Chapter 7

2664 Kata
“Dipilih secara acak dari kelas per kelas?”             Gabriel mengangguk bersemangat dan duduk di atas meja Reygan. Dia melirik sekilas perban yang melilit lengan sahabatnya itu. Gabriel sendiri kaget setelah mendengar cerita Reygan mengenai pembobolan di ruang administrasi tiga hari yang lalu, juga bagaimana Shirena ada di sana dan menolong Reygan. Dia juga sudah mendengar cerita Reygan mengenai pertemanannya dan Shirena di masa SD dulu.             Bahwa Reygan lah teman akrab Shirena kala itu. Tapi, yang membuat Gabriel gemas adalah karena Reygan tidak mengingat Shirena sebagai teman kecilnya, sedangkan cewek itu masih mengingatnya sampai sekarang. Bahkan Mahesa pun mengetahui perihal Reygan teman SD Shirena, sejak SMP sampai dia menjadi siswa baru di kelas mereka ini.             “Kata ekskul teater sih begitu,” sahut Gabriel seraya menggigit es krimnya. “Ulang tahun sekolah kita kan dua minggu lagi. Jadi, hari ini beberapa anggota ekskul teater bakalan datangin kelas-kelas buat nyari kandidat yang pas. Terus, besok pagi bakalan di umumin di lapangan sekolah.”             Reygan berdecak malas dan bersandar di kursinya. “Gue punya feeling yang nggak oke buat acara ini.”             Gabriel tertawa mendengarnya. “Gue juga punya dugaan yang sama kayak lo, bro! Lo pasti dipilih jadi Pangeran.” Cowok itu lantas berpikir sejenak dan melirik Mahesa yang duduk di kursinya sambil bermain ponsel. “Atau, bisa jadi Mahesa yang dipilih. Menurut gue, dia juga cocok berperan sebagai Pangeran. Dia saingan lo dalam hal menjadi idola semua cewek di sekolah ini.”             Reygan mendengus dan ikut melirik Mahesa. Percakapannya dengan Mahesa malam itu tiba-tiba kembali teringat olehnya dan Reygan menunduk. Sebelah tangannya terkepal kuat bahkan tanpa dia sadari. Kemudian, wajah Reygan terangkat dan dia kembali menatap Mahesa.             Yang ternyata juga menatap ke arahnya sambil tersenyum kecil dan mengangkat sebelah tangan untuk menyapa. Bukannya membalas sapaan itu, Reygan justru mengangkat satu alis dan Gabriel yang menggantikan posisinya untuk membalas sapaan tersebut.             “Lo kalau disapa orang tuh ya dibalas, dong, Rey,” gerutu Gabriel. “Kan nggak enak sama Mahesa.”             “Kenapa gue harus ngerasa nggak enak sama orang yang bakal menjadi saingan gue untuk mendapatkan Shirena?” tanya Reygan datar, sedatar tatapan matanya saat ini ketika menatap Gabriel. “Dia saingan gue, loh.”             Gabriel terdiam. Dia memang mempunyai pikiran kalau Reygan sebenarnya ada hati dengan Shirena, tetapi tidak mau menanyakan hal tersebut. Kemudian, setelah Reygan menceritakan semua kepadanya, dugaan itu semakin kuat. Karenanya, Gabriel kini memantapkan hati.             “Elo... suka sama Shirena, kan?”             Reygan masih tetap menatap Gabriel. Cowok itu kemudian menoleh ke jendela, menatap awan tebal di atas sana. Pikirannya kembali mengarah pada Shirena. Bagaimana cewek itu mengklaim kalau dirinya adalah orang paling b******k dan Shirena amat membencinya. Perasaannya sakit ketika mendengar itu. Seperti orang yang memiliki asma akut dan penyakitnya sedang kambuh.             Sesak sekali.             Kemudian, dia bisa melihat ikatan yang tercipta di antara Shirena dan Mahesa. Meskipun sikap Shirena juga dingin pada Mahesa, seperti sikap cewek itu kepadanya, tapi, Reygan bisa melihatnya di kedua mata Shirena.             Bahwa cewek itu sangat merindukan Mahesa. Bahwa Shirena membutuhkan Mahesa.             Dan dia tidak rela. Dia tidak suka dengan pemikiran itu.             “Ya,” jawab Reygan sambil menarik napas panjang dan tersenyum pahit. “Sahabat lo yang playboy ini udah jatuh dalam pesona si putri es, yang nggak lain adalah teman kecilnya. Teman kecil yang bahkan dilupakan sama gue. b******k, isn’t it? Dan... sekarang gue harus menghadapi seorang saingan. Saingan yang lebih potensial untuk mendapatkan hati Shirena.”             Gabriel membuka mulut namun menutupnya lagi. Bingung harus merespon apa. Dia tidak bisa memberikan kata-kata penyemangat bagi Reygan karena memang Gabriel tidak pernah bisa mengerti masalah percintaan seperti ini. Baginya, jika dia menyukai seseorang, maka ungkapkan saja. Ditolak adalah resiko dan salah satu informasi dari Tuhan bahwa orang tersebut bukanlah jodoh kita.             Selesai.             Tapi, melihat kondisi Reygan, Gabriel sangat yakin kalau cowok itu tidak akan menyerah. Dia akan terus berjuang membuat Shirena kembali menjadi sosok cewek kecil teman SD nya dulu. Ceria, hangat dan lembut. Sosok yang sudah dikubur dalam-dalam oleh Shirena. Ditidurkan, tidak ingin dibangunkan lagi.             Yang sialnya, pernah terbangun akibat hubungan khususnya dengan Mahesa. Hal itulah yang membuat Reygan stres. Karena dia merasa tidak bisa mengalahkan Mahesa, walau hatinya akan terus berusaha.             “Reygan, Mahesa....”             Panggilan itu membuat lamunan Gabriel buyar. Dia menoleh ke pintu kelas, menemukan Hanz, ketua ekskul teater, berdiri sambil tersenyum. Di sisi Hanz, Silvi dan Rania, wakil ketua serta penulis skenario dari ekskul teater setia mendampingi. Bagi Gabriel, ketiganya sudah seperti kembar siam karena selalu dempet ke mana pun mereka melangkah.             Tapi... tunggu dulu!             “Setau gue, judul pertunjukan teaternya itu Snow White,” kata Gabriel tanpa diminta. “Terus, kenapa lo manggil Reygan sama Mahesa? Pangerannya cuma satu orang, loh.”             Reygan dan Mahesa saling tatap. Reygan menatap tegas, sementara Mahesa mengangkat bahu tak acuh dan fokus pada Hanz sekarang.             “Memang. Tapi, konsepnya bakalan diubah. Kita nggak akan mainin Snow White versi fairytale itu. Kita masukkin ide cerita sendiri, tapi judulnya tetap sama. Eh, sedikit berubah, ding,” kata Rania seraya menatap lembaran di tangannya. “Snow White and her own prince.”             “Dan kita juga udah nemuin kandidat yang cocok buat peran si Snow White,” kata Hanz. “Shirena Violet, si putri es dari kelas 3 IPS 2 sekaligus ketua ekskul memanah.”             Sementara Gabriel menepuk jidat, mempertanyakan permainan takdir yang tercipta, Reygan dan Mahesa justru kembali saling tatap. Mereka tetap mendengarkan penjelasan Rania mengenai dua Pangeran dari kerajaan berbeda yang jatuh hati pada Snow White, tapi hanya satu yang akan bersatu dengan Snow White tersebut.             “Jadi, sebenarnya ada salah satu dari kedua Pangeran itu yang menjadi teman kecil si Snow White,” jelas Rania sambil membaca naskah di tangannya. Naskah buatannya sendiri. Entah kenapa, ide seperti ini mendadak hadir di kepalanya dan dia sangat bersemangat. “Teman kecil yang selalu ada di sisi Snow White dan melindunginya. Nanti, dia akan bersaing sama Pangeran dari kerajaan tetangga. Pangeran baik hati yang jatuh sama pesona si Snow White.”             Gabriel terkesiap dan menatap Reygan serta Mahesa.             Benarkah ini kebetulan? Atau... takdir memang sudah mempersiapkan ini semua?             “Nah, yang jadi sama si Snow White itu, si Pangeran dari kerajaan tetangga. Sementara Pangeran yang berteman sejak kecil sama si Snow White meninggal akibat melindungi Snow White dari orang-orang yang ingin membunuhnya. Dia kemudian menyerahkan Snow White, teman yang sangat dicintainya sejak dulu itu kepada si Pangeran dari kerajaan tetangga ini. Intinya, sad love story gitu. Tragis. Tapi, tetap happy ending, kan?”             Gabriel mendengus dan ingin menguras isi otak Rania saja rasanya. Apanya yang happy ending, coba?!             “Nah, yang jadi si Pangeran teman kecil Snow White itu....” ### Shirena menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka.             Cewek itu sedang membereskan peralatan memanahnya, saat melihat Mahesa masuk ke ruang ekskul sambil memasukkan tangan ke saku celana kotak-kotak merah hitamnya. Hari ini hari Kamis, jadwalnya sekolah mereka memakai rok dan celana kotak-kotak merah hitam yang dipadu dengan kemeja hitam. Untuk siswi, mereka memakai dasi pita berwarna merah, sementara cowok dasi biasa pada umumnya, yang juga berwarna merah.             “Gue nggak nyangka lo akan menerima peran ini. Gue pikir, lo tipe orang yang nggak mau ikut campur dalam hal-hal seperti ini, mengingat lo malas menjalankan peran lo sebagai manusia di muka bumi, my fairy,” ucap Mahesa santai sambil tersenyum dan duduk di samping Shirena.             “Terpaksa,” kata Shirena ketus. “Si Hanz sialan dan dua anak kembarnya itu terus merecoki gue sejak hari Senin sebenarnya. Makanya, pas mereka datang lagi hari Rabu ke kelas gue, gue langsung mengiyakan dengan satu syarat.”             Alis Mahesa terangkat satu.             “Gue nggak mau ada adegan romantis murahan di dalamnya.”             Mahesa tertawa dan mencubit pipi Shirena. Mendapat perlakuan itu, Shirena tidak bisa mencegah panas yang menjalar pada wajahnya tersebut. Belum lagi jantungnya kini berpacu liar, membuat cewek itu langsung menepis tangan Mahesa dan menatapnya kesal.             Untuk menutupi kegugupannya tentu saja.             “My fairy, pertunjukan teater ini tentang Snow White. Meskipun berbeda dari kisah fairytale zaman dulu itu, tapi, tetap aja bakal ada adegan romantis di dalamnya.”             “Maksud gue, nggak pakai acara cium-ciuman segala!” ketus Shirena. “Soalnya—“             Belum sempat Shirena menyelesaikan kalimatnya, cewek itu tersentak dan menahan napas. Mahesa rupanya menarik lengan Shirena, membawa tubuh cewek itu mendekat ke arahnya. Wajah yang teramat dekat dengannya itu memungkinkan Shirena merasakan hela napas hangat milik Mahesa.             Dari jarak sedekat ini, Mahesa bisa puas memandang manik dingin milik Shirena. Manik yang masih bisa membuatnya melayang dan terpesona. Sejak dulu, Mahesa selalu hanyut tenggelam pada sepasang mata Shirena. Terlebih, kalau mata itu berubah lembut dan hangat.             “Meskipun ciumannya sama gue?” tanya Mahesa dengan nada suara menggoda. Membuat Shirena menelan ludah dan mencoba membentengi diri lebih tinggi lagi. Mata Mahesa benar-benar memabukkan, terlebih senyumannya. “Lo akan berciuman sama gue nantinya, loh.”             Shirena memang sudah diberitahu mengenai perubahan habis-habisan dalam alur cerita. Bahwa dia akan diperebutkan oleh dua orang Pangeran. Masalahnya, waktu itu Hanz dan dua anak kembarnya tersebut tidak memberitahu Shirena siapa yang akan berperan sebagai Pangerannya. Dia juga tidak diberitahu siapa yang akan menjadi pasangan abadi si Snow White.             “Rahasia,” kata Rania dengan senyuman menyebalkannya itu. Shirena sendiri hanya mendengus dan melirik bete. Sudah tidak asing dengan otak dan imajinasi liar Rania dalam hal menulis skenario romantis. “Ini bakalan jadi pertunjukan teater super romantis, deh!”             “Kalau setelah pertunjukan ini lo jadi jatuh cinta lagi sama gue dan mau kembali merajut kasih, gue sama sekali nggak keberatan, my fairy,” kata Mahesa. Tangannya kini mengusap lembut pipi Shirena yang terasa dingin. “Gue bahkan sangat menantikan adegan ciuman nanti dan juga jatuhnya lo ke pelukan gue.”             Shirena mengeraskan rahang. Cowok di depannya ini benar-benar pandai membuatnya jinak! Mahesa terlalu tahu dirinya untuk bisa membuatnya mengesampingkan sifat dingin dan gelap miliknya itu.             Sampai akhirnya, suara heboh itu terdengar.             “Shirena! Shirena! Shirena!” seruan itu diikuti oleh terjangan Gabriel. Dia masuk ke tengah-tengah Shirena dan Mahesa, kemudian terengah-engah sambil mengusap peluh. Gabriel menoleh ke arah Mahesa, tersenyum lebar tanpa dosa sambil menepuk pundaknya beberapa kali, kemudian fokus pada Shirena. “Bisa tolong ajarin gue memanah?”             “Hah?” hanya itu respon yang ditunjukkan oleh Shirena. Bahkan, cewek itu tanpa sadar memperlihatkan wajah polosnya, yang selama ini tidak pernah dia perlihatkan pada siapa pun, semenjak kedua orang tuanya bercerai, semenjak dunia berubah kejam kepadanya.             Gabriel terpana pada kepolosan wajah dan mata Shirena saat ini. Dia tidak pernah melihat hal ini sebelumnya. Kemudian, dia melirik Mahesa sekilas. Cowok itu nampak tidak terkejut, yang artinya Mahesa pernah melihat kejadian langka seperti ini sebelumnya.             Sialan! Umpat Gabriel dalam hati. Dia melirik sedikit ke arah jendela yang mengarah langsung pada pohon rindang di halaman belakang. Tempatnya dan Reygan tadi berada, membicarakan soal pertunjukan teater untuk acara ulang tahun sekolah mereka dua minggu lagi. Kemudian, Reygan tidak sengaja melihat ke ruangan ini melalui jendela k*****t itu dan terdiam. Gabriel yang tidak paham apa yang sedang terjadi, ikut menatap ke jendela dan langsung lari ke ruang ekskul ini untuk menghentikan aksi gila k*****t si Mahesa kepada Shirena itu.             Rupanya, Reygan masih ada di sana. Berdiri tegak menatap ke arah Shirena. Kemudian, cowok itu menunduk. Gabriel berani bertaruh, hati Reygan saat ini kacau-balau, berantakan, hancur-lebur. Kesal pada Mahesa, Gabriel sengaja bergerak heboh ke sana-kemari, sebagai bentuk kepanikkan dirinya pada masalah yang dia ciptakan sendiri.             Dan hal itu membuat Mahesa hampir jatuh. Cowok itu hanya terkekeh geli dan menggeleng.             “Kenapa tiba-tiba?” tanya Shirena. “Gue harus nyiapin diri buat latihan teater. Sahabat lo itu juga harus latihan, kan?”             Beberapa menit sebelum Mahesa datang, Hanz dan dua konconya telah lebih dulu menemuinya untuk mengumumkan dua orang yang akan berperan sebagai Pangeran. Shirena kaget karena dua orang itu adalah Reygan dan Mahesa, tapi dia segera menormalkan air mukanya. Demi sekolahnya, dia tidak boleh mencampur-adukkan masalah pribadi dan kegiatan sekolah.             Dia harus profesional.             “Bokap gue tiba-tiba ketagihan acara memanah gitu, Ren,” jelas Gabriel. “Dia mendadak pengin liat gue memanah gitu. Hari Minggu, gue harus nunjukkin ke beliau. Gue mana bisa? Bisa-bisa, tuh anak panah nyasar ke jantung bokap gue, lagi!”             Shirena menarik napas panjang dan memijat pelipisnya. Bertemu lagi dengan Reygan setelah sepuluh tahun tidak bertemu, kemunculan Mahesa kembali ke kehidupannya, semuanya sudah membuat hidupnya tidak lagi tenang. Selalu saja ada masalah demi masalah.             “Besok, lo ikut gue latihan di sini, sepulang sekolah. Gue hanya punya waktu satu jam, sebelum latihan teater. Ngerti?”             “Ngerti! Makasih banyak, Shirena! Lo emang top banget!” Gabriel memutar tubuh dan menatap Mahesa dengan senyuman lebarnya. “Nah, Esa! Bisa tolong ajarin gue matematika sekarang?”             Alis Mahesa terangkat satu. “Sure.”             Gabriel segera berdiri dan menarik lengan Mahesa. Cowok itu lantas pamit pada Shirena dan menyeret Mahesa ke luar dari sana. Ketika keduanya berjalan di lorong, Mahesa menghentikan Gabriel karena tangan cowok itu menarik pergelangan tangannya, kemudian tersenyum geli.             “Lo boleh berhenti akting sekarang, Gabriel.”             Senyuman lebar yang sejak tadi diperlihatkan Gabriel kini musnah. Dia menatap tegas Mahesa dan melepaskan tangannya. “Lo sadar gue lagi akting?”             “Juga keberadaan Reygan di pohon, yang terus menatap ke ruang ekskul dari jendela,” sahut Mahesa enteng dan bersedekap. “Lo cuma mau menjaga perasaan sahabat karib lo, kan?”             Gabriel menatap Mahesa dalam diam. Cowok di depannya ini rupanya peka terhadap keadaan sekitar. Mahesa adalah sosok yang tidak boleh diremehkan dan dianggap sebelah mata!             “Bagus kalau lo sadar, berarti gue nggak perlu berakting lagi seperti tadi,” ucap Gabriel seraya mengangguk. “Dengar, gue paham kalau lo pernah ada hubungan sama Shirena di masa lalu. Tapi, masa lalu nggak berlaku di masa sekarang! Sekarang, giliran Reygan yang akan menyelamatkan Shirena.”             Mahesa hanya diam. Cowok itu tersenyum tipis dan mengangkat bahu tak acuh. Kemudian, dia berjalan pergi, meninggalkan Gabriel yang mendadak gusar akibat sikap Mahesa yang santai menurutnya itu.             Sialan! ### Kening Shirena mengerut saat membaca naskah skenario buatan Rania di tangannya.             Cewek itu langsung memaki Rania dalam hati, tatkala membaca hampir di setiap adegan, selalu diselipi scene-scene romantis. Shirena menggeleng dan melempar naskah itu ke lantai. Dia memijat pelipis dan menatap ngeri naskah yang teronggok mengenaskan di lantai tersebut.             “Si Rania itu minta dipanah kayaknya,” gerutu Shirena. Dia memejamkan mata dan membukanya lagi, saat mendengar derit pintu.             Lalu tersentak ketika Reygan masuk dengan wajah kagetnya.             “Ngapain lo di sini?” tanya keduanya bersamaan. Reygan langsung berdeham untuk menetralkan suasana, sementara Shirena memungut naskah skenarionya lagi.             “Rania bilang, gue disuruh datang buat konsultasi sama dia soal naskah,” kata Shirena. “Lo juga disuruh datang sama Rania?”             “Gue? Gue disuruh Gabriel ke sini. Katanya ada yang mau diomongin.” Cowok itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menunjuk pintu di belakangnya dengan ibu jari. “Gue ke luar, deh. Mau nyari Gabriel.”             Kemudian, Reygan mematung. Cowok itu berusaha membuka pintu, tapi tidak berhasil. Dengan wajah tegang, dia menoleh ke arah Shirena dan berkata, “Pintunya dikunci.”             “WHAT?!”             “Pintunya dikunci dari luar, Ren,” kata Reygan lagi. “Kita dikunciin.”             Shirena bangkit dan berjalan menuju pintu. Dicobanya untuk membuka pintu tersebut, tapi tidak berhasil. Berdecak jengkel, Shirena menendang daun pintu tersebut dan mengumpat.             “Biar gue telepon Gabriel.” Reygan menawarkan diri. Cowok itu mengeluarkan ponselnya dan mengerutkan kening ketika mendapat satu pesan singkat masuk ke ponselnya tersebut. Dibukanya pesan tersebut dan dia mengerang dalam hati.   Tuh, gue bikin lo berduaan aja sama Shirena. Ngobrol ya, Nak. From: Iel               “Lo... jadi Pangeran teman masa kecil Snow White itu, kan?”             Pertanyaan Shirena membuat Reygan terkesiap. Dia mengangguk dan berdeham. Mengetik balasan untuk Gabriel agar segera membuka pintu ruang ekskul teater ini kalau tidak mau hidupnya habis hari ini juga.             “Sedikit ironis, kan?” tanya Shirena lagi. Cewek itu mendengus dan kembali ke tempanya semula.             Reygan memerhatikan Shirena. Cewek itu nampak serius membaca naskah skenario di tangannya. Shirena seolah menganggapnya makhluk tak terlihat dan hal itu membuat Reygan mendesah frustasi.             “Apa lo nggak bisa memaafkan gue, Shirena?”             Tubuh Shirena menegang dan Reygan bisa melihatnya.             “Apa... lo akan terus membenci gue? Apa... apa lo ingin gue meninggal dunia, pergi selamanya dari kehidupan lo dan juga bumi ini, seperti tokoh yang akan gue mainin nanti?”             Tetap tidak ada respon.             “Apa cuma Mahesa, Shirena? Apa cuma dia?”             Shirena mengangkat wajah dan menatap raut serius Reygan. Cewek itu berdiri dan mendekati Reygan. Mendongak, menatap Reygan dengan tatapan tajamnya, Shirena berkata, “Past is the past, Reygan Megantara. Lo udah gue tinggalkan jauh-jauh di belakang.”             Ketika Shirena memutar tubuh untuk kembali ke tempatnya, lengan cewek itu dicekal kuat oleh Reygan hingga tubuh mungil Shirena berputar cepat ke arah Reygan. Kemudian, dengan satu gerakan tak terduga, kedua tangan Reygan menangkup wajah Shirena dan... cowok itu mencium bibir Shirena.             Membuat Shirena kaget. Membuat Shirena membulatkan matanya dan memberontak hebat, tapi Reygan tidak melepaskan. ###  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN