Alison memberikan tangannya kepada Medeia. Medeia tersenyum lalu menggandengnya. Mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat acara berlangsung. Kedatangan Alison dan Medeia mendapat tatapan dari seluruh tamu undangan disana. Wajah dingin dan tegas Alison membuat cucu-cucunya takut dengannya. Hanya, Isabella yang tak takut dengan Alison. Mungkin karena itu, tingkahnya sangat kurang ajar.
Tak lama, datang Libra dengan pakaian yang juga sangat rapi. Jantung Medeia berdetak keras. Ini pertama kalinya sejak 4 tahun ia bertemu dengan tuan mudanya. Medeia, ia juga masih tetap berharap Libra akan mengajaknya bersama. Ia masih belum menyerah. Medeia menatap Libra. Tapi Libra tak membalas tatapannya. Ia tau Medeia tengah menatapnya. Alison sendiri juga tau arti tatapan itu. Putrinya, meskipun sudah di abaikan selama 7 tahun. Putrinya masih sangat menyukai Libra.
“Libra... Kamu beneran nggak mau menikah?? Umur kamu udah 30 tahun!” Tegur Mère-nya. Keyra sengaja mengatakan hal itu memang. Ia menginginkan Medeia bisa menjadi menantunya. Ia tau Medeia sangat mencintai putranya.
Sejujurnya ia tak peduli dengan peraturan ARC yang melarang pemimpinnya untuk menikah atau apapun itu. Ia pewaris sah Arc grup. Ia akan membakar seluruh peraturan itu!! Dan membiarkan anak-anaknya hidup bahagia. Ia tak ingin anak bungsunya itu melajang seumur hidupnya.
Libra diam tak peduli dengan ucapan ibunya.
“Libra!!!! Emangnya kamu nggak ada orang yang kamu sukai?”
“Mère nggak tau kalau sendiri itu sedang tren?” Balas Libra santai.
“Anak ini-”
Radival menggenggam tangan istrinya. Ia menyuruh istrinya itu untuk tenang dahulu. Sebenarnya Radival juga menginginkan hal yang serupa dengan istrinya. Ia ingin anak bungsunya itu menikah. Usianya sudah mencapai kepala tiga. Tapi, jika Libra putra bungsunya itu menikah dengan Medeia ia kurang srek. Masa suami istri sama-sama kerjaannya membunuh. Mau jadi apa anaknya nanti.
“Btw, soal menikah... Medeia bukannya usiamu sekarang 29 tahun??? Kenapa kau nggak menikah?? Pamanku melarangmu menikah?” Tanya Irenee usil.
Medeia menghentikan acara makannya. Ia menatap ke arah Irenee kemudian menatap ke arah ayahnya yang masih makan dengan tenang.
“Ah, benar itu. Kakak mau sampai kapan akan membiarkan anak gadismu melajang?” Tanya Keyra ke Alison.
Medeia menatap raut wajah Alison. Meskipun wajahnya tenang. Tapi ia tau jika Alison terganggu dengan pertanyaan dan pernyataan itu.
“Apa kau mau menikah?” Tanya Alison ke Medeia.
“Apa aku harus menikah ayah? Aku tidak mau menikah.” Ucap Medeia lembut.
Alison menahan senyumnya ketika mendengarnya. “Ya, jika kau tidak ingin menikah tidak apa-apa. Aku juga tidak akan memaksamu. Kau bebas menentukan apa yang kau mau.” Balasnya.
“Aku tidak akan menikah. Aku akan menemani ayah.”
“Kalau kau menjawab seperti itu, orang-orang akan mengira kau menyukai Alison.” Balas Libra.
Medeia menatap Libra yang membalas ucapannya. “Saya tidak peduli dengan yang di pikirkan orang-orang. Jika anda terganggu, bukankah lebih baik anda juga mengikuti keinginan orang tua anda untuk menikah.”
Libra tersenyum miring.
“Apa menurutmu aku harus menikah?” Tanya Libra menggodanya. Ia ingin tau Medeia bereaksi seperti apa.
“Iya.” Jawab Medeia setenang mungkin. Tanpa ekspresi.
Libra tersenyum mendengarnya. “Baiklah... Aku akan menikah.”
Medeia sontak menatap Libra dengan mata yang membulat sempurna. Tuan mudanya akan menikah?
“Serius?” Tanya Keyra.
Libra tersenyum dan menganguk mengiyakan. “Aku akan menikah kalau aku menginginkannya.” jawabnya.
Libra mengambil handphonenya dan mengetikan sesuatu disana.
“Dia akan datang nanti.” Kata Libra lagi. “Semoga Mère sama Dady menyukainya.” Tambahnya lagi.
Keyra tak mengerti. Ia berfikir jika Libra akan mengenalkan Medeia. Menurutnya putranya itu menyukai Medeia. Oleh karena itu ia memecat Medeia dan menyuruh perempuan itu hidup sebagai perempuan setelah sekian lama hidup sebagai laki-laki.
“Medeia kau kerja apa sekarang?” Tanya Cyrine. Perempuan itu juga ada disini saat ini.
“Terakhir kali ketemu kau kan kerja jadi kurir, lalu kembali jualan bunga. Terus sekarang kau kerja apa?” Tanyanya.
“Design interior.” Jawab Medeia.
“Kau menyukai pekerjaanmu saat ini?”
“Tidak juga. Pekerjaannya cukup membosankan.” Jawab Medeia jujur. Rasanya hidupnya terasa sangat kurang.
“Kalau kau bosan, mau mencoba kenalan dengan temanku?? Dia lagi cari calon istri.” Kata Irenee tiba-tiba. Ucapan Irenee mendapat tatapan dari seluruh meja makan. Pasalnya Irenee ini termasuk orang yang mendukung adiknya dengan Medeia. Tapi tiba-tiba ia berubah jalur.
“Temenmu siapa?” Tanya Azam penasaran.
“Cedric.” Jawabnya.
“Cedric Immanuel Marvius?” Tanya Darrell memastikan.
“Iya. Orang itu.”
Darrell mengangukan kepalanya.
“Cedric petinggi MV Comp itu?” Kali ini ayahnya Radival yang ingin memastikan.
Lagi-lagi Irenee menganguk mengiyakan. Lain hal nya dengan Medeia, ia tau keluarga Marvius itu. Harta Mereka hampir sama dengan keluarga Aldebaran. Jika para anggota keluarga Aldebaran bekerja sama dalam membangun bisnis keluarga lain halnya dengan keluarga Marvius. Anggota keluarga Mereka saling berebut dan bersaing untuk mendapatkan bisnis keluarga. Mereka berlomba-lomba mendapatkannya. Bahkan tak jarang keluarga Mereka saling menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi satu sama lain untuk mempermudah jalannya mendapatkan warisan. Apa Irenee menyarankannya untuk masuk ke keluarga itu.
“Orangnya mapan, ganteng, baik, pinter, nggak pernah punya scandal sama perempuan. Kau nggak mau mencobanya??” Tanya Irenee.
“Cedric Marvius??”
“Iya..”
“Bukannya keluarganya saat ini bersitegang?? Apa Mereka sudah berbaikan?”
“Wow... Kau tau kalau keluarganya bersitegang?” Tanya Irenee balik. Ia kagum karena Medeia juga tetap memperhatikan dunia bisnis internasional. Medeia menganguk sebagai jawaban.
Medeia tau karena dulu ia pernah menyelidiki keluarga itu, Nyonya Marvius, istri kedua dari Edward Marvius dulu sering menyewa jasa ASY untuk menyingkirkan putri tertua, putra keempat keluarga itu. Lalu banyak anggota keluarga Marvius yang menyewa jasa Arc untuk menyingkirkan para generasi muda yang lain. Akan tetapi Alen Marvius (Ayah dari Edward) telah menyewa jasa Arc terlebih dahulu untuk melindungi keluarga Mereka. Medeia tidak bekerja melindungi keluarga Marvius. Waktu itu ia hanya mendapat tugas untuk menyelidiki keluarga itu dan membunuh seluruh musuh tuan Alen saja, Terutama ASY. Medeia sering mendapat tugas, mengintai, menyelidiki, menyelundupkan, menyusup dan membunuh.
“Kalau begitu, kau tau kalau orang-orang yang di jodohkan dengan Cedric rata-rata mati? “
Medeia menggeleng. Ia tak tau itu. Ia sudah tak bekerja dengan Arc. Jadinya ia tak tau kabar perkembangan keluarga itu.
“Keponakanku.... Apa menurutmu pamanmu ini sangat miskin hingga harus melempar putrinya ke tengah Serigala yang kelaparan itu?” Tanya Alison kini.
“Kalau Medeia sih aku yakin dia pasti sanggup. Lagian juga banyak keuntungan kalau Medeia menikah dengannya. Cedric baik, gangteng, mapan, nggak pernah main-main dengan perempuan sebelumnya.”
“Kalau begitu, Keuntungan apa yang di dapat Cedric kalau menikah dengannya?” Tanya Libra.
“Hak Waris. MV Comp akan jadi milik Cedric sepenuhnya. Lagian emangnya paman nggak kasian sama Medeia kalau paman nanti meninggal? Bukannya Irenee doain paman cepet mati, tapi emangnya nggak kasian?? Dia juga berhak bahagia. Pikirin Medeia emangnya kamu nggak mau berkeluarga?? Punya anak dan jadi seorang ibu? Lagian aku yakin kok Cedric pasti bisa membahagiakanmu.” Kata Irenee yakin.
“Terimakasih karena telah memperhatikan saya. Tapi saya tidak ingin menikah. Saya sudah cukup bahagia untuk saat ini. Lagipula perempuan cacat seperti saya tidak cocok untuk tuan muda seperti dia. Terlebih tangan saya juga sangat kotor.”
“Kau tidak ingin menikah karena memang benar tidak ingin menikah atau sedang menunggu seseorang?” Saut Cyrine. Medeia menunduk. Ia memang tidak ingin menikah karena perasaannya hanya milik Libra seorang.
Jika ia menikah, kalau nanti... Suatu saat jika Libra mengulurkan tangannya kembali maka ia tak akan bisa meraihnya. Ia tak mau itu. Ia sudah berjanji akan menunggu Libra tak peduli seberapa lama.
“Jangan menunggu orang yang tidak akan pernah datang Medeia.” Kali ini Darrell yang berbicara. Ia sebenarnya kasian dengan perempuan berambut pirang itu.
“Hidupmu masih panjang, jangan diam di tempat.” Lanjutnya.
“Aku tau kalau dia tidak akan pernah datang, aku tau mungkin dia juga terganggu karena aku menunggunya seperti ini. Tapi, aku menunggunya karena aku yakin dengan apa yang aku percayai. Aku tidak mengharapkan balasan apapun. Jadi, aku hanya ingin diam saja disini selama yang aku bisa. Mungkin suatu saat dia akan menatap ke arahku kembali.”
Libra tersenyum mengejek. Entah Itu bodoh atau naif. Libra benar-benar tidak mengerti.
“Jika dia menyukaimu dan mengharapkanmu, maka dia tidak akan membiarkanmu untuk menunggu. Dia tidak akan pergi memeninggalkanmu. Memangnya tidak lelah?”
Lelah?? Bohong jika Medeia bilang tidak lelah. Berulang kali rasanya Medeia ingin menyerah dan melanjutkan hidupnya tapi, rasa yang menyuruhnya untuk menunggu Libra juga masih besar. Ia tak bisa menyerah begitu saja.
****❤****
Medeia mencari Alison, ia berniat untuk mengajak Alison jalan-jalan di dekat menara eiffel. Tapi, langkahnya berhenti ketika melihat seorang perempuan yang berdiri menghadangnya. Medeia tak mengenalnya. Ia melihat perempuan itu dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Dari gayanya dia terlihat seperti orang yang arogan.
“Kenalin, Aku Samara. Tangan kanan King yang baru dan calon istrinya.”
Jantung Medeia berdetak keras mendengarnya. Wajah terkejutnya tercetak jelas. Tuan mudanya memiliki penggantinya. Medeia menggenggam tangannya kuat. Dia di buang dan di ganti boneka dengan wajah cantik seperti itu. Samara mengulurkan tangannya mengajaknya berjabat tangan. Tapi, Medeia melewatinya dengan angkuh. Jelas Samara tersinggung.
“Ku dengar kau Arthur.”
Langkah kaki Medeia berhenti. Tuan mudanya bahkan memberitahukan identitasnya yang lama.
“Aku tidak percaya kalau Anjing King ternyata perempuan sepertimu.” Ucapnya memprovokasinya.
Medeia berbalik lalu menatap perempuan itu marah.
“Apa yang kau mau?” Tanya Medeia penuh emosi.
“Mau berlatih Anggar denganku? Ku dengar katanya kau ahli Anggar dan menembak?” Kata Samara.
Medeia tersenyum. “Boleh.” Jawabnya seanggun mungkin.
Samara memberikan Medeia pedang Anggar yang entah Medeia tak tau Samara dapatkan darimana. Medeia memegang pedang itu. Dia sudah lama tak memegang pedang ini. Meskipun begitu, ia masih sangat ingat dengan jelas cara menggunakannya. Medeia menyentuh pedang itu, sepertinya tak ada yang mencurigakan dengan pedang ini.
Samara dan Medeia mulai melakukan salam sebelum bertanding. Medeia menutup matanya dan menaruh pedang itu di atas dadanya. Ia menghadap Samara, dan Samara menyerangnya terlebih dahulu. Medeia menahan serangan yang brutal itu. Ia memperhatikan orang di depannya.
“Jadi ini kekuatan dari Arthur si penjaga King itu?? Pantas saja dia membuangmu.” Ejeknya.
Bunyi pedang yang saling berbenturan memancing orang-orang yang tinggal disana untuk ke sumber suara. Bahkan Alison dan Libra juga melihat duel latihan itu.
Prang....
Senjata Medeia terlepas dari tangan kanannya. Ia menahan pedang yang menyerangnya menggunakan tangan kirinya. Sapu tangan yang di kenakannya robek. Darahnya menetes membasahi lantai. Medeia mampu merasakan sakit. Samara dengan cepat menarik kembali pedangnya. Medeia memperhatikan tangannya yang terluka. Ia tersenyum, senyum yang mengerikan.
“Sepertinya kau sudah kalah. Kau tidak sesuai harapanku!!” Ejeknya lagi.
Samara memandang Medeia rendah. Ia berbalik dan berjalan meninggalkan Medeia.
“Mau kemana kau?” Tanya Medeia. Langkah kaki Samara terhenti. Ia berbalik lalu menatap Medeia mengejek.
Medeia melepaskan sapu tangannya. Ia menjilat darah dari luka yang dalam itu. Samara menatapnya kasian.
“Setelah melukaiku seperti ini, kau pikir aku akan membiarkanmu?” Tanya Medeia.
“Aku bahkan belum menunjukan kemampuanku.” Tambahnya yang mengusap tangan yang berdarah itu ke rambutnya. Rambut pirang itu bewarna merah. Medeia merapikan rambutnya lalu mengikatnya. Ia melepaskan sapu tangan di tangan kanannya. Terlihat tangan besi.
“Tangan ini berat.” Guman Medeia yang kemudian melepaskan beberapa kancing bajunya dan melepaskan tangan palsu yang melekat di tangan kanannya.
Prang....
Medeia mendekati pedangnya yang terlempar. Ia mengambilnya menggunakan tangan kirinya yang terluka.
“Tuan muda... Aku boleh memotong lidahnya?” Tanya Medeia dengan menatap Samara.
“Lakukan yang kau mau!” Balas Libra dari atas.
“Samara.. Sepertinya kau membuatnya marah. Hati-hati.” Kata Libra lagi.
“Akan aku tunjukan siapa itu Arthur Anjing penjaga King.” Kata Medeia yang langsung menyerang Samara dengan cepat. Kali ini gantian Samara yang kewalahan. Dengan tangan yang terluka itu, Medeia masih bisa menggunakan senjata seperti ini.
Srett ...
Medeia tersenyum senang ketika wajah Samara terkena goresan padangnya. Ia menyerang perempuan itu lagi.
“Apa King tidak pernah memberitahumu untuk jangan pernah Meremehkan musuhmu?” Tanya Medeia marah.
“Sebaiknya kau tutup mulutmu rapat-rapat agar aku tidak memotong lidah liarmu!”
Prank...
Medeia tersenyum ketika pedang tersebut patah. Ia menyerang dengan cepat menusuk ke arah perutnya. Lalu menarik cepat pedangnya. Tangan kiri Samara memegang perutnya. Berdarah. Medeia tersenyum puas melihat pedangnya bewarna merah. Ia menyayat Samara mulai dari d**a sampai ke perutnya. Baju yang di kenakannya robek.
Medeia ingin menusuk wajah Samara tapi gerakannya terhenti ketika ada seseorang memegang tangannya kuat.
“Kendalikan dirimu. Kau berniat membunuhnya tidak memotong lidahnya.” Bisiknya. Medeia menatap ke arah Libra marah.
“Ayahku bisa marah kalau tau ada mayat di rumahnya.” Lanjutnya.
Medeia menarik badannya. Ia melepaskan pedangnya dan menatap Samara di depannya tajam.
“Pastikan saja dia tidak terlihat di depan mataku lagi!!” Ucap Medeia yang langsung berjalan pergi. Ia mengambil tangan palsunya. Medeia benar-benar akan membunuh perempuan sialan itu jika bertemu lagi dengannya.