Angela kecil terus menangis hingga akhirnya Alvin datang dan membujuk Angela agar berhenti menangis.
"Obati dulu ya luka Angela, kalau enggak nanti Papa sama Mama Angela bisa sedih loh, Sayang!" bujuk Alvin lagi dengan suara lembut yang tidak sampai ke matanya sama sekali.
"Angela mau Papa dan Mama, Paman! Angela ingin melihat mereka!" Angela kecil meronta kembali menyebabkan lukanya kembali terbuka dan benar-benar harus diobati segera mungkin.
Alvin kembali mendekat kali ini dengan kesabaran ekstra Alvin menggosok rambut lembut Angela yang tertutup darah merah segar. "Angela obati dulu luka Angela ya, setelah ini kita pergi melihat Papa Angela ya."
Kali ini Angela akhirnya diam dan patuh dengan suara rengekan kecil luka-luka di tubuh Angela diobati oleh perawat dengan hati-hati.
Sesekali Angela meringis saat lukanya tidak sengaja ditekan terlalu keras oleh perawat. Setelah selesai Angela digendong Alvin menuju ke kamar mayat di mana kakaknya dirawat.
"Paman, kenapa kita ke sini?" tanya Angela takut sembari memeluk Alvin seerat yang ia bisa.
"Bukankah Angela ingin bertemu dengan Papa Angela? Paman akan membawa Angela menemui Papa dan Mama Angela." Alvin tersenyum sembari menggendong Angela ke kamar mayat membuat Angela memekik ketakutan.
"Enggak, Papa Angela enggak mungkin di dalam sana!" tolak Angela dengan suara bergetar ketakutan. Air matanya jatuh semakin deras meminta pergi ke ruang lain.
"Papa Angela sudah meninggal dan sekarang Angela hanya tinggal bersama Paman. Angela enggak boleh banyak maunya lagi jika tidak ingin paman marahi." Alvin berbicara dengan nada lembut namun penuh peringatan membuat Angela semakin takut.
Akhirnya mereka sampai di satu mayat yang ditutupi kain putih dengan darah yang masih mengalir. Mayat itu memang belum dibersihkan karena masih menunggu beberapa saat lagi.
**
Dini hari Angela terjaga dengan tubuh terasa lelah dan hancur, ia berdiri hendak mengambil minuman karena rasa haus yang mendera serta tidak adanya air yang disediakan di atas meja kecil di samping tempat tidurnya.
Angela melihat kiri dan kanan tapi ia tak menemukan keberadaan Alvin lagi didekatnya.
Tak ambil pusing dengan hal itu Angela pergi ke dapur dan mengambil minuman segar dari kulkas. Angela menikmati minuman itu yang begitu segar dan menghilangkan rasa haus yang tadi menderanya.
Sedangkan Alvin sedang menghubungi seseorang melalui ponsel miliknya di balkon kamarnya
"Aku merindukanmu Selena, kapan kau kembali? Aku harus memuaskan diriku dengan gadis kecil yang belum berpengalaman. Kau melarangku mencari kepuasan di luar sana,"ujar Alvin terdengar marah.
"Setidaknya dia harus membalas budi padamu," ujar suara wanita di dalam ponsel itu.
"Dia memang harus membalas budi karenanya kakakku meninggal dunia dan aku dipaksa untuk menjaga dan merawatnya. Jika bukan pesan kakakku mana mungkin aku bersedia merawat orang yang menyebabkannya mati," sahut Alvin semakin bertambah marah dan kesal.
"Kau harus memanfaatkannya dengan baik, setidaknya sampai aku kembali. Lumayan dia bisa memenuhi nafsu besarmu itu tanpa harus mengeluarkan uang." Wanita itu berbicara tanpa peduli.
Sedangkan Angela yang mendengar percakapan itu berusaha menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara dan tangisannya.
Dengan cepat Angela berlari kembali ke tempat tidur dan menutupi dirinya dengan selimut, hatinya tercabik-cabik dan hancur.
"Jadi itu sebabnya dia menyentuh dan memperlakukan aku seperti w************n selama ini, dia membenciku dan hanya ingin menghancurkan diriku," keluh Angela berurai air mata.
Sekuat tenaga Angela berusaha menahan tangisan dan air matanya, Angela bahkan tak tau kapan ia tertidur tapi yang jelas ia tertidur dengan perasaan yang lelah.
Paginya Angela bersiap-siap pergi, Angela sarapan seperti biasa seolah tak ada masalah, dia bahkan masih tersenyum lebar saat Alvin mencium dan membelai kewanitaannya di meja makan.
Semua orang di rumah bahkan tak peduli dengan tangan nakal Alvin, karena mereka sudah terbiasa, jika tuannya sudah berdua dengan keponakannya mereka akan menjauh dan tak berani mendekat.
Puas bermain alvin mengecup bibir Angela dan pergi ke kantor. Angela merapikan pakaian minimnya.
Dengan tas kecil yang selalu menemaninya kemanapun ia suka, tas kecil yang merupakan peninggalan orangtuanya Angela meninggalkan rumah dengan taksi pesanannya.
"Tumben nona kecil tidak membawa mobilnya?" tanya satpam heran tanpa raut curiga sedikitpun.
Ya, biasanya kemanapun Angela pergi dia akan membawa mobilnya dan tak akan pernah mau memakai kendaraan umum.
Mereka tau Alvin sengaja memanjakan Angela agar dia tumbuh cengeng dan bergantung terus-menerus padanya, tapi tak ada yang tau Angela bukanlah tipe seperti itu.
Meski dimanja dan diberi kemewahan oleh Alvin Angela tak pernah sekalipun hidup bergantung pada kemewahan itu.
Agar tak membuat Alvin kecewa Angela memang memakai barang-barang mewah yang disuguhkan Alvin padanya.
Angela sampai di sebuah dermaga besar tempat perahu penangkap ikan berkumpul, dia melambai pada seorang pria yang nampak berandalan dan pembuat masalah.
Angela tersenyum lebar pada pria itu bahkan pakaian yah dikenakan Angela sudah berganti dengan pakaian sopan dan rapi.
Angela mendekat dan berdiri di sebelah pria berandalan itu dan melihat kiri dan kanan.
"Kau yakin ingin hidup mandiri dan menderita di sana?" Andre nampak ragu dan tak percaya dengan apa yang dikatakan Angela padanya di telepon tadi.
Andre merasa tidak masuk akal saja, pasalnya Angela yang biasanya hidup mewah dan berkecukupan tiba-tiba saja meminta untuk pergi melaut bersamanya dan keluarga.
Angela mengangguk cepat, dia berharap bisa lepas dan hidup mandiri, untuk saat ini dia berpikir hanya Andre yang sanggup membantu dan menolongnya.
Semua temannya kenal dengan Alvin dan keberadaan dirinya pasti diketahui dengan cepat, lagipula tidak ada yang akan menyangka dia berteman dengan seorang anak nelayan yang hidup susah.
Mereka menaiki perahu, Ayah Andre yang sangat mengenal Angela dengan baik nampak tersenyum saat melihat gadis cantik itu juga pergi menangkap ikan bersamanya.
"Nak Angel yakin ingin ikut?" tanyanya sekali lagi sebelum kapal berlayar dan meninggalkan dermaga.
"Ya Paman Angel ingin ikut! Angel butuh hiburan dan pelarian dari masalah yang Angel hadapi, hanya Andre yang bisa bantu Angel sekarang!" pinta Angel dengan wajah menyedihkannya.
"Tapi kita akan lama di laut! yakin nak Angel bakalan sanggup? Ibu dan Sera sudah biasa pergi bersama bapak, tapi nak Angel ...." Pak Supriadi nampak ragu.
Dari cerita yang didengarnya dari Andre setiap hari secara terus-menerus Angela adalah anak orang kaya yang terbiasa hidup mewah, tapi melihat raut kesedihan di wajah cantik itu ia juga tak tega.
Supriadi akhirnya menarik kapalnya dari dermaga untuk berlayar menangkap ikan di tengah lautan.
Sera anak Supriadi dan adik Andre nampak senang saat melihat Angela juga ikut pergi bersama mereka.