Lily membasuh wajahnya dan membuat dirinya lebih segar setelah seharian energinya terkuras penuh lahir dan batin. Ia berusaha melupakan kejadian yang menimpanya hari ini dan menghibur dirinya sendiri jika Devan tidak layak ia tangisi.
Ia lalu sedikit memebersihkan noda dari gaun putihnya dan berjalan keluar dari kamar mandi namun ia melihat jika ternyata Reiga tidak berada di ruangan tersebut.
" Kemana sih dia?" tanya Lily sambil berjalan mendekati balkon.
Lily lalu duduk di sebuah sofa kecil dan menatap langit yang nampak dipenuhi oleh bintang.
" Pa, kenapa papa ninggalin aku sendirian? Kenapa papa harus lakuin ini semua?"
Lily lalu memegangi kalung yang dipakainya. Pemberian ayahnya yang konon adalah milik sang ibu semasa hidupnya.
" Apa ada orang yang akan sayang sama aku seperti kalian?"
Tak terasa air mata Lily mengalir. Pertahanannya telah hancur meski ia telah berusaha mati-matian menahannya sejak tadi.
Lily tidak gampang untuk menangis, tapi apa yang baru ia alami sungguh diluar kuasanya selama ini. Ia hanya tahu jika Devan sangat menyayanginya dengan tulus. Ia bahkan sudah membayangkan akan keluar dari bayang sang ibu tiri dan menikmati peninggalan ayahnya dan hidup bahagia dengan pria yang menjadi suaminya. Sesimpel dan sesempurna itu.
" Kamu baik-baik aja?"
Lily lalu menggelengkan kepalanya masih dengan terisak.
" Kamu nggak lagi pingsan kan?"
Lily lalu mengangkat kepalanya dan menampakkan wajah sembabnya.
Reiga dapat melihat jika matanya basah dan nampak tak berdaya. Sangat berbeda dengan gadis yang sejak tadi bersama dengannya.
" Kamu menangisi pacar kamu?"
Lily menggeleng.
" Lalu?"
" Saya kangen papa. Nggak ada yang mencintai saya selain papa. Dan Alin. Saya nggak tahu salah saya apa" isak Lily.
Reiga nampak iba dan duduk berjongkok di hadapannya.
" Berarti dia nggak layak buat kamu. Jadi saya benar kan? Kamu kabur?"
" Saya nggak kabur. Saya mundur. Dia nggak cinta sama saya."
" Itu lebih baik kan?"
Lily kembali mengangguk.
" Trus kenapa kamu nangis?"
" Saya nangis bukan karena nggak jadi nikah. Tapi karena dia udah nipu saya dan karena saya akan kembali ke rumah."
Reiga menggeleng tak mengerti dengan apa yang Lily maksudkan.
" Kamu darimana?" tanya Lily
" Nyuruh asisten saya bawa pakaian"
Lily lalu berdiri dan diikuti oleh Reiga.
" Mmmm... Makasih sudah bantuin saya. Saya nggak tahu gimana jadinya kalau nggak ada kamu tadi."
" Ya paling kamu akan di susul sama pacar kamu dan kalian akan baikan dan kalian akan menikah dan dia akan ulangi salah yang sama"
Lily memicingkan mata pada Reiga penuh selidik.
" Pengalaman kamu sendiri ya?"
Reiga menggeleng dan memeriksa ponselnya yang sedang bergetar.
" Saya nggak terlibat dengan hal semacam itu. Lagi pula, mama saya akan sangat marah kalau saya jadi pria b******k"
Seketika bola mata Reiga nampak terkejut membaca pesan yang baru saja masuk di ponselnya.
-- Pak, saya sudah menuju kamar bapak. Tapi tadi mbak Viona ternyata mengikuti mobil saya dan sekarang memaksa untuk ikut menemui bapak--
" Dengar, apapun yang terjadi kamu hanya harus terus tersenyum" ucap Reiga penuh kesungguhan dan kedua tangannya memegangi lengan Lily.
Lily mengira itu adalah nasehat tulus dari Reiga yang prihatin akan dirinya hingga iapun hanya mengangguk patuh.
" Maaf karena saya udah lancang"
" Maksudnya?"
Lalu dengan secepat kilat Reiga memeluk tubuh Lily dengan erat. Pelukan yang Lily tak tahu untuk apa namun ia merasa sangat nyaman dalam pelukan pria yang baru dikenalnya itu. Jantungnya berdebar sangat hebat dan ia merasa jika ia dapat berlindung dalam dekapan pria tersebut.
" Jangan bilang apapun. Cukup senyum saja. Aku mohon"
" Rei...." ucap seorang wanita yang tiba-tiba berada di belakang mereka.
" Maaf pak, kami tidak tahu kalau bapak..."
Reiga lalu melepaskan pelukannya sementara Lily menoleh pada dua orang yang kini memandangi mereka.
" Siapa dia? Kalian ngapain?" tanya Viona kesal dan berjalan mendekati Reiga dan Lily.
Reiga lalu menatap Lily yang juga menatap heran kepadanya seolah bertanya apa yang sedang terjadi.
Namun Reiga kembali merangkul pinggangnya dan menatap dalam ke manik mata indah Lily.
" Dia tunangan aku" jawab Reiga santai dan senyum samarnya.
Mata Lily seolah akan melompat keluar dari tempatnya mendengar apa yang Reiga ucapkan.
" Apa? Tapi...Tapi sejak kapan? Aku gimana?"
" Vi, kamu tahu kalau aku sudah nganggap kamu seperti adik. Dan aku sudah menemukan wanita yang aku cintai"
" Dia?" tanya Viona ketus dan menatap tajam pada Lily dan tangan Reiga yang masih bertengger kokoh di pinggang wanita tersebut.
" Iya. Benar kan sayang?" tanya Reiga pada Lily yang masih nampak mencerna kejadian di hadapannya.
" Apa tante Hana dan om Erkan tahu?"
" Belum. Kami baru bertunangan hari ini dan masih diantara kami berdua. Aku akan kasih kejutan sama mereka. Tolong jangan rusak kejutan aku. Oh ya Mil, pakaian ganti kami mana?"
Mila, sang asisten pun terkejut dan langsung memberikan apa yang ada ditangannya.
" Ini pak. Ada ponsel baru yang bapak minta juga"
" Kalian boleh pergi. Maaf kami mau istirahat. Kamu pasti capek kan sayang?"
Lily mengangguk pelan.
" Mila, kamu ikut Viona pulang. Dan suruh orang untuk besok pagi mengambil motor saya." perintah Reiga.
" Baik pak. Permisi"
" Tapi Rei..."
" Nanti aja Vi...Please..."
Reiga lalu mengibaskan tangannya dan membuat Mila membawa Viona keluar dengan tidak ikhlas dari kamar mereka.
***
" Apa-apaan tadi?" serbu Lily begitu Reiga melepaskan rangkulannya.
" Nggak ada apa-apa. Hanya anak teman papa saya yang sedikit terobesi menikah sama saya"
Lily memutar matanya.
" Kamu b******k juga ya?"
" Maaf tapi saya nggak bisa menikahi orang yang tidak saya cintai."
" Jadi maksud kamu Devan juga nggak cinta sama saya? Gitu?"
" Mungkin... Oh ya, ini baju ganti untuk kamu. Saya akan ganti baju nanti saja."
Ucap Reiga sambil memberikan tas yang Mila serahkan padanya tadi dan berjalan meninggalkan Lily.
" Eh kamu mau kemana?"
" Nyari makan"
Lily berlari mendekati Reiga.
" Serius kamu mau nyari makan dan ninggalin saya disini?"
Reiga mengangguk yakin.
" Tapi kan aku juga lapar"
" Terus???"
" Ya aku ikut lah..." Lily lalu merampas kunci mobil yang ada ditangan Reiga lalu berlari menuju kamar mandi.
" 5 menit.... Eh tiga menit. Tungguin tiga menit" ucapnya sebelum menutup pintu dna menghilang.
" Ya Tuhan perempuan ini...."
Reiga lalu duduk di sofa dan memainkan ponsel yang tadi dibawa oleh Mila.
Lily kemudian keluar dengan celana jeans ketat dan baju kaos berlengan pendek dan membuat dirinya nampak sangat manis dan juga seksi.
" Aku udah selesai." ucapnya santai sementara Reiga mengakui dalam hati jika gadis dihadapannya ini sangat cantik dengan tubuhnya yang nampak seksi.
" Kenapa?" tanya Lily ketika Reiga hanya menatapnya.
" Jelek ya?"
Reiga lalu nampak salah tingkah dan menormalkan pandangannya.
" Iya. Jelek. Kamu seperti lagi pakai baju anak SMP"
Lily mencebikkan bibir bawahnya dan menatap Reiga yang berjalan melewatinya.
" Ya kali aku bisa milih ukuran."
Reiga lalu berjalan menuju restoran hotel tersebut yang meski tidak begitu mewah namun paling tidak Reiga tidak perlu begitu mengkhawatirkan kebersihan makanannya.
" Wah, kamu sengaja ya mau ngejebak aku?" tanya Lily.
" Maksudnya?"
" Ya biar aku makin banyak hutang sama kamu. Kenapa nggak makan di luar aja sih? Pasti banyak deh jajanan di luar sana. Mana mahal banget lagi!" protes Lily membaca menu yang ada di hadapannya.
" Saya nggak makan di pinggir jalan!" jelas Reiga singkat.
" Sombong banget.!"
Reiga mendelik kesal pada Lily lalu meletakkan buku menu di atas meja dan melipak kedua tangannya.
" Kamu tahu apa masalah kamu?"
Lily menggeleng acuh tak acuh.
" Kamu membuat orang nggak nyaman dengan pandangan kamu. Kamu berpikir dan menilai sesuka kamu. Ya jadi kesalahan tidak semua ada pada pacar kamu. Kamu..."
Lily seketika berdiri dan berjalan dengan cepat meninggalkan meja dimana Reiga terkejut dengan reaksinya barusan.
" Kenapa sih dia?" tanya pada diri sendiri saat Lily sudah tidak ada dalam pandangannya lagi.
Reiga lalu memanggil pelayan dan hendak memesan makanan karena perutnya sudah amat sangat kelaparan.
" Permisi, apa kamu melihat kemana perginya perempuan yang tadi duduk sama saya?" tanya Reiga pada waitress yang melayaninya.
" Oh, mbak yang rambutnya panjang?"
Reiga mengangguk.
" Tadi saya cuma melihat mbaknya jalan ke arah atas. Kayaknya mbaknya lagi nangis"
" Menangis?" tanya Reiga memastikan dan kembali diangguki oleh sang pelayan.
Reiga membuang napasnya dengan kasar dan beranjak meninggalkan restoran tersebut dan berjalan ke sisi lain resort yang pelayan tadi maksudkan.
Reiga hendak memanggil nama wanita yang sedang ia cari namun tentu saja ia tidak mengenalnya dan akhirnya ia hanya berjalan sambil memperhatikan beberapa pasangan muda mudi yang nampaknya sedang berpesta merayakan sesuatu.
"Dimana sih dia?" kesal Reiga sambil terus berkeliling hingga akhirnya ia menemukan Lily yang sedang duduk seorang diri.
" Kamu tahu saya sudah sangat..."
" Aku nggak tahu kalau itu yang Devan nilai dari aku selama ini. Selama ini aku sudah jadi tunangan yang baik. Aku bahkan berhenti bergaul dengan teman-teman yang Devan nggak suka. Aku udah nyoba buat dia senang. Aku udah lakuin yang dia minta. Aku...Kamu... Kamu nggak adil kalau kamu juga nyalahin aku. Kenapa aku harus salah saat mereka yang udah jahat sama aku? Kamu nggak berhak menilai aku.." isak Lily.
Reiga lalu sedikit merasa bersalah namun sebenarnya bukan itu yang ia maksudkan. Ia hanya tidak menyukai Lily terus berkomentar akan pilihannya.
" Dengar, maksud saya bukan sepenuhnya menyalahkan kamu. Tapi..."
" Tapi apa? Aku juga salah?"
Reiga lalu mencoba menenangkan Lily dengan menggenggam tangannya namun Lily yang kesal dan sangat emosional malah terlihat tiba-tiba sesak napas.
Lily lalu menggenggam tangan Reiga dengan kuat hingga Reiga pun menahan sakit genggan tangan Lily pada telapak tangannya yang terluka saat terjatuh tadi.
" Kamu baik-baik aja?" tanya Reiga khawatir.
Lily hanya menggeleng sambil mencoba mengatur nafasnya yang nampak sangat sesak.
" Rileks... Rileks okay... Tenang... Tarik nafas yang dalam...Buang pelan-pelan. Maafin aku, aku nggak bermaksud menghina kamu. Maaf ya.."
Lily membuka matanya karena seketika nada suara Reiga menjadi begitu lembut dan menenangkannya. Satu tangannya bahkan mengusap lembut rambut panjangnya yang terurai bebas tertiup angin.
" Udah lebih enakan?" tanya Reiga maaih dengan raut wajah yang lembut tidak seperti tadi.
( " Aku??? Dia nyebut dirinya aku??? Kenapa gue jadi deg-degan gini sih tiap dekat sama dia") batin Lily.
( " Gadis cerewet yang rapuh. Matanya indah. Wajahnya cantik. Rambutnya wangi. Apa yang sudah kamu alami?") batin Reiga menatap mata sembab milik Lily.
" Tarik nafas lagi yang dalam... Semua akan baik-baik aja. Buang nafas kamu perlahan"
" A...Aku...aku udah nggak apa-apa." ucap Lily kikuk.
" Rei...." sapa seorang wanita yang sedang menggandeng seorang pria bersamanya.
" Zara..."