Chapter 4

2812 Kata
Shirena tidak menyangka akan datang hari di mana dia bertemu lagi dengan Mahesa.             Tadinya, dia hanya tidak sengaja dimintai tolong oleh guru Geografi untuk mengantar buku tugas anak-anak kelas 3 IPS 1. Shirena ingin menolak karena malas bertemu dengan Reygan, walau kemungkinan besar dia tidak akan berhadapan langsung. Tapi, berada dalam satu ruangan dengan Reygan saja sudah membuatnya kesal dan sesak. Rasa sakit hati itu masih mengendap dalam dadanya. Sakit hati atas ucapan menyakitkan Reygan untuknya minggu lalu.             Kemudian, seolah dipermainkan oleh takdir, Mahesa ada di sana. Mahesa yang dulu selalu bersamanya, membawanya keluar dari jurang kegelapan, menemani hari-harinya, tersenyum dan tertawa bersamanya, sekaligus meninggalkannya begitu saja. Cowok itu berhenti menghubunginya, berhenti menyapa dan menemaninya, berhenti menjadi kekasihnya.             Tanpa penjelasan, tanpa alasan.             Sejak saat itu, hati yang tadinya mulai cerah, mendadak gelap kembali. Dia memutuskan untuk menutup diri dan hatinya jauh lebih dalam dari sebelumnya. Membiarkan kegelapan itu mengambil alih, membekukan hatinya. Shirena tidak akan lagi percaya pada siapa pun, kecuali kakaknya, Septian.             Buku-buku yang dipegang Shirena jatuh ke lantai dengan bunyi berdebum keras. Semua mata di kelas 3 IPS 1 mengarah kepadanya, termasuk Mahesa dan Reygan. Mahesa yang tersenyum lembut seperti dulu, menghampirinya, menyapanya dan menyebutnya dengan panggilan kesayangannya dulu.             My fairy.             Jantung Shirena kini berdetak jauh di atas normal, terlebih saat tangan Mahesa terulur dan mendarat pada kepalanya. Bukan hanya mendarat, Mahesa juga melakukan hal yang dulu selalu cowok itu lakukan terhadapnya: mengusap lembut rambutnya. Memberikan ketenangan dan kenyamanan.             Lalu, gebrakan meja terdengar. Membuat Shirena tersentak dan menoleh ke sumber suara. Menatap dengan heran ke arah Reygan yang kini berdiri dan memandangnya. Mata Reygan terlihat kesal dan jengkel. Emosi cowok itu terlihat tidak stabil di mata Shirena, membuat Shirena menerka-nerka dalam hati, setan mana yang sudah merasuki tubuh Reygan hari ini.             Di sisi lain, Mahesa menanggapi dengan tenang bara kebencian yang meletup dalam kedua manik Reygan. Manik teman sekelasnya yang baru, yang bahkan belum dia tahu siapa namanya. Lalu, sebuah gagasan hadir di benak Mahesa, membuatnya melirik Shirena tanpa sadar. Tangannya masih di sana, bertahan pada rambut lembut dan wangi mawar khas Shirena. Lantas, Mahesa melirik sekilas ke arah Reygan dengan melewati pundak.             Apa karena Shirena? Batinnya mulai mengganggu. Jika benar cowok itu terusik karena kehadirannya di sisi Shirena saat ini, maka cowok tersebut memiliki rasa pada Shirena.             Pada mantan kekasihnya.             “Ada apa Reygan?” tanya Hendrawan, memecah kesunyian yang tercipta. Hendrawan lebih merasa suasana ini terkesan canggung dan mencekam ketimbang sunyi. Dia memang sudah tidak masuk lagi dalam kategori remaja, mengingat umurnya yang bulan depan memasuki angka dua puluh delapan, tapi, dia paham situasi yang sedang terjadi saat ini.             Reygan terkesiap. Dia baru sadar sudah menjadi tontonan menarik bagi teman-teman sekelasnya. Entahlah, rasanya ada yang meninju ulu hatinya tatkala melihat bagaimana si siswa baru bernama Mahesa itu terkesan akrab dengan Shirena. Terlebih caranya mengusap rambut Shirena, menandakan keduanya saling kenal.             “Nggak ada apa-apa, Pak,” jawab Reygan datar. Dia kembali duduk dan berdecak. Panas menjalar di kepalanya, membuatnya ingin sekali berteriak gila-gilaan sambil meninju apa pun di sekitarnya. “Cuma efek makan durian semalam sama tadi pagi mulai terasa.”             Hendrawan mengangkat satu alisnya, bersamaan dengan Gabriel sang keponakan. Keduanya saling tatap dan Gabriel mengangkat bahu, tanda tak tahu apa pun yang terjadi pada Reygan. Sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan tersirat dari Hendrawan untuknya.             Menarik napas panjang, Hendrawan mendekati Shirena yang mulai berjongkok untuk membereskan buku-buku tugas milik kelas 3 IPS 1. Dia bisa melihat bagaimana Mahesa terus tersenyum lembut ke arah Shirena, menatap cewek itu dengan jutaan ekspresi yang terpancar pada matanya. Senang, rindu, semua ada di sana. Tapi, Shirena tetap diam. Mempertahankan wajah datar dan tatapan kosong yang dingin itu. Khas seorang Shirena yang bahkan diketahui oleh semua guru di sekolah ini, termasuk Hendrawan.             Tangan Shirena bersentuhan dengan Mahesa, membuatnya tersentak dan mendongak. Matanya bertemu dengan mata Mahesa. Masih tetap tersenyum seperti di awal, senyum yang sangat disukai Shirena—dulu. Cewek itu lantas menarik tangannya kasar dan berdiri. Menyerahkan semua buku yang dipungutnya kepada Hendrawan dan bungkuk sejenak untuk memberi salam.             “Saya disuruh sama Bu Anis untuk mengantar buku-buku tugas Geografi milik kelas ini, Pak,” jelas Shirena tanpa diminta. Cewek itu membungkuk lagi dan mengangguk sebentar, sebelum kemudian memutar tubuh dan pergi ke luar kelas.             Meninggalkan Reygan yang menatapnya tajam dari tempat duduknya, meninggalkan Mahesa yang menatap nanar punggung rapuh milik Shirena yang mulai menjauh dan menghilang dari pandangan.             “Nah, Mahesa....”             “Esa aja cukup, Pak,” potong cowok berkacamata itu kepada Hendrawan. Hendrawan tertawa pelan dan mengangguk, lantas menepuk pundak Mahesa.             “Oke, Esa. Sekarang, kamu bisa duduk di belakang Reygan. Anak-anak, pelajaran akan dimulai.”             Mahesa berjalan tegap dan mantap ke kursinya. Melewati kursi Reygan, cowok itu berhenti sejenak. Menatap Reygan dengan tatapan yang sulit terbaca, namun bibirnya menyunggingkan seulas senyum. Dia mengulurkan tangan kanan, menunggu Reygan menyambutnya.             “Gue Esa... Mahesa. Lo?”             Reygan tidak langsung merespon. Dikulitinya cowok bernama Mahesa ini. Meneliti keseluruhan fisik, membaca sifat dan sikap Mahesa. Tiga menit terlewat, dan kalau bukan karena dehaman Gabriel, mungkin Reygan tidak akan membalas jabatan tangan Mahesa padanya. Karena itu, Reygan berdiri, berhadapan dengan cowok yang sama tinggi dengannya tersebut, kemudian menjabat tegas tangan Mahesa.             Yang rupanya juga menjabat tegas tangan Reygan, hingga Reygan mengangkat satu alis.             “Reygan Megantara.”             “Reygan pangerannya sekolah ini, Sa,” celetuk salah seorang siswa di kelas Reygan dan diikuti sambutan heboh teman-temannya. Mahesa hanya menggeser tubuhnya sedikit untuk melihat orang yang baru saja memberinya informasi tersebut, tapi tetap menjabat tangan Reygan. “Dia playboy terkenal di sini. Korbannya banyak banget, tapi tetap jadi idola para cewek. Silly, right?”             Mahesa tertawa dan mengibaskan sebelah tangan. Dia kembali menatap Reygan dan berkata, “Ah, nggak juga. Gue juga digosipkan sebagai seorang playboy, kok.”             Sorak-sorai teman-teman sekelas Reygan memenuhi ruangan. Hendrawan sampai menggeleng karenanya, tapi membiarkan sejenak, sebelum dia memberikan pelajaran yang sanggup membunuh para siswanya itu.             “Salam kenal, Reygan.” Mahesa mengangguk bersahabat dan melepas jabatan tangannya. Dia melewati Reygan, kemudian duduk di kursinya. Meninggalkan Reygan yang masih berdiri. Berdiri sambil menunduk menatap lantai, di mana wajah Shirena mendadak tercetak di sana.             Siapa Mahesa bagi Shirena? ### “Apa yang lo lakuin di sini?”             Pertanyaan bernada dingin itu membuat langkah Mahesa terhenti. Dia baru saja membeli roti dan teh dingin dalam kemasan botol, ketika suara yang sudah dihafalnya tersebut terdengar. Mahesa menoleh dan menemukan Shirena sedang bersandar pada pilar bangunan sekolah sambil bersedekap. Tatapan mata tajam dan dingin serta wajah datar itu adalah makanan sehari-hari Mahesa dulu, saat dia belum mengenal Shirena di SMP dan berusaha mendekati cewek itu.             Sampai akhirnya, mereka menjalin kasih. Mahesa berjuang agar Shirena tidak lagi berada dalam keadaan seperti itu. Dia berjuang agar Shirena bisa berbaur dengan teman-temannya, menjadi pribadi yang hangat dan ceria. Dan dia berhasil. Walau hanya sedikit, Shirena berubah. Itu membuatnya senang.             “Apa yang gue lakuin di sini?” ulang Mahesa. Cowok itu mengawasi sekitar dan mendapati lorong sekolah ini tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa siswa yang berlalu-lalang, entah hendak ke kantin atau baru pulang dari kantin.             Sambil tersenyum lembut, Mahesa mendekati Shirena. Cewek itu memasang sikap waspada, tapi tidak bergerak dari tempatnya. Dengan ketenangannya yang selalu berhasil dia ciptakan, ditentangnya tatapan dan senyuman hangat Mahesa. Ketika jarak keduanya tertutup karena Mahesa sudah memasang tubuh tegapnya di depan Shirena dan sedikit menunduk untuk menatap manik yang sangat dia sukai itu, Mahesa menaruh telapak tangannya di sisi kanan Shirena. Mengurung cewek itu dengan sebelah tangannya.             Meski dia yakin, Shirena tidak akan terintimidasi, takut apalagi kabur.             Dia hafal sikap dan sifat mantan pacarnya itu.             “Gue sekolah di sini.” Mahesa memiringkan kepala ke kanan. “Apalagi yang lo harapkan emang? Gue sengaja mengejar lo ke sini, begitu?”             Shirena diam. Mendongak, menatap manik yang sangat dia sukai di masa lampau itu. Tapi, semenjak Mahesa memutuskannya tanpa penjelasan dan alasan, cowok itu adalah satu dari sekian banyaknya manusia di muka bumi yang dibenci oleh Shirena.             Karena cowok itu membuangnya.             “Who knows?” tanya Shirena dengan nada dinginnya, as always. Kini, bibir mungil merah ranum itu tersenyum sinis. Mata yang sempat berpendar hangat di ingatan Mahesa, lenyap tak bersisa. Yang ada di depannya saat ini adalah Shirena di awal pertemuan mereka dulu.             Dingin, tidak terjangkau, terisolasi.             “Dan untuk apa gue mengejar lo sampai ke sini,” ucapan itu menggantung, sementara jemari Mahesa mulai mengusap pipi mulus Shirena. “My fairy?”             Sialan!             Shirena memaki Mahesa dan ketenangannya di dalam hati.             Mahesa tertawa renyah dan menggeleng. Dia menunduk menatap lantai, kemudian mendesah panjang. Saat mengangkat wajah, cowok itu sengaja mendekatkan wajahnya dengan wajah Shirena, sehingga dia bisa puas memandangi manik cokelat terang cewek tersebut.             Manik yang tidak menampilkan emosi. Manik yang kosong dan hampa. Manik yang dulu pernah dia ubah menjadi lebih berekspresi.             “I miss you.”             Hanya tiga kata, namun sanggup membuat jantung Shirena berhenti berdetak, sebelum akhirnya berdebar kencang. Cewek itu sendiri bingung dengan bentuk perasaannya saat ini. Apa sebenarnya dia senang bertemu lagi dengan Mahesa? Apa sebenarnya dia masih mengharapkan cowok itu? Menginginkannya? Setelah apa yang dia lakukan di masa lalu?             Tidak! Tidak mungkin!             Dia benci cowok ini. Sangat membencinya, hingga ingin rasanya menghancurkan Mahesa dengan kedua tangannya sendiri.             Lalu, saat Shirena akan membalas kalimat Mahesa tadi, sebuah dehaman terdengar. Refleks, Shirena dan Mahesa menoleh, kemudian mendapati sosok Reygan sudah ada di sana. Beberapa meter di hadapan mereka, memberikan tatapan tidak senangnya.             “Hei, Reygan!” seru Mahesa. Cowok itu memundurkan tubuhnya dari hadapan Shirena. Shirena sendiri masih bertahan. Bersedekap, menatap Mahesa sekilas, kemudian kembali fokus pada kehadiran Reygan. “Mau ke kantin, ya?”             Reygan tidak menjawab. Dia menatap Mahesa dan Shirena bergantian. Rasa bersalahnya minggu lalu karena sudah mengucapkan kalimat menyakitkan untuk Shirena sirna. Untuk apa dia terus merasa bersalah, jika pada kenyataannya, Shirena memanglah cewek gampangan yang mau saja didesak ke pilar sekolah oleh seorang cowok asing?             Cowok asing yang bahkan baru bergabung hari ini di sekolah mereka. Reygan yakin, meskipun selalu menyendiri, Shirena hafal dengan semua wajah siswa-siswi di sekolah ini.             “Nggak, kebetulan lewat. Mau ke tempat keramat di belakang sekolah.” Reygan berjalan dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana. Dia berhenti di dekat Mahesa dan Shirena, kembali mengamati keduanya, lantas tersenyum merendahkan. “Kalian berdua lumayan akrab untuk ukuran orang yang belum mengenal.”             Shirena memutar bola matanya jengah. Dia tidak tahu kenapa harus merasa tersinggung dengan nada bicara Reygan yang seolah mengejeknya. Seakan-akan, cowok itu sudah memergokinya berselingkuh dengan cowok lain. Yang benar saja! Di dalam angan liarnya pun, Shirena tidak pernah berpikir akan berpacaran dengan Reygan.             “Oh, gue dan Shirena emang udah saling kenal, kok,” jelas Mahesa sambil tertawa bangga. Dia kemudian menatap Shirena. “Ini, gue sengaja beli roti ini untuk lo, Violet. Roti kesukaan lo. Roti isi susu.”             Sementara Shirena menatap bungkusan roti isi s**u yang dijejalkan Mahesa ke tangannya, Reygan semakin merasa terusik, entah kenapa.             Violet? Batin Reygan kesal. Siapa itu Violet?             “Ah, sori gue manggil lo dengan nama itu, my fairy,” kata Mahesa seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia menarik lengan Shirena, membawa tubuh cewek itu yang hanya sempat tersentak sejenak ke arahnya. Shirena sendiri kini meronta, berusaha meloloskan diri dari cengkraman Mahesa dan menatap tegas cowok itu. “Udah kebiasaan soalnya. Hanya gue yang memanggil lo dengan nama itu, kan, my fairy?”             “Cuma lo? Wah, berarti lo istimewa dong, ya?” tanya Reygan dengan nada menyindir. Entahlah, hatinya ini sedang konslet sepertinya. Mendadak kesal, bete, tidak senang, jika Mahesa dan Shirena bersama. Terlebih saat Mahesa bilang, keduanya saling kenal dan hanya Mahesa yang memanggil Shirena dengan sebutan Violet.             “Ya!” tandas Mahesa tegas. Setegas tatapan matanya, setegas senyumannya. Dia menghadapkan tubuh Shirena ke arah Reygan, merangkul cewek itu yang kini mulai bisa tenang. Tidak lagi meronta, karena kemungkinan besar, cewek itu mulai kewalahan. “Shirena Violet, mantan pacar gue.”             DEG!             Reygan tidak mampu menemukan suaranya. Dia menatap Shirena yang mendengus dan membuang muka. Menandakan ucapan Mahesa tadi memang benar, karena sepertinya, cewek itu malas mengakui.             Ucapan Gabriel jadi terngiang di telinganya.             Shirena pernah jadian. Pas kelas dua SMP, tapi putus pas kelas tiga. Putusnya karena apa juga gue nggak tau. Yah, namanya juga gosip.             Jadi... Mahesa Febrianto adalah mantan pacar Shirena Violet? Pacarnya sewaktu kelas dua SMP dulu? Pacarnya yang sanggup membuat Shirena berubah ‘hidup’ dan berubah kembali menjadi putri es saat mereka putus?             Sekuat apa ikatan di antara mereka berdua, sampai-sampai Shirena bisa menjadi pribadi yang bertolak belakang dengan julukannya kala itu? Sebesar apa pengaruh kehadiran Mahesa untuk kehidupan dan hati Shirena kala itu?             Apa... ikatan dan pengaruh itu masih ada hingga detik ini, sehingga takdir memutuskan untuk mempertemukan Mahesa dan Shirena lagi?             “Kisah cinta di masa lalu yang sangat hangat, kan, my fairy?” tanya Mahesa seraya mengacak rambut Shirena dan kali ini membiarkan cewek itu lepas darinya.             Shirena nampak jengkel luar biasa. Kehidupan pribadinya diperbincangkan dengan santai di sini, seolah-olah dia tidak kasat mata. Minggu lalu Reygan dan Gabriel, sekarang Reygan dan Mahesa. Apa sekarang dunia sedang mengejeknya lagi? Mengerjainya? Ingin menjatuhkannya lagi?!             Belum cukup semua kepahitan dan keterpurukan yang dia rasakan sejak kecil?             Memuakkan!             “Silahkan lanjutkan obrolan kalian,” kata Shirena sambil melempar roti isi s**u pemberian Mahesa tadi ke arah cowok itu. Dengan sigap, Mahesa menangkap bungkusan tersebut dan terkekeh. Ini semakin menarik. “Gue pergi dulu.”             Sebelum benar-benar pergi, Mahesa memanggil Shirena. Reygan melirik cowok itu dan mengangkat satu alis ketika Shirena berhenti melangkah. Cewek itu menoleh, menatap Mahesa melalui pundaknya.             Dan Reygan benci sekali melihat hal ini.             “Berniat melanjutkan kisah cinta kita dulu, my fairy?”             Shirena tersenyum. Senyuman yang membuat Reygan membeku dan jantungnya berdebar tidak karuan sekarang. Itu memang bukan senyuman lembut dan manis. Itu jenis senyuman sinis dan dingin khas seorang Shirena.             Tapi... entah kenapa dia seperti terhipnotis oleh senyuman itu. Memabukkan, membuatnya melayang.             “Go to the hell Esa.”             Tawa itu menyembur keras. Mahesa bahkan sampai membungkuk dan memegang perutnya. Dia mendongak sedikit, menatap kepergian cewek kecilnya dulu. Cewek kecil rapuh yang kini menjelma menjadi cewek dewasa anggun dan tetap rapuh. Membiarkan kegelapan memenjarakannya.             “Tuhan... dia benar-benar menggemaskan!” seru Mahesa. Cowok itu menegakkan tubuh dan mendesah. “Akan gue buat lo jadi hangat seperti yang dulu pernah lo perlihatkan ke gue, my fairy!”             Seakan baru tersadar kalau Reygan ada bersama mereka, Mahesa segera menoleh. Mendapati Reygan seperti patung super t***l, menatap ke tempat tadi Shirena berdiri dan memberikan senyuman sinis alanya itu.             “Well, well... gue suka persaingan!”             Reygan yang tersadar dan mendengar ucapan Mahesa itu kini menatapnya. Keningnya mengerut ketika Mahesa mengedipkan sebelah mata dan menepuk pundaknya beberapa kali, sebelum akhirnya pergi sambil tertawa—lagi.             “Kenapa tuh orang?” gumam Reygan bingung. ### Entah apa yang membawa Reygan ke belakang sekolah.             Di saat semua siswa-siswi sudah bersiap pulang ke rumah masing-masing, Reygan justru melangkahkan kakinya ke sini. Ke tempat di mana Gabriel menceritakan semua kisah Shirena saat SMP, hingga mereka terkejut karena Shirena ada di sana, di atas pohon rindang tersebut. Memergoki keduanya yang sedang asyik bergosip ria.             Menarik napas panjang, Reygan mengeratkan ranselnya. Gabriel sudah pulang karena ada urusan penting di rumah. Reyna ada kerja kelompok dan pergi ke rumah temannya. Reygan sendiri sudah seminggu ini tidak melancarkan aksi mendekati cewek-cewek, entah apa alasannya.             Kemudian, langkah kaki Reygan terhenti. Shirena ada di sana. Bersandar pada batang pohon yang kasar, berlindung di bawah daun yang rindang. Meski matahari tidak menjalankan tugasnya dengan sempurna, tapi, cahayanya masih bisa menyinari bumi walau samar.             Perlahan, Reygan mendekati Shirena. Cewek itu memejamkan kedua mata sambil mendengarkan sesuatu entah apa dari ponsel dengan menggunakan headset. Sepertinya lagu.             Wajah datar yang selalu diperlihatkan Shirena, kini terlihat teduh dan damai. Senyuman yang selalu berkembang dingin dan sinis, kini terkesan lembut dan polos. Lagu yang didengarkan Shirena pasti sangat menyentuh hatinya, menidurkan sisi gelapnya, menggantikannya dengan sisi hangat yang selalu dia kunci jauh-jauh di dasar hati.             Dan hal ini membuat Reygan kehilangan akal sehatnya sejenak.             Cowok itu berlutut, mendekatkan wajahnya ke arah Shirena hanya untuk sekedar menyaksikan wajah teduh itu dari jarak dekat. Reygan tersenyum. Hatinya meringan begitu saja. Sebelah tangannya terulur, hendak menyentuh pipi mulus Shirena, saat kedua mata cewek itu tiba-tiba terbuka.             Kemudian membulat sempurna. Reygan bahkan bisa melihat manik cokelat terang itu menyorot kaget. Kepolosan itu jelas tercetak di sana, membuat Reygan yakin kalau Shirena yang ada di depannya saat ini adalah Shirena yang tidak pernah ditunjukkan cewek itu pada siapa pun.             Kecuali... mungkin kepada si Mahesa sialan itu!             “Ah, sori! Gue... gue....” Reygan mengumpat. Belum pernah dia segugup ini sebelumnya. Dia sudah ribuan kali menghadapi para cewek di luar sana, tapi menghadapi Shirena sekarang, dia merasa seperti anak ingusan yang baru pertama kali melakukan aksi PDKT.             Cowok itu menjauh dan bangkit berdiri. Shirena bertahan di tempatnya. Mendongak menatap Reygan yang terlihat salah tingkah. Hingga akhirnya, tawa keras itu terdengar. Menyebabkan Shirena berdecak dan Reygan mengerjap bingung.             Lalu, seseorang meluncur dari atas pohon dan mendarat sempurna di atas tanah berumput. Orang tersebut membersihkan kedua tangan dan menyeringai geli.             Mahesa Febrianto.             “Apa seorang playboy terkenal seperti Reygan Megantara, yang kabarnya memiliki puluhan mantan di sekolah ini, gugup hanya karena berhadapan dengan putri es seperti Shirena?”             Sialan!             Reygan menatap tajam Mahesa, sementara Mahesa terkekeh geli. Shirena sendiri tidak mau ambil pusing. Cewek itu berdiri, memasang ransel hanya di sebelah pundak dan menunjuk keduanya.             “Silahkan berantem sampai mati.”             Sepeninggal Shirena, Reygan mendengus dan Mahesa tidak mampu mengontrol tawanya lagi. ###  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN