1. LIBERTAS NOVA. <Kebebasan Baru>
Terlena pada kesendirian, kadang membuatku lupa bahwa ada yang masih menyadari eksistensi ku.
...
Archer melangkah pelan melintasi kabel-kabel yang terjuntai. Bosnya, yang telah merawatnya sejak ia masih kecil memanggilnya ke ruang kerjanya yang menurutnya amat semrawut dan berantakan ini.
Seumur-umur, Archer hanya pernah sekali saja masuk ke ruangan aneh ini, yaitu saat ia pertama kali diserahi misi pertama, yaitu membunuh preman pinggir pantai saat umurnya 16 tahun. Di sini ada banyak barang-barang aneh yang berbentuk organ manusia. Archer yang tahu kalau bosnya memang maniak robot berusaha memaklumi.
"Bos, aku di sini," lapor Archer pada Aiden yang duduk membelakanginya. Suara tit-tit-tit dari arah monitor amat mengganggu pendengaran Archer, ia lebih suka suara granat, bom, atau jeritan manusia di ujung ajalnya.
Aiden yang sedari tadi fokus pada komputer layar mengambang segera memutar kursinya dan menatap Archer. "Aku tak ingin banyak basa-basi, Archer. Apa kau bersedia pergi dari sini?"
Keheningan mengisi jeda antara mereka. Archer sedang memulihkan keadaan otaknya yang terlalu terkejut, karena mendapat pertanyaan dari Aiden. Diam-diam, hati Archer merasa sakit. Apakah Aiden sedang mengusirnya? Karena sebelum ini, tak pernah sekalipun Aiden bertanya mengenai ini.
"Bos, apa kau sedang ingin mengusirku?" tanya Aiden dengan nada dingin, ia merasa tak berguna, "Apa aku baru saja melakukan kesalahan?"
Aiden dengan wajah datarnya menggeleng pelan, "Tidak. Aku hanya ingin memberikan tugas baru untukmu, jika kau bersedia menjalankannya, kau akan segera dikirim ke Indonesia," terang Aiden membenarkan.
Archer terpaku, tugas baru? Apakah tugas itu begitu berat hingga Aiden menawarkannya alih-alih memerintahkannya seperti biasa?
Archer memutar ulang ingatannya ke beberapa tahun terakhir, di mana Aiden selalu memberikan tugas-tugas yang baginya begitu mudah, dan juga seluruh kebaikan Aiden, yang menjadi satu-satunya alasan Archer tetap hidup layak hingga sekarang.
"Aku menerima tugas ini, aku akan berusaha menyelesaikannya. Katakan apa saja yang perlu kulakukan," tegas Archer.
Aiden tersenyum kecil, "Mungkin kau berpikir ini tampak aneh bagimu, kenapa aku memberi pilihan untukmu dan bukannya langsung memerintahmu seperti biasa, tapi aku ingin kamu memutuskan lebih dulu. Tugas ini agak berat karena berhubungan dengan seorang gadis," tutur Aiden.
Alis Archer menukik tajam, "Kenapa agak berat? Sebelum ini aku sudah berhasil membereskan puluhan wanita?" tanya Archer tak mengerti, ia berpikir apa hebatnya gadis ini.
Aiden tak menjawab, ia memutar kursinya dan mengetik beberapa kata ke keyboardnya. Lalu menunjukkan layar komputernya pada Archer.
Terpampang gambar seorang gadis berparas amat cantik di sana. Rahang langsing, dagu runcing, hidung mancung, bibir penuh, juga mata mata hazel yang menyorot tajam. Rasa percaya diri Archer hilang seketika.
"Apa kau memintaku untuk membunuhnya, Bos?" tanya Archer ragu, gadis yang ia tatap sekarang sama sekali tak punya aura kriminal.
Aiden terbahak, ia menggeleng. "Tidak, aku memintamu untuk mengawasinya. Menjaganya, hanya untuk beberapa bulan saja. Setelah itu kau boleh pergi," ucap Aiden.
Archer mengangguk mengerti, "Itu saja?" tanya Archer heran. Ia sedikit lega karena tak ada larangan apapun.
Aiden mengangguk, tapi kemudian tersenyum sinis, "Ya. Dan jangan melibatkan perasaan apapun pada tugas kali ini. Kau dengar?"
Archer mengangguk yakin, "Aku dengar."
"Di sana aku punya seorang seorang kenalan guru, Sherina namanya, tapi para murid di sana memanggilnya Diah. Kau akan diperkenalkan sebagai keponakannya."
"Ya lalu?"
Aiden memalingkan mukanya ke arah layar komputer, lalu menggerakkan kursor, "Namanya Davina Illona Ozora, kelas sembilan pararel kedua. Dia gadis yang sedikit susah diatur, tapi itu bukan masalah besar bagimu. Aku tidak memintamu menghalanginya melakukan apa pun, aku hanya memintamu menjaganya," ucap Aiden mempertegas.
Archer mengangguk mengerti. "Hanya menjaga, bukan? Apa ada hal lain yang bisa aku lakukan untuknya?" tanya Archer sungguh-sungguh.
Aiden menggeleng. "Aku ingin sekali memintamu membuatnya tertawa, seperti gadis polos lainnya, tapi itu nyaris mustahil, dia gadis yang cuek dan dingin. Fakta itu memperingan tugasmu. Dan ingat, berat atau ringannya tugasmu kali ini, tergantung dirimu sendiri, karena jika ada hati yang terlibat, dan jarak menimbulkan luka, aku tak mau hati yang seharusnya suci, malah tersiksa."
Archer bengong, berusaha memaknai ucapan Aiden yang menurutnya sangat aneh, tapi ia tetap mengangguk.
"Untuk mempermudah tugasmu, kau akan menjabat sebagai ketua OSIS, bersiaplah untuk tugas-tugas kecil yang amat melelahkan," peringat Aiden.
Archer mengangguk, menjadi ketua OSIS adalah hal kecil. Ia baru saja lulus SMP dua tahun yang lalu, pelajaran SMP masih ia ingat di luar kepala.
[{}{}{}]
Archer berjalan memasuki gedung pencakar langit bersama beberapa lelaki berbaju hitam, siang ini ia sudah sampai di negara Indonesia, tempat ia harus menyelesaikan tugasnya.
Menurut keterangan dari pemandu ini, ia akan menaiki helikopter untuk datang ke asrama tersebut. Sekarang Archer benar-benar yakin bahwa asrama yang akan ia tinggali bukanlah asrama biasa, melainkan asrama tempat khusus untuk anak-anak orang kaya.
Archer menaiki lift untuk naik ke lantai teratas, helipad yang berada di puncak gedung ini.
Archer menegakkan tubuhnya, berada di antara orang-orang yang asing membuat kewaspadaannya meningkat.
Archer melangkahkan kakinya keluar ketika pintu lift terbuka, dari jarak 15 meter dari tempat ia berjalan, seorang wanita berpakaian formal berdiri tegak, menunggunya.
"Aku Diah Sherina Zarah, salah satu kenalan dari bos mu," ucap Diah sembari menyodorkan tangannya.
Archer menyambut uluran tangan Diah dan tersenyum tipis, "Kau sudah tahu siapa aku, jadi mohon kerjasamanya!" pinta Archer sopan.
Diah mengangguk, "Tentu saja. Ada banya yang harus kau ketahui di sini," tutur Diah. Ia mempersilahkan Archer untuk masuk terlebih dahulu.
Ketika helikopter sudah berada di ketinggian 3000 meter secara stabil, Archer melirik ke arah Diah yang sedari tadi terdiam.
"Berapa jumlah yang ditawarkan bos kepadamu?" tanya Archer blak-blakan.
Diah tersenyum sinis, "Sopan sekali pertanyaanmu," ucap Diah sarkastik.
Archer terkekeh sini. "Aku hanya ingin tahu, menilik dari pakaian yang kau gunakan, kau pasti orang yang berkecukupan," sindir Archer telak.
Diah tersenyum tipis, "Aku tidak ingin banyak uang, tapi ketika aku tahu ini menyangkut muridku, aku langsung menyetujuinya, lagi pula, Aiden adalah teman lamaku."
"Berapa?" tanya Archer lagi.
Diah menghela nafas, "Hanya 50,000 dolar."
Archer mengangguk mengerti, jumlah yang diucapkan Diah lumayan besar untuk kalangan masyarakat biasa.
"Aku sudah tahu dari Aiden kalau tugasmu kali ini terdengar begitu mudah, tapi kau mendapat jabatan sebagai ketua OSIS, Aiden sudah memberi tahu bukan?" tanya Diah memastikan.
Archer mengangguk.
"Kursi jabatan ketua OSIS sengaja dikosongkan, tugasmu selain menjaga gadis itu, juga sebagai ketua OSIS seperti umumnya. Dengan tampangmu yang bisa dapat nilai sembilan koma sembilan, kau bisa meminta tolong pengurus OSIS yang lain jika keberatan," jelas Diah.
Archer mengangguk dengan rasa ragu, apakah mereka bisa semudah itu memberikan bantuan? Apakah ia akan benar-benar dianggap?
Diah yang tampaknya mengerti kecemasan Archer, langsung menepuk pundak calon muridnya itu. "Mengkhawatirkan sesuatu? Sepertinya kau jarang sekali bergaul dengan teman sebaya, hidupmu dipenuhi perintah dan darah.. selanjutnya, di asrama ini, adalah kebebasan baru yang bisa kaucicipi. Jangan khawatir, aku yakin mereka akan menyambutmu dengan suka cita."
Archer mengangguk kaku, ia lebih suka homeschooling ketimbang sekolah dengan sederet aturan sebanyak ini.