangis kesakitan.
Zac menunduk, berjongkok di depan Marsha, dan menarik dagu gadis itu dengan kasar. Zac melihat mata kecokelatan gadis itu, coklat dengan paduan kemerahan akibat menangis, dan Zac sangat menyukai itu semua.
Zac mencium bibir Marsha dengan rakus, Marsha yang berusaha keluar dari cekalan dan ciuman Zac, memukul d**a serta lengan Zac dengan tangan mungilnya. Namun hasilnya tetap sama, Cekalan Zac begitu kuat, sehingga membuat Marsha kesulitan untuk melepaskannya.
Zac menggigit bibir Marsha, hingga gadis itu mengerang kesakitan. Jauh di dalam hatinya lebih sakit dari apa yang dirasakannya di bibir saat ini. Sampai kapan penderitaan ini terus berlanjut? Marsha sudah lelah. Batinnya menjerit dalam hati.
Pintu lift terbuka, tetapi tidak membuat Zac melepaskan pagutannya, dia semakin mendorong tengkuk Marsha agar semakin mendekat, Marsha merasakan tangan seseorang menggelitiki punggungnya, hendak melepaskan tali bra nya. Marsha membelalakkan matanya tidak terima, dia semakin mendorong Zac dengan sepenuh kekuatannya, hingga cekalan Zac berhasil Marsha lepaskan.
“Apa yang kau lakukan?” Bentak Marsha dengan tangisnya yang semakin pecah.
“Kau berhak mendapatkan perlakuan seperti itu.” Jawab Zac dengan senyum liciknya. Zac berjalan mendekati Marsha, dan Marsha memundurkan langkahnya.
“Berhenti di sana pria kejam! jangan mendekatiku, bukankah kau sendiri yang bilang bahwa kau jijik jika menyentuhku? lalu apa yang kau lakukan tadi, apakah kau berusaha untuk menjilat ludahmu sendiri.” Ucap Marsha, dan Zac spontan menghentikan langkahnya, dia mengepalkan tangannya dan menggerang marah, tiba-tiba Zac tertawa dengan keras membuat Marsha mengernyit melihat tingkah pria b***t itu.
“Apa kau pikir, kejadian tadi itu adalah nafsuku? cuiihh, bahkan aku menganggapmu wanita jalang, yang tak jauh berbeda dengan wanita yang mengemis memintaku untuk menyetubuhinnya.” Ucap Zac dengan senyum miring, Marsha membulatkan matanya tak percaya, jika Zac menganggapnya seperti itu.
“Berengsek, apa maksudmu menyebutku dengan wanita jalang? dan stop, jangan sama kan aku dengan wanita-wanita yang sering kau buat mainan, karena aku tidak sama, aku tidak pernah mau, dan bahkan tidak pernah sudi jika kau menyentuhku.” Jawab Marsha, membuat Zac semakin marah.
“Tutup mulutmu b***h, aku tidak akan memberikanmu ampunan setelah ini.” Ucap Zac di telinga Marsha, membuat Marsha meneguk salivanya dan memandang Zac dengan ekspresi waswas.
Zac mencekal lengan Marsha dengan kasar, dan membawanya kembali menuju lift dan menekan tombol menuju lantai dasar.
Kedatangan mereka berdua, membuat semua karyawan di sana berdiri dan memberi hormat kepada bosnya, Marsha menunduk malu, melihat tatapan aneh dari pegawai-pegawai yang menatapnya dengan tatapan bingung, jijik atau tatapan datar.
Dia menggerutu berharap Zac cepat membawanya pulang, dan dia akan berendam air dingin, di dalam bathup selama berjam-jam jika itu memang terjadi.
“Perkenalkan dirimu sebagai Budakku sekarang!” bisik Zac pada Marsha. Marsha terkejut bukan main, lalu menggeleng keras.
“Kalau tidak! Aku akan melempar tubuhmu kepada para bodyguard ku, dan mereka akan memperkosamu secara bergiliran, kau mau?”
Marsha kembali menggeleng. “Pilihan yang tepat Jalang, lakukan sekarang!”
Marsha menatap seluruh karyawan Zac, setelah itu menundukkan wajahnya dan menelan salivanya dengan susah payah. Marsha ingin menghilang saat ini juga. Oh God.
“Perkenalkan, Saya Marsha. b***k baru Mr. Zac Trellix”
‘Oh hanya b***k, pantas saja’
‘Benarkan dugaanku? lihat saja bajunya, tidak mungkin itu istri Mr. Trellix’
‘Mr. Trellix dapat dari mana sih, Wanita dekil kayak gitu’
Kata-kata penuh hinaan itu sangat terdengar jelas ditelinga Marsha. Hatinya begitu sakit, sangat sakit sehingga sulit untuk dijabarkan. Marsha ingin berlari dan pergi dari sini, namun rasanya sangat tidak mungkin, melihat penjagaan Zac yang begitu ketat.
Demi Tuhan, aku adalah istrinya, jika Zac tidak mengakuinya tidak apa-apa, toh aku juga tidak berharap dia jadi suamiku, bahkan dia adalah seseorang yang dikirimkan tuhan untuk menguji semua kesabaranku. Pikir Marsha.
Marsha semakin menundukkan kepalanya, hatinya terasa sakit saat telinganya menangkap suara seseorang yang menertawakannya, dan menghinanya terang-terangan seperti tadi, namun kini semakin banyak yang mencibirnya. Apakah aku seburuk itu, hingga aku disamakan dengan sampah?
Tak terasa air mata Marsha jatuh, dengan sigap Marsha menghapus air matanya dengan kasar, ini semua tidak bisa dibiarkan, Marsha tidak boleh lemah, jika dia lemah Zac akan semakin senang karena telah berhasil membuat Marsha menangis.
Setelah merasa cukup menghina Marsha di hadapan karyawannya. Zac melangkah kembali menuju lift dan menekan tombol empat puluh satu untuk menuju ke ruangannya yang paling atas, diikuti dengan Marsha di belakangnya.
Hening, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Zac ataupun Marsha.
“Holla Baby.” Sapa seorang wanita saat lift baru saja terbuka, setelah sampai pada tujuannya.
Wanita itu berlari kecil dan memeluk Zac dengan erat, Marsha yang melihatnya pun menutup mulutnya dengan telapak tangannya tak percaya.
“Dari mana saja sayang? aku rindu banget sama kamu.” Ucap wanita itu dengan melingkarkan tangannya di leher Zac.
Zac tersenyum menatap wanita di depannya, mengubah dirinya yang bagaikan iblis tampan kini terlihat sekali seperti malaikat tampan. Sungguh jika dia tersenyum seperti itu, siapa pun akan bertekuk lutut untuk memintanya menjadi pendamping mereka.
Zac melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu, dan tak lama kemudian mereka Saling menautkan bibirnya, dengan penuh hasrat, sehingga menimbulkan suara yang bagi siapa pun mendengarnya akan terangsang begitu cepat. Ciuman mereka berakhir, dan wanita itu menatap Marsha dengan tajam, tatapannya menyusuri dari atas hingga bawah, tidak lama senyuman licik terukir di wajah cantik gadis itu.
“Sayang, siapa dia?” Tanya wanita itu dengan tatapan jijik melihat Marsha, Marsha hanya bisa menundukkan kepalannya, berharap dia bisa hilang detik ini juga, Oh God help me.
Zac mengikuti arah pandang wanitanya, dia juga tersenyum saat melihat Marsha menunduk, antara ketakutan dan malu.
“Dia itu pelayan pribadiku sayang.” Jawab Zac dengan meremas kedua p******a wanita di depannya. Wanita itu pun menggerang penuh kenikmatan.
“Kenapa kau mencari Pelayan yang seperti dia, dia terlihat buruk dari pelayan sayang, dia pantas disebut Budak.” Jawab Zefra Alexiano- Kekasih Zac. Dengan tatapan merendahkan
“Maybe” Jawab Zac dengan tersenyum miring.
Marsha menahan tangisnya agar tidak pecah saat ini, dia tidak ingin terlihat lemah, di mata kedua manusia tidak tahu diri itu, Marsha pun rasanya ingin muntah saat melihat Zac yang mengangkat rok mini yang dipakai Zefra dan memainkan jarinya di balik rok itu.
“Hei kenapa kau masih tetap di sini, kau ingin melihat aku bercinta dengan kekasihku?” Tanya Zefra dengan nada yang begitu seksi, membuat Zac semakin menenggelamkan kepalanya di belahan p******a Zefra.
“Pergi lah!!” perintah Zac dengan geram, dia pun kembali menenggelamkan kepalanya di belahan p******a Zefra.
Marsha lantas berlari menuju keluar lift, meninggalkan kedua manusia biadab itu dengan ekspresi masih tak percaya. Bagaimana bisa dia melakukan semua itu, sementara aku adalah istrinya.
Ok dia memang tidak mengakui pernikahan ini, tapi setidaknya dia sebagai manusia, apa tidak memiliki rasa malu sedikit pun, bercinta di depan orang lain, dan itu adalah hal yang sangat menjijikkan, yang pernah Marsha temui.
Entahlah Marsha mau ke mana, lantaran dia tidak tahu jalan di kantornya, Marsha takut jika dia harus menyasar di kantor sebesar ini, gadis itu terus melangkahkan kakinya dilorong kosong ini, karena hanya ada satu Ruangan Zac yang didesain dengan sangat indah dan keamanan yang tidak perlu diragukan lagi.
Brukkkkk...
“Maafkan aku Tuan, aku tidak bermaksud menabrakmu.” Ucap Marsha dengan membantu pria yang ditabraknya itu berdiri.
“Tidak masalah, hanya sedikit nyeri di bagian belakang.” Jawab seorang pria itu. dengan memperhatikan Marsha dari atas hingga bawah.
Sungguh pria yang sangat tampan, dengan alis tebal menaungi mata birunya, hidung mancung bibir tipis, Very perfect.
“Holla Nona?!” Ucap Pria itu dengan melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Marsha. Marsha langsung tersadar dari alam khayalannya, dan tersenyum malu, dia memegangi pipinya yang mulai memerah akibat tatapan pria itu, yang membuat Marsha berbunga-bunga.
“Sekali lagi maafkan aku Tuan.” Jawab Marsha dengan berbalik ingin pergi. Namun cekalan di tangannya membuat dia memperhentikan langkahnya.
“Siapa namamu?” Tanya pria tampan itu.
“Ah, Marsha Jont Keyza.” Jawab Marsha sedikit gugup karna tangannya yang bersentuhan dengan tangan lelaki itu, membuat Marsha Merasakan sengatan listrik yang membekukan.
“Oh, perkenalkan namaku Adam Belvisto, kau bisa memanggilku Adam atau Belvis.” Jawabnya dengan tersenyum senang.
“Baiklah, Adam.” Ucap Marsha dengan senyum tulusnya, membuat Adam tertegun singkat.
Ada apa dengan jantungku? Batin Adam.
“Bagaimana jika kau memanggilku Vito? supaya terdengar berbeda daripada yang lainnya.” Tanya Vito dengan senyum menggoda, membuat Marsha tergelak.
“Hmm tidak buruk, baiklah Tuan Vit..”
“Tidak ada Tuan. Hanya Vito.”
“Baiklah Vito.” lalu keduanya sama-sama terkekeh.
“Kalau begitu aku akan memanggilmu Key, bagaimana?” Tanya Adam dan berhasil membuat Marsha malu dan bahagia dalam bersamaan.
“Baiklah Vito.”
“Baiklah aku pergi dulu ya, aku harus bertemu dengan kawan lamaku.” Ucap Adam dan Marsha mengangguk sembari melambaikan tangannya, saat Adam mulai berjalan menjauh.
Sungguh, dia sangat bahagia sekali, dia tersenyum-senyum sendiri, hingga senyum itu menghilang dari wajahnya saat mengingat kembali sosok Zac dalam hidupnya, gadis itu bergegas pergi menuju ruangan pria kejam itu, semoga saja, kejadian yang dia lakukan tadi bersama kekasihnya selesai, jadi Marsha tidak harus kembali ke dalam kamar mandi, untuk memuntahkan semua isi di dalam perutnya.