Part 3

1136 Kata
Kini aku tengah belajar berwudhu dan menghafal bacaan sholat secara otodidak. Setiap ada acara tausyiah di rumah Ibu Fatimah, aku selalu ikut dan membuktikan kebenaran tausyiah Bu Fatimah dengan hidupku. Memang Benar apa yang di ajarkan dalam Islam. Setelah selasai tausyiah, aku meluangkan sedikit waktu untuk berbincang-bincang dengan Bu Fatimah. " Bagaimana hafalan sholat kamu, Nak ?" tanya Bu Fatimah yang kini duduk di sofa. " Alhamdulillah, saya sudah hafal bacaan doa iftitah, al fatihah, dan surah Al ikhlas." " emm, Nak. Ibu gak tega dengan kondisi kamu yang seperti ini harus tinggal sendirian. Bahkan kamu sekarang masih dalam belajar. Sholatmu belum sempurna, Nak." Wajahnya sayu " Kamu kembalilah kesini, Nak. Ibu akan mengajari kamu sampai benar-benar bisa ya, Nak!" Sebenarnya aku merasa tidak enak jika harus menumpang lagi di rumah ini, tapi memang benar aku belum bisa sholat ataupun mengaji. Aku terima tawaran Bu Fatimah, aku kembali kerumahnya. Disini aku belajar mengaji dan mendengarkan tausyiah Bu Fatimah. Mengenal sejarah Islam, mengenal para malaikat, para nabi serta asma Allah. Ilmuku masih sangat seujung jari, serasa seisi bumi ini bahkan sejagat raya ini tercantum dalam ajaran Islam. Semakin membuatku yakin bahwa ini adalah agama yang benar. Dua bulan berada di rumah ini, aku sudah bisa membaca juz Amma. Bacaan sholatku juga sudah sempurna, tinggal menghafal surah-surah yang ada di juz Amma ini. Aku membaca Juz Amma ini setiap selesai sholat. Aku bersemangat sekali untuk bisa menghafal surah-surah ini. selesai membaca Juz Amma, aku mendorong kursi rodaku ke ruang depan. Dimana aku bisa belajar berjalan menggunakan tongkat. Sedikit demi sedikit kakiku sudah bisa menopang tubuhku. Meski belum bisa untuk kuajak melangkah. " Alhamdulillah,. sudah bisa berdiri sekarang ?" ucap dokter Faruk tiba-tiba. Aku yang tak menyadari akan kedatangannya sedikit tersentak kaget. " Eh dokter Faruk. Iya Dok Alhamdulillah. Dokter cari Ibuk ya ?" " nggak, sebenarnya hanya mau mengantar obat ini. Kata bunda, obatmu habis. Kalo habis kamu bilang saja ya, jangan di sembunyikan!" ucap dokter Faruk yang mengetahui bahwa obatku telah aku sembunyikan, aku merasa tidak enak saja bila harus terus minta kepada Bu Fatimah. Aku mengangguk malu, sambil menerima obat yang di sodorkan oleh dokter Faruk. Dokter itu lantas masuk menemui sang Bunda, akupun melanjutkan latihan berjalan. Saat ku coba melangkahkan kaki, kakiku berasa lemas dan tak berasa. Seperti keram tapi ini lebih tak berasa apapun. Tiba-tiba saja dokter Faruk menolongku. Ia menjaga tubuhku agar tak terjatuh ke lantai. Ah Syukurlah.. batinku. " Latihan cukup sejam saja ya, jangan lebih. Itu akan membuat kakimu semakin terbebani karena kelelahan. " " Iya Dok." aku kembali duduk ke kursi roda sambil di bantu Dokter Faruk. Dokter itupun berlalu menuju mobilnya yang berwarna putih. Jam sudah menunjukkan pukul 20.00, rasanya mataku mengantuk. Aku berbaring di tempat tidur, kubayangkan betapa rindunya aku pada keluargaku. Jika suatu hari nanti aku kembali pada keluargaku, akankah mereka mau menerimaku? Sudah dua bulan ini aku tidak datang bulan. Biasanya juga seperti itu sih, hanya saja aku khawatir selepas kejadian itu. Daripada aku ragu, aku putuskan untuk mengetes dengan tespeck. Keesokan harinya aku pergi ke apotik untuk membeli tespeck. Segera sampai rumah, aku langsung melakukan test urine. Setelah menunggu beberapa saat, timbul garis dua pada tespeck itu. Aku sangat kaget dan tak menyangka, bagaimana aku menjelaskan pada Bu Fatimah ? bagaimana aku menjelaskan masa lalu yang begitu kelam itu ? Aku menangis menderu di pojok kamar mandi. Kenapa ini harus terjadi padaku ? Aku sering melamun akhir-akhir ini, membuat Bu Fatimah curiga. Sebisa mungkin aku merahasiakan ini, karna aku tidak mau Bu Fatimah mengetahui ini. Bagaimana caraku untuk menutupi keberadaan benih ini ? apakah harus aku singkirkan ? Kulihat cara merontokkan janin di internet. Nanas Muda, yang pertama muncul di laman web. Segera ku cari nanas muda itu di pasar, tapi sulit sekali mendapatkannya. Aku bingung harus bagaimana, Oh aku ingat, setiap aku telat datang bulan aku selalu minum obat EM kapsul. Mungkin saja bisa membuat aku datang bulan. Aku cari obat itu di apotik dengan kursi roda ini. Sudah pasti Bu Fatimah akan menanyaiku dari mana aku. Kusembunyikan obat ini agar tidak di ketahui Bu Fatimah. Segera saja ku minum, agar lebih cepat kuminum dengan dosis yang lebih tinggi. Tiga hari kemudian, aku melihat flek di celanaku. Aku senang karena itu tandanya aku datang bulan. Setelah siang hari, aku merasa perutku begitu sakit. Darah yang ku keluarkan juga sangat banyak. Aku tidak mau merepotkan Bu Fatimah lagi, jadi kutahan saja sakit ini. Paling 4 hari nanti juga hilang darahnya, pikirku. Tapi semakim ditahan, semakin lemas pula badanku. Bu Fatimah mengetuk kamarku, memintaku keluar untuk makan. Tapi tiada daya aku menjawabnya, hingga Bu Fatimah masuk ke kamar dan melihatku tergeletak di lantai, lemah tak berdaga dengan darah yang tercecer di beberapa lantai. Bu Fatimah terlihat panik, ia menelpon ambulan. Segera saja ambulan membawaku ke rumah sakit. Para dokter segera memasangiku beberapa alat untuk mengecek tensi darah dan suntik anti inflamasi. Ku dengar salah seorang dojter itu mengatakan kalau HB darahku rendah, hingga harus tranfusi darah. Selepas itu aku tak tau apa yang terjadi, bangun-bangun sudah ada ruangan. Disana ada Bu Fatimah yang menungguiku. Ia mendekat ke tempatku berbaring, aku sudah menangis saja. " Nak, kamu hamil ?" tanya Bu Fatimah. Tiada pilihan lain, akupun menceritakan sejujurnya tentang masa laluku. Betapa terkejutnya Bu Fatimah mendengarnya. Ia memegang dadanya, mungkin dadanya sesak mengetahui kenyataan pahitku. Aku pasrah akan apa yang terjadi selanjutnya, jika Bu Fatimah akhirnya mundur untuk membantu belajar kh, aku harus ikhlas. Kurasakan Bu Fatimah merangkuk pundakku, ia meneteskan air mata. " Kita berjuang bersama ya, Nak! kita perbaiki semua kesalahan. Tiada manusia yang hidup tanpa masa kelam. Tiada pula manusia yang sempurna, InsyaAllah kita bisa melewati semuanya ya,Nak." ucap Bu Fatimah. Aku merasa tersentuh akan kebaikan Bu Fatimah. Kasih sayang seorang Ibu yang telah lama tak kurasakan. " Tapi,Bu. Delin mohon biarkan ini jadi rahasia kita saja ya, Bu. Delin nggak mau aib Delin jadi bahan makanan publik." Ibu Fatimah mengangguk dan tersenyum sambil memelukku. Kurasakan betapa sayangnya Bu Fatimah ini padaku. Sehari itu aku langsung minta di bawa pulang saja. Tapi kata dokter belum boleh, karena HB darahku masih berada di angka 10, normalnya 14. Jika menunggu tranfusi darah ini, sudah pasti aku akan menginap disini. Takutnya dokter Faruk datang kerumah untuk menjenguk Bundanya. Aku pun minta pada Bu Fatimah untuk pulang. Tapi Bu Fatimah tidak mau meninggalkan ku seorang diri. " Kenapa, Nak ? Faruk adalah orang dapat di percaya. Ibu tau bagaimana Faruk, biar Ibu yang bicara padanya nanti." ucap Bu Fatimah, hingga membuatku yakin bahwa dokter Faruk tidak akan menilaiku buruk. Benar saja, saat malam tiba kulihat sesosok laki-laki masuk ke ruanganku. Ya, itu dokter Faruk. Seperti biasa, ia mengucap salam dan mencium punggung tangan bundanya. Lantas Bu Fatimah mengajak dokter Faruk keluar ruangan. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi sudah tentu itu mengenai aku dan masa laluku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN