Nobita

1239 Kata
Bagian ini akan menceritakan profil dari Nobita, kekasih Puspa dan apa yang terjadi setelah ia tahu bahwa Puspa sudah tidak virgin lagi akibat pemerkosaan yang dilakukan Ale.  Nobita'ss POV  Yokosho! 2 Selamat datang di Indonesia. Ya, aku Nobita, asal Jepang. Nama yang tak asing, bukan? Ayah-ibu menamaiku Nobita karena mereka berdua sama-sama suka anime "Doraemon". Lebih-lebih setelah mereka tahu aku menderita minus sejak aku lahir. Pas banget ama sosok Nobita yang berkacamata di anime itu. Well, aku datang ke Indonesia pada awalnya untuk tujuan belajar. Aku ingin mempelajari negeri yang kata kakekku pernah mereka duduki saat Perang Dunia II. Belajar budaya dan masyarakat Indonesia membuatku tertarik bergabung dengan sebuah yayasan yang didirikan sebagai "jembatan" antar kedua budaya, Nippon dan Indonesia. Di yayasan inilah aku bertemu Puspa. Seingat ku waktu itu kami sedang membahas festival budaya Jepang yang akan digelar di SMA-nya Puspa. Aku tertarik pada Puspa karena dia sangat antusias mengikuti program kami ini. Pucuk dicinta ulampun tiba. Di akun media sosialku ada permintaan pertemanan darinya. Tak pikir panjang, langsung saja aku approve. Usai festival, tak disangka obrolan kami berlanjut. Saling chat, tukar nomor hape, lalu saling curhat. Ketika ku tanya kenapa dia berani curhat padaku, sosok asing yang baru dikenalnya, ia menjawab,"Karena kamu kelihatan dewasa dan pintar." Dug! Selisih usia kami memang hanya terpaut empat tahun saja. Semakin lama curhat kami berkembang. Hingga pada suatu ketika ada Festival Halloween ia menanyakan kepadaku apakah kami tidak pacaran sekalian saja mengingat kami sudah sangat dekat. Sadar aku juga punya rasa padanya, malam itu kami jadian. Menurutku, Puspa adalah sosok yang relijius, pemahaman agamanya cukup bagus. Kencan pertama kami setelah jadian pun berlangsung sangat kaku, bahkan bisa dibilang jauh dari kata "romantis". Bayangkan, ia mengajak keponakannya ikut serta dalam kencan pertama kali. Ya, begitulah, katanya belum nyaman kalau ketemu cowok asing sendirian. Aku hargai itu. Namun, seiring perjalanan waktu, ketika kami LDRan karena ia harus kuliah ke   tempat yang berbeda, dia mulai menampakkan sisi gaulnya jua. Mungkin terpengaruh temantemannya di sana. Dia pernah bercerita kalau teman-teman satu kosnya sangatlah “liberal”. Bukan sekali dua kali ia mendengar eranganerangan dari kamar sebelah. Mereka tak segansegan membawa pacar mereka untuk menginap atau paling tidak masuk ke kamar. Maklum, rumah sang pemilik sendiri jauh dari kos. Bagi sang induk semang, kos hanyalah investasi. Yang penting uang tetap mengalir ke rekening. Paling-paling Sang Nyonya hanya datang awal bulan untuk menagih uang bulanan bagi penghuni yang menunggak. Selebihnya tak pernah. Kesempatan itulah yang rupanya dimanfaatkan betul oleh teman-teman Puspa berbuat m***m. Puspa juga pernah bercerita kalau temantemannya tak segan hanya memakai hotpants saat ada kumpul-kumpul sesama anak kos. Bahkan cewek hijaber pun jadi ikut-ikutan. Jika sudah begitu, berlakulah aksi m***m, saling meraba paha! Puspa risih tinggal di kosan itu. Namun, keinginannya untuk pindah tak diizinkan ortu. "Kost itu paling dekat dengan kampusmu dan paling mudah kami kunjungi, Puspa." kata orang tuanya suatu ketika. Begitulah, lama tinggal dengan lingkungan m***m, sedikit banyak Puspa terpengaruh. Buktinya? Pada kencan kami yang ke sekian kalinya dia tak segan memakai baju press-body. Baju kaosnya sangat melekat membuat payudaranya seolah menantang para pria untuk menjamahnya. Celananya juga sangat tipis, membentuk pola yang aduhai dari pinggangnya ke bawah. Aku gak munafik, penampilan itu tak ayal membangkitkan kenakalanku sebagai lelaki. Ditambah ia memakai parfum yang membikin mabuk kepayang. Beuh.. Pelan tapi pasti kami mulai jadi pasangan m***m. Mulanya pegangan tangan lalu saat aku bersamanya di mobil, tangan kami menjadi aktif saling meraba. Pahanya yang mulus terbungkus celana ketat atau payudaranya yang bongsor tak luput ku jelajahi. Bila begitu, dia pun membalasnya dengan memegang dan meremas penisku. Nakal, bukan? Puspa mengaku bahwa akulah pria pertama yang berani dan dia izinkan meraba tubuhnya. Dia pun baru pertama kali memegang kemaluan lelaki. Cewek yang polos! Masih terbayang rasanya tangan jahilku menelusuri tubuhnya. Tak jarang tiap kali turun dari mobil ia harus menata lagi resleting celananya. Itu akibat dari tanganku yang mengubel-ngubel kelaminnya selagi terbungkus CD sampai basah. Desahan-desahan nafsu terlepas dari mulutnya sepanjang jalan. Tapi ya itu, kami hanya berani nakal sampai segitu. Kami gak berani berbuat lebih.  Hingga suatu ketika, dia berpamitan akan kembali kuliah setelah liburan panjang. Dan aku menciumnya sebagai tanda selamat jalan. Cup! Ciuman pertama kami, ***** "Bi, aku digoda cowok nih di kampus." "Siapa?" "Namanya Ale, Alesandro Gustafo. Masa dia nembak aku padahal dia khan denger-dengar dah mau nikah ama Isabella." "Terus?" "Ya aku tolaklah. Mana nembaknya waktu aku, dia, ama teman-teman habis liburan bareng ke Bali lagi." Ceritanya suatu ketika di telepon. Maklum, karena kesibukanku aku belum sempat jenguk Puspa di kosnya. Praktis, telepon-lah yang menjadi alat interaksi kami. "Gustafo?" tanyaku.  "Iya. Nama yang unik khan. Dia selalu PDKT ke aku. Jadi sebel!" "Ya sudah, yang penting jangan terlalu dipikirkan. Berteman yang baik saja ama dia." pesanku menutup telepon. Beberapa hari aku tak bertegur sapa dengan Puspa. Proyek kegiatanku benar-benar menyibukkan. Lama tak saling sapa, malam itu aku sms dia. Belum dibalas juga sampai larut malam. Ku tunggu esok harinya juga belum di balasnya. Begitu seterusnya sampai tiga hari. Aku jadi khawatir, aku punya firasat buruk. Firasat burukku terbukti! Ting! SMS masuk: Nobi, maafkan aku. Aku telah mengecewakanmu. Aku lama tak membalas pesanmu. (Ada apa ini, perasaanku tak enak. Tak biasanya kata-kata Puspa seperti ini). Moga-moga tak apa, ku balas saja: Gak pa pa kug, Manis.  Aku tak Manis lagi sekarang, Bi. (Apa maksudnya?) Enggak kug. Kau tetap manis di hatiku. (Ku hibur dia) Sudah aku bilang aku tak Manis lagi! (Lho kug jadi emosi) Maksudmu? Aku telah berbuat nakal. (??) Nakal? Nakal seperti apa? Bukankah kita juga sudah sering nakal selama ini? Hehe (Aku mencandainya) Nakal dengan seorang cowok. (What?? Aku mulai panas tapi mencoba tetap tenang) Hmm.. Nakal gimana? Boncengan? Itu sih tak apa. Bukan! (??) Lalu apa, pegangan tangan? Bukan!  (??) Jangan bilang kalau ciuman?! Lebih dari itu. (Pikiranku mulai mengarah pada satu hal: em-el!) Lebih dari itu? Hmmm, em-el? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Iya Hah! Balasan singkat tapi berhasil membuatku spontan mendengus. Tapi dipaksa. (Dipaksa?) Sama siapa? Gustafo! (Gustafo? Yang ia tolak karena dah mau nikah itu? Sial! Pikiranku kacau, keluarlah emosi negatifku) Apa artinya kini kau sudah gak virgin lagi?  Menurutmu? (Aku langsung teringat obrolan nakal dengan temanku yang baru menikah. Ceritanya ia baru berhasil memperawani istri setelah tiga kali ehem-ehem. Mungkin kalau Puspa baru sekali, bisa jadi masih virgin) Aku punya teman yang sudah menikah. Katanya ia masih virgin selama tiga hari setelah malam pertama karena penetrasi suaminya tidak dalam. Emang dia keluarin di mana? Di luar kug. Di atas perut. (Hah, berarti kemungkinam besar Puspa gak hamil akibat ulah Gustafo. Aku tak bisa bayangkan jika sampai hamil, apa yang akan terjadi. Membayangkan Puspa menikah dengan Gustafo?! Oh, tidak!) Ku telepon saja Puspa. Maksudku ingin ikut bersimpati. Siapa kekasih yang tak bersimpati mendengar cerita pasangannya seperti itu?  Tut ..... tuuuut ... Tak diangkat! Sudahlah, Bi. Gak usah telepon! Biarkan aku sendiri! Balasan sms masuk. Entah kenapa, membacanya membuatku mendidih. Emosi negatifku makin menjadi. Kau bisa-bisanya membiarkan hal ini terjadi!! Padahal selama ini aku selalu menjaga kepunyaanmu yang satu itu! Biar sama, aku juga minta jatah. Kau bercinta juga denganku! Enak saja, aku yang selama ini menjaga, Gustafo yang menikmatinya! ‘Send’ Ah, ada apa dengan diriku?? Kenapa aku justru menulis seperti itu?? Oh, Tuhan. Aku menyesal. Terlambat, SMS khan gak bisa diedit kayak Telegram! Aku tinggal menunggu reaksi Puspa. Nobi, Sayonara......   2Selamat datang (Jepang) 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN