Gara-gara Bang Jo

1230 Kata
Lilis terperangah, mengedipkan matanya dua kali agar kesadarannya pulih sepenuhnya saat suara nyaring dari si kembar megetuk gendang telinganya. "Asik! Mama banyak uang!" seru Ferdi dan Ferry bersorak riang. Menari-nari sambil tertawa, mengintari badan Lilis yang betah berdiri di tempatnya. Kepala Lilis masih riuh memikirkan Jonathan. Kemunculan yang tiba-tiba dan kepergiannya yang cepat, juga uang satu jutanya yang di berikan Jo masih menyisakan kekagetan. Bukan-bukan! Lilis bukan tiba-tiba jatuh cinta dengan Jo yang cerewet dan menyebalkan di awal pertemuan mereka. Lilis hanya terhenyak dengan uang satu juta rupiah di tangannya yang menurutnya bukan haknya. Bagi Lilis uang satu juta rupiah terlalu besar untuk upah mencuci satu piring kotor bekas makan Jo dan sewa motor bututnya selama empat jam. Dan Lilis tak bisa menerimanya begitu saja. Ya, Lilis idealis dengan pekerjaanya. Dia terlalu takut untuk menyentuh sesuatu yang bukan haknya. Jika saja Jo memberinya seratus ribu rupiah, mungkin Lilis tak akan selinglung ini. Badan Lilis bergoyang, saat Ferry dan Ferdi menarik-narik ujung dressnya. "Mama, ayo beli mainan." ajak Ferry yang diamini Ferdi. Lilis melipat satu kali lembaran uang kertas tersebut, lalu menyimpannya di dalam dompet berbahan mika elastis berukuran kecil, yang biasa di gunakan untuk menyimpan uang recehnya. "Ini bukan uang Mama, Nak. Beli mainannya kapan-kapan aja ya Nak, kalau Mama udah punya uang yang cukup." kata Lilis berjongkok berhadapan dengan kedua prianya. "Tapi itu uang Mama banyak." ujar Ferdi mengacungkan telunjuk mininya ke dompet kecil yang Lilis selipkan di antara lengannya. Lilis menghela napas lembut. Di tatap satu persatu manik kecoklatan milik Ferry dan Ferdi lalu tersenyum. "Ini bukan uang Mama. Ada Om yang titip uang itu. Nanti kalau Om itu balik lagi ke warung, Mama pasti kembalikan uangnya." terang Lilis, menjelaskan dengan sabar dan lembut pada wajah masam Ferry dan Ferdi pun mencuat seketika. Meski tak banyak memprotes ucapan Lilis, tapi kesedihan sudah menyeruak, menyebar di hati kedua bocah berambut lebat itu. Lilis jadi gemas di buatnya. "Mama janji, belikan kalian mainan baru kalau uang Mama sudah cukup." bujuk Lilis melebarkan lengannya untuk meraih tubuh mungil Ferry dan Ferdi. "Kalian main lagi ya, Nak." pinta Lilis melepas keduanya pergi, kembali masuk ke dalam rumah mereka. Lilis tak lantas mengekor kedua putranya. Dia tak punya waktu untuk berleha-leha. Kemunculan Jonathan yang tiba-tiba, membuat jadwal kegiatan harian yang sudah di lakoni Lilis sejak lama menjadi kacau-balau. Dan khusus hari ini, Lilis harus bekerja keras untuk menata kembali jadwal pekerjaan hariannya. Dimulai dari jam makan siang yang sudah lewat tiga jam. Untunglah Lilis tak perlu memasak, saat melirik keresek pemberian Jo menunggu di jamah. Satu porsi nasi padang yang masih terbungkus rapi. Lilis bergegas mengambil beras untuk menanaknya menjadi nasi. Setengah jam kemudian Lilis, yang perutnya sudah keroncongan minta di isi, mengisi piringnya dengan dua centong nasi putih yang masih mengepulkan asap panas. Membawa bungkusan nasi padang yang di beri alas piring di tanggannya yang lain. Lilis hendak ke rumah, berniat makan siang bersama dengan kedua putranya. Sebetulnya, bagi Ferry dan Ferdi, ini adalah makan siang kedua setelah menyantap nasi uduk pukul setengah sebelas tadi. Biasa, namanya juga anak-anak, lambungnya masih kecil jadi sering lapar. Apalagi Ferdi dan Ferry termasuk anak-anak yang aktif. Lilis mengelus perutnya, tak sengaja bersendawa karena terlalu kenyang. Begitu pun dengan si kembar. Meskipun berbagi seporsi lauk untuk tiga kepala, Lilis dan anak-anaknya tetap bersyukur atas nikmat yang di anugerahkan Tuhan. Lagipula porsi makan Lilis memang irit. Sebelum Lilis bangkit, ia menyempatkan diri untuk berpesan pada si kembar. "Mama mau ambil belanjaan di warung Bu Leha ya, kalian jangan kemana-mana. Main di rumah atau di halaman depan aja." pesan Lilis di iringi anggukan si kembar. Lilis memang tak perlu repot belanja ke pasar, sebab dia sudah menjadi pelanggan tetap di warung sayur Bu Leha. Jenis belanjaannya pun sudah di hapal oleh Bu Leha. Ya, bahan-bahan untuk jualan nasi uduk memang tak berubah. Hanya harganya saja yang fluktuatif hingga terkadang mencekik labanya yang tak seberapa. "Teh Lilis kemana aja, jam segini baru ambil belanjaan?" tanya Bu Leha, sesaat setelah melihat Lilis berdiri di depan warungnya. Lilis membagi senyum ramah. "Iya nih Bu Leha, kebetulan ada pelanggan yang titip barang di warung. Saya jadi gak bisa keluar sampai yang punya ambil barangnya." terang Lilis, lembut, mendayu. Lilis memang ramah dan sopan dengan semua kalangan, hal ini lah yang biasanya di salah gunakan oleh bapak-bapak hidung belang yang sudah beristri. Kebanyakan dari mereka baper dengan sikap ramah Lilis. Sebagian lainnya kepedean dan yang lainnya tak tahu diri. Hingga akhirnya, Lilis lah yang selalu terpojokan. Resiko janda muda! Lilis berjalan setengah berlari, arlogi bermerk channel kw yang akan rusak jika terusap air, menunjukan pukul empat sore. Lilis masih harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah lalu belajar sambil bermain dengan si kembar yang tahun depan akan masuk sekolah taman kanak-kanak. Lilis ingin mempersiapkan anak-anaknya, terutama tentang perilaku terhadap sesama. Lilis tak ingin saat memiliki teman dan guru di sekolah nanti, si kembar kaget dan membuat masalah. Lilis selalu menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan si kembar. Lilis tak ingin memangkas momen berharga dengan anak-anaknya. Dalam hal mendidik anak, Lilis rajin membaca buku-buku dan majalah-majalah parenting agar dia yakin, apa yang selama ini dia kerjakan sudah benar secara teori keilmuan. Lilis sebenarnya wanita pintar dalam sangkar. "Argh, gara-gara Bang Jo yang nongol tiba-tiba, pekerjaanku jadi keteteran." gerutu Lilis di sela-sela langkah kaki yang bergerak cepat. Benar saja! Lilis memang masih harus membereskan rumah yang tadinya berantakan menjadi semerawut tingkat dewa saat mendapati Ferry dan Ferdi bermain air di wastafel dapur, menghamburkan seluruh mainannya, menggambar dengan cat air yang tercecer di lantai, di tambah bermain kucing-kucingan yang membuat mereka berlari kesana kemari hingga kursi-kursi dan meja di ruang tamu rumahnya berantakan, tak beraturan. Melihat kekacauan di dalam rumahnya, Lilis rasanya ingin pingsan saja. Butuh waktu satu jam lebih untuk merapikan kursi-kursi dan meja yang berserakan, membersihan cat air yang berceceran di lantai serta mencuci piring sisa makan pelanggan dan membereskan kekacauan lainnya di dapur. Setelah itu, Lilis masih harus meninggikan sabar untuk belajar sambil bermain dengan si kembar. Selesai dengan rumah dan si kembar, Lilis beranjak ke dapur. Lilis meliarkan pandangannya, mengabsen bahan-bahan yang baru saja ia ambil dari Bu Leha. Kepala Lilis yang sedari tadi pening, hampir saja meledak, saat dirinya menyadari, masih harus menyiapkan lauk untuk jualan nasi uduk esok pagi. Membuat ayam, tempe dan tahu ungkep untuk kemudian di goreng subuh nanti, meracik sambal kacang, membuat bihun kecap, membuat telur dadar lalu mengirisnya tipis-tipis dan menggoreng kerupuk. Dan Lilis baru saja memulai pekerjaan itu pukul delapan malam, kapan akan selesai. Entahlah! *** Mata Lilis masih terasa perih untuk di buka, badannya terasa pegal di sana-sini, jangan di tanya nasib kepalanya! Pening hingga kupingnya terasa berdenging. "Argh, ini semua gara-gara Bang Jo, laki-laki gila yang datang tiba-tiba itu bikin aku kurang istirahat saja." gerutu Lilis berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Kesan pertama Jo benar-benar buruk di mata Lilis. Matilah kau Jonathan! Jam dinding lima puluh ribuan yang menempel di permukaan dinding usang rumah kontrakan Lilis menunjukan pukul empat subuh. Lilis hanya empat jam tidur setelah semalam berhasil menyelesaikan pekerjaannya pukul dua belas tengah malam. Ngaret dua jam dari jadwal tidur malam Lilis yang biasanya sudah terlelap pukul sepuluh malam. Lilis memang wanita yang bersih, rapi dan teratur. Hidupnya yang sederhana selalu terjadwal dengan baik. Setiap kegiatan, selalu di kerjakan sistematis terarah. Dia tak suka bekerja dengan jadwal yang awut-awutan tidak jelas. Itulah sebabnya Lilis dongkol bukan kepalang, saat kegiatan sehari-harinya di kacaukan Jo. *** Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN