Nenek Sihir!

1303 Kata
“Aku ga mau!” pekik seorang gadis cilik berusia lima tahun. Rambut dikuncir kuda dengan poni sebatas alis, membuat wajah imutnya terlihat manis. Namun, di balik wajah manis itu terdapat ketidaksukaannya terhadap seseorang berhati iblis. “Non, Sayang.” Seorang wanita paruh baya berlutut berusaha menenangkan gadis kecil itu. “Usir dia, Bi!” Gadis cilik itu menatap dengan pandangan menyalak! ‘Kalau bukan karena gue cinta sama Aryan, lo udah gue ulek tau ga! Dasar bocah kecil ga tau diri!’ Humaira semakin panas. Ia jelas mendengar isi hati wanita di hadapannya ini. Wajah yang selalu menampakkan sisi malaikat namun hatinya begitu jahat. “Pergi kamu! Dasar nenek sihir!” teriak Humaira benar-benar merasa tak nyaman dengan wanita tersebut. “Non Sayang, Miss Grace kesini buat ajarin kamu belajar.” Ya, Humaira selama ini menjalankan home schooling. Karena saat batita ia mengalami speech delay, lalu diikuti dengan penyakit pneumonia yang diderita mengakibatkan Humaira harus menjalankan aktivitasnya di rumah. Belajar, terapi, dan konsultasi. Disisi lain, Aryan tahu sekali bahwa persaingan bisnisnya bisa menjadi ancaman untuk sang buah hati. Jadi, membiarkan anak itu dalam pengawasan orang-orangnya akan lebih aman bagi Humaira. “Ga perlu!” “Sayang,” lirih Grace memelas sambil berlutut. “Jangan dekat-dekat!” Humaira mencoba menjauh, bahkan ia berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Laila lalu bersembunyi di belakang. “Ayah sudah carikan guru private sesuai keinginanku, jadi nenek sihir ini ga perlu disini!” Humaira bersedekap sambil memberengut. Wajahnya ia buang ke arah lain, seolah tak ingin melihat kehadiran Grace disana. “Nona Grace, kayaknya ga akan berhasil. Sebaiknya Miss pulang saja.” “Berani-beraninya lo usir gue!” “B-bukan begitu, Nona.” “Sayangku, Humaira … kalau Miss ada salah maaf, ya.” Grace berlutut lalu merengkuh bahu Humaira yang terlihat tak peduli. ‘Gue rela rendahkan diri di hadapan bocah kecil kayak lo! Awas aja lo ga luluh!’ Humaira tersenyum mengejek, tatapan matanya langsung menelisik tajam. Seketika terbesit ide yang sangat brilian. ‘Bisa-bisanya nenek sihir ini pura-pura baik!’ *** [1 message receive] +62 816 7878 xxx: Kalau Nona sudah putuskan, silakan langsung datang ke Heaven Cluster blok A no. 8. Untuk surat perjanjian bisa kita lakukan nanti. Dalam perjalanan menuju yayasan, Hana mendapat notifikasi pesan singkat dari nomor tak dikenal. Namun, dari kalimat itu ia seperti bisa menebak siapa yang mengirimkannya. Perjalanan Hana masih kurang dari tiga puluh menit untuk sampai ke yayasan. Ia menimang dalam hati. Ia merasa belum siap. Bahkan, ia belum mengatakan apapun pada senior disana. Saat ia termenung tiba-tiba Hana mendapatkan panggilan telepon. ‘Pak Rahmat?’ Hana bergeming sesaat. Namun, tak butuh waktu lama, Hana pun mengangkatnya. “Assalamualaikum, Pak. Ada apa?” “Waalaikumussalam, Bu. Hari ini saya diberitahu Ibu Kepala, bahwa Ibu Hana ga perlu ke yayasan lagi, ya.” “Apa? Maaf, Pak. Maksudnya gimana?” Hana yang masih belum bisa mencerna ucapan Rahmat, terlihat gelagapan. “Ibu Kepala sudah memutasi Bu Hana untuk mengajar di kediaman keluarga Kartawijaya.” Benar saja dugaan Hana. Bahwa telepon itu dimaksudkan agar Hana mau tidak mau menerima tawaran Aryan. “Tapi, Pak ….” “Ya sudah, ya, Bu. Assalamualaikum.” Tut … tut … tut … Belum sempat Hana melanjutkan ucapan, suara sambungan telepon telah terputus. “Waalaikumussalam.” “Maaf, Mbak. Kita sudah sampai,” ucap supir taksi tersebut. Hana pun memandang papan nama gedung tersebut, yayasan yang sudah mau menampungnya untuk mengajar meski ia sempat putus kuliah karena menikah. Akan tetapi, yayasan itu pula yang telah memberi kesempatan belajar melalui beasiswa hingga ia menjadi sarjana pendidikan taman kanak-kanak. Hana kembali teringat ketika Aryan mengatakan bahwa kepala yayasan tersebut adalah ibundanya. Mengapa takdir begitu dekat? Mengapa disaat ia terpuruk, sosok Aryan datang memberi harapan? Mengapa semua terjadi secara kebetulan? Apakah ini takdir? “Mbak?” “Eung?” “Sudah sampai, Mbak.” “Oh, iya—maaf, Pak. Bisa tolong antar saya ke Heaven Cluster?” “Oh, bisa, Mbak. Argo baru, ya, Mbak?” “Boleh, Pak. Tolong, ya.” “Baik, Mbak.” Mobil melaju menjauh dari gedung tersebut. Lima belas menit berlalu, mobil tiba di depan gerbang kediaman yang dimaksud. Seketika Hana termangu. ‘Benarkah ini rumahnya?’ Hana kembali mencari alamat dari pesan teks beberapa waktu lalu. ‘Blok A No. 8, rumahnya sangat mewah.’ “Mbak sudah sampai sesuai alamat, ya.” “Oh, i-iya, Pak. Terima kasih.” Setelah Hana menarik handles pintu mobil. Ia berpijak diatas bumi sambil mendongak, mengitari sudut rumah bak istana disana. Samar-samar, Hana mendengar suara mobil yang mengantarnya mulai menjauh. Dengan posisi bergeming, Hana tiba-tiba terkejut dengan kehadiran satpam di hadapannya. “Ibu Hana?” tanya satpam dengan name tag Burhan. “Oh, i-iya, Pak. Benar.” “Silakan masuk, Bu.” Satpam itu membukakan gerbang samping lalu membawa Hana masuk ke dalam kediaman tersebut. “Tuan Aryan berpesan bahwa nanti akan ada tamunya. Silakan masuk, Bu.” “Oh, iya.” Hana terasa canggung. Ia diperlakukan dengan begitu baik, padahal dirinya hanya seorang guru private untuk Humaira. Setelah berjalan sekitar seratus meter dari gerbang, Burhan lantas memencet bel. “Saya tinggal, ya, Bu.” “Oh, iya, Pak.” Tak lama setelah Burhan berlalu, suara pintu rumah berderit. “Selamat datang, Nona.” Sambut salah seorang pelayan rumah itu. “Oh,” sahut Hana seketika menoleh. “Silakan masuk.” “Terima kasih.” Hana melangkah mengikuti langkah kaki pelayan tersebut. Namun, dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara bising seperti pekikan dan jeritan dari Humaira. Hana melihat anak kecil disana tengah beradu argumen dengan wanita dewasa. “Jangan dekat-dekat!” “Please be nice, ya, Humaira! Miss sudah berusaha sabar hadapi sikap kamu!” “Humaira ga minta Miss Grace kesini!” Seketika itu pula, Humaira menggigit telapak tangan Grace yang mencengkram bahunya. “Aw! Dasar anak kurang ajar!” Grace bangkit dan hendak melayangkan tamparan. Namun, saat itu pula Hana berhasil menahannya. “Ga pantas bagi orang dewasa main tangan sama anak kecil,” kecam Hana. Grace menoleh dengan tatapan tak suka. “Siapa lo?!” “Bibi Hana!!” teriak Humaira dengan penuh kegembiraan. “Bibi Hana?” ulang Grace penuh tanda tanya. Hana menghempaskan pergelangan tangan Grace dengan kasar lalu menyambut anak kecil yang berlari ke arahnya. “Aku rindu, Bibi!” seru Humaira saat berhasil memeluk Hana. “Hmmm, Bibi juga rindu kamu,” balas Hana. Grace tidak terima melihat orang asing yang bisa dengan cepat lengket dengan Humaira. ‘Sialan! Siapa dia mau rebut posisi gue?’ Grace pun menarik Hana menjauh dari dekapan Humaira. “Jangan dekat-dekat sama Humaira! Lo itu ‘kan dari luar! Siapa yang tahu kalau lo bawa penyakit!” Hana tersenyum tipis. “Sebaiknya Miss Grace yang pergi dari sini!” Humaira menjerit sampai terbatuk. Melihat kondisi yang sudah tidak kondusif, Laila terpaksa membawa satpam untuk menyeret Grace keluar. “Bawa Miss Grace keluar, Pak.” “Berani-beraninya lo?!” “Maaf, Miss.” Grace berteriak ketika kedua satpam benar-benar menyeretnya pergi. Sungguh memalukan karena dipertontonkan oleh Hana saat itu. “Nona Hana, maaf.” “Oh, ga apa-apa, Bu.” “Oh, iya, panggil saya Bi Laila saja.” “Eh, iya, Bi.” Berselang dua jam, Hana dan Humaira menghabiskan waktu bersama dengan membaca, menulis, mewarnai, serta mengaji. Hana tidak menyangka bahwa Humaira begitu cerdas, bisa dengan cepat menerima materi yang diajarkan. Sepanjang pelajaran berlangsung, Hana merasa tersanjung bahkan haru karena mendapat kesempatan mengajari anak yang telah memikat hatinya sejak pertama kali bertemu. Hana berpamitan setelah menyelesaikan tugasnya sebagai guru private selama dua jam. Saat waktu makan siang, Hana selalu menuju kantor Axel untuk mengantar bekal. Hal yang wajib ia lakukan, walau usahanya tak pernah dilihat oleh sang suami. Langkah kaki Hana bergerak pelan dari pintu utama menuju gerbang. Namun, tiba-tiba mobil berhenti dimana kaca belakang terbuka setengah. “Nona Hana, mau saya antar?” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN