Rasanya sedih banget sampai mataku berkaca-kaca saat melihat Rafael bermain dengan robot yang berdiri di atas meja belajarku. Aku tersenyum penuh haru saat Rafael bercakap-cakap seolah anak kecil yang main robot. Dia berbicara dengan robotnya itu lucu banget.
"Halo, Kino. Ehem, sori nih teman masa kecil. Gue udah gede sekarang, sayang lo robot nggak bertambah tinggi dan berkembang. Gue udah puber lo masih kuntet aja. Asal tau aja ya, lo bakal banyak disyirikin cewek karena lo yang jadi temen bobo gue dulu pas kecil. Gue gak bisa bobo kalo gak ada lo. Tapi, gue ikhlas ngasih lo ke Dea waktu itu. Lo pasti tau karena apa. Pst, jangan bilang-bilang dia oke?" Begitulah kata-kata yang diucapkan Rafael sambil memainkan robot yang masih bagus secara bentuk dan cat sedikit terkelupas di bagian tertentu.
"Apa? Kamu dulu ngomong apa sama Kino?" tanyaku.
Rafael menjulurkan lidahnya. "Apa aja kek, kepo ya? Rahasia cowok."
"Emang robotnya cowok?"
"Cowok, kalo cewek warnanya pink." Rafael terkekeh.
"Ish, bisa aja. Kamu senang ketemu Kino lagi?"
Rafael mengangguk dengan cengiran lebar. "Aku gak nyangka kamu masih simpen. Untungnya sampe ke tangan kamu, karena waktu itu aku pergi tanpa satu kata pun."
Jujur, aku kagum banget karena Rafael ingat tentang kami. Ingatanku payah banget. "Kamu pinter, ingatannya kuat."
"Karena kamu penting." Aku meleleh mendengar ucapannya dan hawa di pipiku makin panas. "Di depan kamu, aku gak harus nutupin lagi 'kan. Masih mau mandang Rafael yang sama setelah tau ini? Masih mau menyukaiku?"
"Sekarang kamu Rafael, cowok kecil yang dulu suka main sama aku. Aku terima kekurangan kamu. Tapi, itu bukan kekurangan kok. Kamu gak populer juga aku masih mau terima," senyumku.
Apa aku munafik? Kalau Rafael kecil gedenya tidak seperti cowok yang ada di hadapanku sekarang bagaimana? Misalnya Rafael berubah jadi cowok yang bukan tipeku?
Ah, untungnya Rafael tumbuh menjadi pemuda yang sedap dipandang.
Rafael mengecup keningku lembut. Aku membeku takut kalau kejadian ini hanya khayalan dan mimpiku belaka. Mataku membulat menatap Rafael yang tersenyum lebar menampilkan giginya. "Kamu masih gemesin," kekeh Rafael. Tiba-tiba rautnya jadi serius lagi. "Aku rasa ini waktu yang pas. Would you be my girlfriend, Dea Sagita?"
Aku terkejut saat Rafael menembakku begitu. "It's real, Raf? Aku gak lagi mimpi atau ngayal?"
"Real." Rafael mencubit pipiku meledek. "Kamu kebanyakan ngayal emangnya?" Aku pun terkekeh menahan malu. Iya, aku sering banget ngayal bisa jadi pacar Rafael.
"Iya, aku mau, Raf."
Sekarang aku real menjadi pacarnya Rafael Adrian.
***
ANU INU (69+)
Dea Sagita:
Oi gue mau cerita gak bakal percaya dah kalian^^
Karina Yessi:
Apaan
Andella Jenny:
Kok gue tegang
Dea Sagita:
Gue jadian sama Rafael ^^
Kita pacaran
Duh, dia nembak gue tadi ke rumah bawa boneka.
Gila, gue masih gak percaya sekarang kita legal.
Kita ada status.
Ih seneng!!!!!
Andella Jenny:
WHAT?
KOK Bisa?
Karina Yessi:
Wow!
Aku mengerutkan kening saat tiba-tiba Della memasukkanku ke dalam grup Cewek. Aku masuk menerima undangannya. Grup berisi aku, Della dan Rina yang baru saja bergabung.
Dea Sagita:
Kenapa jadi di sini?
Andella Jenny:
Gapapa. Biar lebih enak aja girlstalk
Karina Yessi:
Iya gini lebih private. Lo gak lg ngigo abis bangun tidur sore kan?
Andella Jenny:
Gue curiga, Dea makanya jgn tidur sore begini.
Bentar lg mau magrib
Dea Sagita:
Gue kagak ngigo atau mimpi -__-
Nih dia ngasih boneka Alpaca. Lucu kan?
Karina Yessi:
ANJIR, LUCU BANGET. MAU!! Kok romantis sih, ceritain sejak kapan Rafael mau sama lo? kok bisa?
Dea Sagita:
Gue deket sama Rafael sejak kejadian kena bola itu loh.
Andella Jenny:
Buset, gila aja lo pacaran kecepetan.
Tiati dea, yg pacarannya cepet biasanya kagak lama.
Karina Yessi:
Iya, pedekate gak secepet itu kali. aneh aja -_- emang Rafael udah kenal lo banget sampe yakin?
Lo gak inget apa yang dia lakuin pagi itu?
Dea Sagita:
Kok kalian gitu sih bukannya ngasih selamet kek -_- bisa seiring berjalannya wkt keles.
Gue ga kenapa2 kok ttg pagi itu, malah katanya dia nyesel nolak gue.
Gilaaak gue senang banget!
Karina Yessi:
Oh, ya udah selamet ya, De.
Moga longlast sama doi.
Kita senang lo punya cowok, biar gak ngomel mulu gak ada yang perhatiin.
Andella Jenny:
Iya jangan lupa traktiran. Longlast ya de.
Dea Sagita:
Kok kalian kampretos sih, oke makasih semuanya
Tenang aja Senin gue traktir deh. Hehehe...
Aku menutup layar chat room dengan hati tidak enak. Aku rada kecewa karena sepertinya teman-temanku tidak terlalu senang aku jadian dengan Rafael. Apa mereka iri dan sudah kalah, makanya bersikap seperti itu? Memang aku dan Rafael tidak menjalani pendekatan seperti orang pacaran pada umumnya. Tapi apa itu penting? Kita bisa saling mengenal lebih dekat lagi saat berpacaran nanti, dan kami bukan orang baru. Aku sudah mengenal Rafael sejak kecil, begitu pun sebaliknya. Biarin deh, yang penting aku dan Rafael yang menjalaninya.
Aku melotot saat ponsel di meja bergetar panjang mengagetkanku. Aku membukanya ternyata banyak notifikasi masuk. Yang menarik perhatianku adalah Rafael yang follow akun i********: dan menandaiku di suatu foto.
Aku tidak tahu ini berita yang baik atau buruk. Rafael menandai akunku di fotoku bersama boneka Alpacca yang tadi diambil di ruang tamu. Seakan dia mengumumkan pada dunia, aku yang sekarang menjadi miliknya.
Love
Mine
Notifikasi beruntun masuk di kolom komentar. Terlalu cepat untuk menerima Rafael sebagai pacar makanya aku belum siap bersama dirinya?
Banyak berbagai macam komentar di foto tersebut, ada yang mengucapkan selamat, mengungkapkan ekspresi terkejut dan ada yang iri. Satu nama membuat tubuh dan punggungku terasa dingin.
AlishaGracia: Demi? Pake pelet lo yaaa @DeaSagita!!!!!!!!
Satu sekolah juga tahu, aku pernah ditolak Rafael mentah-mentah. Aku menggigit bibir takut membaca komentar jahat yang memenuhi kolom komentar. Rafael nelepon. Aku segera ngangkat dengan suara gemetar.
"Sayang-"
"Raf, cewek-cewek yang suka sama kamu itu-"
"Biarin aja," sahut Rafael di sana menenangkan. "Kamu nggak apa-apa? Aku ke rumah ya nanti malam, aku cemas, aku minta maaf kalo foto tadi bikin kamu jadi gelisah. Aku senang banget sampe nggak mikirin dampaknya."
"Tapi-ah, aku baik-baik aja, nggak usah ke rumah, nanti repotin kamu." Antara senang atau cemas, ya campur aduk. Aku senang karena Rafael sudah mengakuiku, menganggap aku ada.
"I'm so lucky for having you, Dea."
"Me too."
Kurang lucky apalagi bisa dapetin cowok kayak Rafael? Besok Senin siap saja aku dicerca cewek barisan pemuja Rafael dan digosipin sana-sini.
***
"Demi apa ternyata lo Dea yang lagi diomongin sama temen-temen gue!" seru Calista masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku yang lagi tiduran tengkurap di atas kasur membalikkan tubuh lalu menopang kepala dengan tangan kanan. Di depan pintu berdiri cewek bertubuh ideal dan cantik menatapku serius.
"Apaan deh!" Aku malas menyahutinya.
"Dea, temen gue tuh ada yang sering nunjukin foto cowok, sumpah ganteng dan keren banget. Namanya Rafael. Temen gue bilang tuh cowok bukan selebgram meski kelewat cool. Padahal bisa jadi artis sinetron atau model. Gue aja yakin dia bisa jadi idol di Korea. Gue baru aja tau temen gue bilang Rafael udah punya pacar, namanya Dea Sagita. Lo jadian sama cowok ganteng itu? Wow! Wow! Keren banget calon adik ipar gue!" cerocos Calista heboh sendiri.
Aku memutar bola mata. Hari ini tidak cukup melihat di sosial media, sekarang ada yang hebohin diriku dengan Rafael secara nyata. "Iya. Gue pacarnya. Dan, jangan muji cowok gue, lo kan pacar kakak gue."
Calista melirik-lirik kikuk. Salah tingkah lalu memanyunkan bibir.
"Kok bisa?"
Aku mengernyit. "Kenapa nggak bisa?" tanyaku balik kesal.
"Aneh aja lo kan-"
"Bukan selera cowok populer, nyatanya Rafael kepincut sama gue tuh! Let's see the facts," cibirku.
Calista membuang napas lesu, dia berjalan dan membangunkanku dengan menarik tangan kananku. "Ayo, traktir gue sate Taichan. Pajak jadian biar langgeng. Hubungan lo sama dia itu penuh keajaiban jadi selametannya gede-gedean."
"a***y, lo nyumpahin kalo nggak gue traktir bakal cepet putus ya?" Mataku melotot.
"Lo nangkepnya gitu? Padahal gue udah pake bahasa halus," Calista nyengir. "Buruan pake baju yang cakep. Gue nggak mau tau lo harus traktir!" Tekan gadis itu tanpa mau dibantah kemudian bergegas keluar dan menutup pintu kamar.
Aku sudah siap memakai sweater ungu muda dan celana panjang turun ke bawah membawa tas kecil. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Di sofa ruang keluarga dipenuhi Calista, Aidan, Mama dan Papa menonton TV. Aku sampai di bawah membuat mama dan papa menoleh heran.
"Mau ke mana kamu?" tanya Mama.
"Wah, mau diapelin nih ceritanya!" seru Papa.
Aku melotot ke Calista yang kucurigai sumber informasi itu. Dia pasti yang suka gosip. Aidan mengangkat sebelah alisnya dengan muka bingung.
"Cowok lo namanya Rafael? Bukannya yang deketin lo itu si Alvi?" teriak Aidan dengan kepala miring masih melihat padaku.
Aku mendecih saat Aidan menyebut nama cowok lain. Alvi. Alvin yang dimaksud Aidan.
Kenapa jadi Alvin? Aku bergidik dengan hati dongkol.
Mama dan Papa anteng nonton TV lagi.
"Kok Alvin?" decakku judes. "Rafael. Aku sukanya sama Rafael."
Aidan menoleh ke arah Calista keduanya saling mengangkat bahu.
"Yang telepon Mama juga namanya Alvin. Emang sih Rafael yang disukain sama Dea dari dulu," ucap Mama membuatku senyum-senyum, "kirain sama Alvin."
Senyumku langsung pudar. "Ah, Alvin tuh temen kayak Jojo, Dika, dan Rayn. Dia masuk geng kita sekarang. Jadi deket deh," sahutku. Aku melihat Calista bangun dari duduknya.
"Yuk, Dea mau jalan sama aku, Tante." Calista berpamitan menyalami tangan mama dan papa, aku ikutan. Aidan mendongakkan kepala dengan wajah cengok.
"Kalian naik apaan?" seruan Aidan kontan membuat aku dan Calista saling pandang lalu nyengir merasa b**o. "Gue ikut biar kalo kalian pulang malem nggak perlu cemas."
"Nah iya, Abang ikut juga sana!" suruh papa mengambil kunci mobil di meja lampu dan memberinya ke Aidan.
"Halah, bilang aja lo mau minta traktiran juga," ketusku untuk Aidan yang berjalan sambil senyum-senyum mencurigakan. Kami bertiga jalan keluar dari rumah. Calista menyenggol lengan kekasihnya tersebut.
"Kamu bisa aja modusnya!"
Aidan terkekeh. "Kalo nggak ada Aidan ganteng, kalian mau apa? Tar kalian pulang bahaya berdua-dua. Kan bisa kita pulang malem, apa enggak dugem aja sekalian sampe pagi." Aidan bisik-bisik sambil melirik ke belakang.
Aku menghela napas lelah. "Bang, plis deh aku masih kecil," jawabku. "Kalian sih udah biasa!"
Sepasang kekasih itu tertawa buas. Daripada mikirin ide gila mereka lebih baik aku balas pesan dari Rafael yang belum sempat aku balas lagi. Dan, grup ANU INU yang lagi rame banget.
TBC
***
24 Okt 2021