BAB 4

1013 Kata
Hari ini butik lumayan ramai, bahkan ada beberapa pasangan pengantin yang datang minta dibuatkan baju pengantin. Sebenarnya butik bukan spesialis baju pengantin, Kak Milly lebih ke baju-baju pesta. Tapi ya karena ada beberapa langganan yang mau menikah akhirnya Kak Milly setuju buat ambil job baju pengantin. Jadilah aku dapat banyak kerjaan. Secara Kak Milly ini benaran bos, dia hanya disain sesuai permintaan. Aku yang harus atur jadwal ketemuan calon pengantin dan Kak Milly, plus merangkap jadi sekretarisnya Kak Milly. "Gila Di lakinya hot banget," bisik Kak Milly saat sepasang calon pengantin masuk ke dalam butik. "Mari kita ngobrol di dalam aja." Kak Milly menyambut mereka dan mengajak keduanya masuk ke dalam ruangan kerja Kak Milly. Aku mengekor di belakang sambil memperhatikan punggung tegap si pria. "Dio," aku mengulurkan tangan berniat mengajak kenalan. "Asmiranda." "Wah mirip nama artis ya," sahutku berusaha ramah. "Oji." Pengennya sih aku nyeletuk, muka ganteng, bodi hot, tapi kok nama pasaran. Oke rada kurang ajar memang, apa lagi ada Kak Milly di sini, bisa ditendang jauh-jauh aku. Jadi aku hanya tersenyum maklum dan duduk di sebelah Kak Milly. Pembukaan pertama biasa basa-basi dulu, si Asmiranda tahu butik Kak Milly dari rekomendasi temannya. Kemudian masuk ke sesi apa yang diinginkan si calon pengantin. "Saya mau warna gaunnya biru langit terus kalau bisa pakai taburan manik-manik biru laut gitu," ujar si Asmiranda. "Biru lautnya untuk yang warna dangkal, dalam atau sangat dalam?" tanyaku spontan. Kak Milly lekas memberikanku pelototan galak. Sedangkan aku hanya meringis dan bergumam maaf. Sedikit mengangguk juga pada pelanggan. Eh yang tidak disangka Mas Oji nan hot tertawa kecil. Ya elah ini nih beratnya ngadepin orang mau nikah tapi ganteng. Bawaannya pengen jadi pelakor aja deh. "Umur Mbak Dio berapa?" Oji akhirnya bertanya saat Kak Milly dan Asmiranda kembali asik membahas baju pengantin. Aku mendelik ke arah Oji tidak suka. Sudah tahu di sebelahnya ada calon istrinya tapi masih aja jelalatan. Cuma nanya umur itu gak papa juga kan ya. Kan gak ngajakin kawin. "33 tahun," sahutku santai. Kak Milly menepuk pahaku pelan. Dia memberikan kode untuk aku gak ganjen sama Oji. Aku sih kan ditanya, ya jawab aja. Lagian Asmiranda juga fine-fine aja tuh. "Saya brondong dong ya kalau mau dekatin Mbak Dio," celetuk si Oji. Nah kali ini Asmiranda menatap Oji dengan tatapan tajam. Lagian juga ini pria gak tahu tata cara selingkuh apa ya? "Maaf ya Mbak. Abang saya ini kelamaan jomblo jadi ya begini," ujar Asmiranda dengan raut wajah tidak enak hati. Aku dan Kak Milly sama-sama nyengir garing. Tebakan aku dan Kak Milly salah besar, si Oji ini ternyata Abangnya Asmiranda. Lagian juga dari awal mereka gak bilang kalau pasangan pengantin sih. "Calon suaminya kemana Mbak? Kok Abangnya yang jomblo ini nemenin?" tanyaku usil. "Lagi ada urusan bisnis keluar kota," sahut Asmiranda dengan nada bersahabat. Tiba-tiba Kak Milly memberikanku sobekan kertas. Dia menyuruhku pergi dengan kode kerlingan mata. Aku tahu bakalan kena SP ini dari Kak Milly. "Permisi dulu ya Mbak Asmiranda dan Dek Oji. Saya diusir ini sama Kak Milly," ujarku yang kemudian langsung kabur secepat yang aku bisa. Aku tertawa geli keluar dari ruangan Kak Milly. Kertas yang diberikan Kak Milly tadi aku buka lipatannya. Aku tertawa ngakak saat membaca kalimat yang ditulis Kak Milly. Nanti gue mintain nomor HP Oji. Mending lo minggat jemput Mas Abraham di kantornya, mobilnya mogok. "Ya kali gue supir. Banyak duit bisa naik taksi apa salahnya sih," gerutuku saat membaca kalimat terakhir penuh perintah dari Kak Milly. ••• Sepertinya alam dan seluruh isinya sedang berkonspirasi memenuhi keinginanku mengejar Arghani. Buktinya aku bisa ketemu Arghani di kantor abangku tersayang. Dia sedang duduk.mengobrol di dalam ruangan Bang Abraham saat aku masuk begitu saja. "Hallo Ghan," sapaku pada Arghani. Kalau Bang Abraham mah gak usah disapa, enek liatnya udah. "Lo buntutin gue sampai kemari Di? Wah tante-tante psikopat ya lo," tuding Arghani langsung. Aku cuma senyum-senyum gak jelas aja. Rasanya dimaki Arghani kayak lagi dipuji aja gitu. Ini kali ya yang dinamakan e*k ayam rasa cokelat kalau lagi jatuh cinta. "Ye geer amat sih lo. Gue mau jemput Abang gue tercinta ini kok," sahutku berusaha untuk tidak terlalu kelihatan gembira karena bertemu Arghani di sini. "Udah hidung lo gak usah mekar-mekar begitu Dek," hina Bang Abrham. "Berhubung kalian udah saling kenal, Abang mau minta tolong antarin kami berdua ke lokasi," Bang Abraham menatapku dengan senyum manisnya. "Boleh asalkan Ghani satu mobil sama kita," sahutku cepat. Senyum penuh kemenangan terkembang begitu saja saat Arghani tidak dapat menolak. Sampai sekarang aku belum tahu ini orang berdua punya bisnis apa. Setahuku Bang Abraham tidak perlu fotografer, dia sudah ada karyawan bagian dokumentasi. Aku mengekor di belakang Arghani dan Bang Abraham. Ya ampun abangku saja kalah tinggi dengan Arghani. Belum lagi punggung tegapnya yang ya ampun kalau dipeluk-peluk dari belakang mantep ini. "Abang ke WC dulu Dek." Aku mengacungkan jempolku seraya berkata, "Yang lama ya Bang." Arghani dan aku berdiri di sisi kanan lobi. Pria tampan dan hot ini menatapku dengan sinis. Bibirnya mengerut sebal, entah kenapa aku ingin banget dilumat dengan itu bibir. "Muka lo m***m," celetuk Arghani dengan wajah datar. Aku tidak menyangkal dan hanya menaikkan bahuku acuh. "Maklum kebanyakan bergaul sama mama muda di arisan sekolah," sahutku santai. Memang diantara teman-temanku sekolah hanya aku yang belum menikah dan belum merasakan cipokan. Jadi kalau udah kebelet ya begini, ngeliat Arghani rasanya pengen minta diterkam aja gitu. "Gue gak minat sama yang ngejar gue." Lagi-lagi kalimat yang sama keluar. "Gak papa sih, sekarang gak minat, siapa tau besok-besok jadi minat," ujarku santai. Argani menatapku dari atas sampai bawah. "Lo pendek. Kayaknya itu b*******a kecil. Gue doyan yang gede," katanya dengan senyum miring yang entah kenapa kelihatan tambah ganteng aja. "Bisa gue gedein kok. Sekarangkan banyak olshop yang jual-jual obat buat gedein d**a," aku menjawab dengan tidak mau kalah. "Keras kepala Lo. Gue sukanya batangan." "Nah kalau gitu gue yang bakal buat lo suka lobangan. Lagian Abang gue udah punya bini dan dia normal." Arghani menggeram kesal, aku tahu dia bohong doang soal suka batangan. Lagian mau adu mulut sama Dio, mantan peraih juara satu debat bahasa indonesia se Jakarta.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN