Chapter 07

1193 Kata
Nanda diam, memperhatikan guru yang menerangkan pelajaran sejarah walau pun pikiran nya hanya di penuhi Gilang. Ada yang aneh dengan lelaki itu, Nanda bahkan mengirim pesan tapi tidak Gilang balas, di baca saja tidak. Nanda berpikir mungkin Gilang sedang melakukan operasi, atau ada pasien yang harus segera dia tangani, atau mungkin ponsel nya mati. Hani menyenggol lengan nya, mengatakan jika ini sudah jam nya istirahat, bertanya ingin ikut dengan nya ke kantin atau tidak. Nanda mengangguk, meninggalkan ponsel nya di laci meja dan mengikuti Hani yang sudah berjalan mendahului nya. “Lo ngelamun mulu dari tadi. Ada apa?” Hani bertanya, tangan nya sesekali melambai pada beberapa orang yang menyapa nya. “Gilang nggak bales chat gue.” Nanda mengeluarkan pikiran nya, mata nya tetap menatap ke depan, mengabaikan Hani yang tersenyum tertahan di sebelah nya. “Dia kan dokter, mungkin lagi ngoperasi pasien nya.” “Tapi ini udah jam satu siang, dia bahkan nggak bales chat gue sedari pagi.” Nanda menatap Hani, mengeluarkan opini yang terus terngiang di kepala nya. Hani memesan makanan dan minuman untuk nya dan Nanda. “Mungkin operasi nya panjang.” “Seharusnya dia bilang dulu ke gue.” Nanda bergumam, membawa pesanan makanan nya dan membawa nya ke meja kantin. Hani yang mendengar gumaman nya mengacak rambut Nanda pelan, bermaksud menenangkan nya. “Lo bisa mampir ke sana nanti pulang sekolah.” Hani memberi saran. “Tapi masih lama, ini senin kan? Pulang nya masih entar jam 4 sore.” “Nantii guru nya rapat, jam 2 mungkin udah pulang.” Nanda yang tadi nya menunduk kini menatap Hani. “Kata anak OSIS sih, jadi gue nggak tau benar apa enggak.” Nanda mencibir mendengar Hani yang melanjutkan ucapan nya. *** Nanda berlari mencari ojek di sekitar sekolah nya, meminta di antarkan ke rumah sakit tempat Gilang bekerja. Hani benar, sekarang baru jam setengah tiga, tapi sekolah sudah di bubarkan. Tangan Nanda mengecek ponsel nya, pesan nya belum di balas. Terakhir di lihat Gilang jam 06.16, waktu dimana dia menerima pesan dari Gilang jika lelaki itu tidak bisa mengantar nya. Nanda membayar cepat saat sudah sampai di depan pintu rumah sakit. Dia berlari ke dalam lalu berjalan perlahan, mata nya menatap sekeliling. Banyak sekali orang yang terluka di sini. Vira yang biasa nya menjadi dokter magang paling santai kini harus berlarian mengambil obat dan peralatan yang dia butuhkan. “Lo ngapain bawa pasien ini ke sini?!” Rian berteriak pada Gilang, menunjuk pada satu pasien yang sudah hilang kesadaran dengan satu kaki hancur dari lutut ke bawah. “Lo tau ini bukan keahlian kita lagi.” Gilang mengangguk, mendorong Rian pelan agar sedikit menjauh dari nya. “Udah nggak ada waktu, tekanan darah nya terus turun, pendarahan nya juga banyak. Dia akan mati kalau nggak gue bawa ke sini.” Gilang memanggil perawat untuk menyiapkan peralatan untuk nya. “UGD udah kacau sekarang!” Rian menggeram tertahan di telinga Gilang. Gilang mendorong nya ke samping, menyuruh nya menyingkir. “Kita pindahkan dia setelah gue kasih transfusi.” Rian memegang tangan Gilang yang sudah menggunting perban yang melekat di kaki pasien. “Gue kacau kalau lo mulai kayak gini.” Rian mendesah saat melihat Gilang balas menatap nya tajam, melepaskan cekalan nya. Dia berteriak pada Vira yang lewat di depan nya. “Siapkan perban.” Vira mengangguk, melewati Nanda yang sedari tadi melihat mereka. Dia lebih memilih duduk di kursi tunggu, menunggu Gilang menyelesaikan pekerjaan nya. “Sudah tidak ada denyut di kaki nya.” Rian bergumam pelan, Gilang yang mendengar nya hanya melihat nya sekilas. “Paling nggak dia masih bernafas.” Gilang berucap, berlari kecil menghampiri meja informasi dan menelepon rumah sakit lain, meminta nya menjemput pasien nya untuk ditangani lebih lanjut. “Lo gila.” Gilang tertawa mendengar makian Rian. Gilang menoleh pada perawat yang memanggil nya. “Ada apa?” “Pak Imam membutuhkan anda di ruangan ICU.” Gilang mengangguk mendengar ucapan nya.  “Berhenti pakai bahasa formal sama gue.” Gilang mengetuk pelan dahi perawat dan berjalan cepat menuju ruangan yang di tuju. Saat dia berada di depan pasien, darah terus mengucur di kaki pasien, perawat yang menekan luka nya harus berganti kain kasa setiap menit. Pak Imam yang menangani nya kelimpungan dengan masih mengenakan instubasi pada pasien. “Ada apa?” Gilang bertanya, Pak Imam yang mendengar kehadiran Gilang langsung mendongak. “Tekanan darah nya naik dan pendarahan di kaki nya semakin buruk.” Pak Imam menyela. Gilang melihat sekeliling, menatap perawat yang ada di sana dan memberi nya perintah. “Kurangi cairan nya, bawakan c-line dan foley juga.” “Tekanan di vena utama nya semakin rendah pak.” Gilang berucap, meminta pendapat pak Imam. “Hubungkan ke selang dulu.” “Pasien mengalami sistolik 100.” Gilang memberitau. “Bilang ke saya kalau udah masuk.” Gilang mengangguk mendengar ucapan Pak Imam. *** Gilang keluar dari ruang operasi masih dengan masker dan jubah nya yang sudah ternodai darah. Tatapan mata nya kosong ke depan, dia melepas masker nya kasar. Terduduk bersandar di tembok dengan mata terpejam. Menghembuskan napas, Gilang berdecak. Hampir saja. Hampir saja dia kehilangan pasien di meja operasi. Jika saja pak Imam tidak berhenti di tengah tengah operasi hanya karena lupa dengan tahapan selanjutnya, pasien tidak akan dalam kondisi kritis. “Sudah tua kebanyakan tingkah.” Gilang bergumam. Masih dia ingat bagaimana sombong nya pak Imam yang menolak saat Gilang menawarkan untuk memanggil ahli bedah orthopedi yang lebih berpengalaman. Walau di saat saat terakhir tadi pak Imam dengan gamblang m******t ludah nya sendiri dan memanggil dokter kenalan nya untuk membantu. “Terimakasih sudah membantu.” Samar Gilang mendengar suara busuk pak Imam. Mendengus, Gilang berdiri. Melepas jubah operasi nya dan membuang nya di tempat sampah medis, dia hampir berlari menghindar sebelum pak Imam dengan jelas memanggil nama nya. “Gilang. Kesini dulu.” Menurut, Gilang mendekat. Berwajah masam saat bertatapan dengan pak Imam dan tersenyum sopan pada rekan nya. “Gilang ini berbakat. Walau tadi sebelum kamu datang dia buat kesalahan, tapi dia bisa menangani nya dengan tepat.” Gilang menyerngit. “Bukan nya bapak sendiri yang buat kesalahan karena lupa tahap selanjutnya di meja operasi?” Pak Imam melotot, Gilang hanya menaikkan alis kanan nya –berlagak tidak mengerti-, dokter rekan pak Imam hanya tersenyum maklum –memaklumi umur pak Imam yang sudah sepantas nya jika dia mulai pikun-. “Bagian UGD?” Pak Han bertanya dengan nada ramah dengan tangan terulur. Gilang menyambut nya dengan baik. “Gilang Mahendra, bagian UGD, dapat lisensi setahun yang lalu.” “Cara mu mengoperasi cukup bagus. Sudah lama di UGD?” “Baru 2 bulan.” “Kenapa pindah?” Gilang reflek melirik pak Imam, lalu kembali menatap pak Han. “Saya di hukum.” Pak Han ikut melirik pak Imam, dia tersenyum tertahan. “Kenapa?” “Ada masalah di meja operasi, cuman saya jujur sama atasan. Hukuman nya saya harus di UGD sampai yang menghukum saya pensiun.” Pak Han tertawa. “Pak Imam pensiun masih 5 tahun lagi. Yakin masih betah di UGD?” Gilang mengangkat tangan nya, menyatukan ibu jari dan jari telunjuk nya lalu dia gerakkan di depan mulut nya, seolah sedang menutup resleting. “Mulut saya diam, bukan saya yang bilang.” “Mata kamu yang nggak bisa diem!” Pak Imam menunjuk nya dengan maksud bercanda. “Udah kebal saya sama kamu, kejujuran kamu itu bisa buat kelebihan dan kekurangan di rumah sakit ini.” “Paling nggak saya nggak pernah memberi harapan palsu pada pasien, atau nggak menerima suap dari mereka yang butuh rekam medis palsu.” “Nyindir saya kamu?” Gilang tersenyum tipis. “Enggak lah pak! Emang bapak pernah nerima suap?” Pak Imam memaki dalam hati. Gilang jelas mempermainkan nya, dokter baru di depan nya ini dulu pernah memergoki nya bersikap ramah pada wali pasien VIP sambil menukar satu kertas dengan amplop coklat yang sudah dipastikan berisi uang. Pak Imam mendekat, menepuk pundak Gilang, sedikit menekan dengan mata yang menatap Gilang tajam. “Rumah sakit beruntung punya dokter kayak kamu. Saya doain kamu membusuk sampai tua di UGD.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN