Closer

1702 Kata
" Rei, kamu kenapa sih masih juga raguin Willy? Dia salah apa sama kamu? Kamu nggak bisa dong menolak proposal dia hanya karena kamu nggak suka sama dia." ucap Zara berapi-api. Ia sangat tidak menyukai Reiga yang nampak tak acuh dan tidak memperhatikan keluhannya setelah meeting mereka barusan. Lily yang masih berada di dalam ruangan itupun merasa tidak enak harus mendengar pertengkaran mereka dan bersiap meninggalkan ruangan tersebut. " Kamu mau kemana?" tanya Reiga ketika melihat Lily beranjak dari kursinya. " Aku, aku mau kembali ke hotel." jawab Lily. " Aku antar" " Rei, kita lagi ngobrol!" ucap Zara. " Aku nggak ngerti kamu ngomong apa. Dan kalau kamu tahu betul aku tidak pernah mencampurkan urusan pribadi dengan kerjaan. Alasan aku menolak proposal Willy karena bagi aku itu nggak menguntungkan dan terlalu banyak resiko. Aku nggak tertarik. Kecuali dia datang dan memberikan tawaran lebih baik." " Apa sih salah Willy sama kamu? Kamu selalu aja mencari kesalahan dia." " Kamu lapar?" tanya Reiga pada Lily tanpa menjawab pertanyaan Zara barusan. " Aku biar makan di hotel aja. Aku pergi duluan ya. Nggak usah nganter. Kalian ngobrol aja" jawab Lily lalu bersiap meninggalkan Reiga yang berdiri di hadapannya. Namun tangannya dengan cepat di tahan oleh Reiga. " Nggak. Kita makan sama-sama. Zar, aku nggak punya dendam pribadi sama tunangan kamu. Aku hanya nggak mau kita semua terlalu gampang mempercayai orang lain. Itu saja. Kamu nggak mau ikut skalian?" " Willy nunggu aku di bawah." jawab Zara ketus dan langsung meninggalkan mereka berdua. " Rei, kamu nggak terlalu keras sama Zara?" tanya Lily ketika melihat Reiga memijat keningnya. " Ayo. Kita makan sekarang" jawab Reiga tanpa menghiraukan pertanyaan Lily barusan. Tanpa sadar kedua tangan mereka masih saling menggenggam hingga mereka keluar dari lift dan itupun karena Reiga harus menjawab panggilan teleponnya. Mereka berdua lalu menaiki mobil milik Reiga dan kembali sibuk dengan pikiran masing-masing. Sudah dua minggu lebih mereka berpura-pura menjadi sepasang kekasih. Mereka menghadiri acara yang juga dihadiri oleh Zara dan terpaksa ikut terjebak dengan undangan dari keluarga Reiga yang mungkin hampir tiap hari. Reiga sendiri heran dibuatnya karena selama ini ia tidak pernah mendapatkan panggilan untuk acara keluarga sesering itu. " Halo, ma" jawab Lily pada ponselnya yang sejak tadi berdering. " Kamu dimana?" " Di jalan ma. " " Mama udah dengar soal pacar kamu. Mama sudah bilang kan sama kamu? Dia nggak secinta itu sama kamu. Dan itu berarti kamu harus kembali ke sini, dan menikah dengan pilihan mama. Perjanjian kita batal Lily! Hari minggu ini, di rumah akan ada---" " Mama... Dia bukan pacar aku. Maksud aku, kami memang deket, tapi...Mama, sinyal aku jelek banget. Nanti aku telepon lagi" ucap Lily langsung mematikan ponselnya karena tidak tahu harus berkata apa lagi. "Hufftt..." Lily membuang nafasnya dengan kasar. " Mama kamu?" tanya Reiga dan diangguki oleh Lily. " Mama nyuruh aku pulang dan menikah dengan pilihannya. Aku nggak tahu harus ngomong apa lagi dan aku bahkan nggak punya persiapan untuk ngasih alasan." " Relaks Lily... Kamu bisa nggak sih nggak terlalu ekspresif?" " Nggak bisa" " Oke. Kenapa sih mesti kesel? Kan ada aku" " Apa hubungannya?" " Aku kan pacar kamu" jawab Reiga santai namun tak sadar jika membuat Lily merona. " Ya biarpun kita cuma pura-pura tapi harus ada manfaat buat kamu juga kan?" " Maksudnya?" " Kamu juga bisa kenalin aku sama keluarga kamu. Sebagai pacar kamu. Dan sekalian aku juga kenal sama keluarga kamu" " Aku rasa nggak usah. Kalau kapan-kapan mereka tahu kalau kita cuma pura-pura, dan kamu pun udah mencapai tujuan kamu, mereka bisa maksa aku langsung menikah detik itu juga. Udahlah, cuekin aja. Mama udah biasa seperti itu" " Apa kamu nggak penasaran dengan calon dari mama kamu?" " Nggak. Mama akan ngasih aku yang biasa aja. Tujuan mama kan hanya supaya aku bisa kembali ke rumah, dan harta warisan papa aman tetap menjadi bagian keluarga mereka. Dan keuntungannya kalau aku baliknke rumah, ya biar mereka nggak perlu nyewa pelayan lagi" " Apa kamu yakin mereka benci sama kamu?" " Say...,mmma--- Maksud aku Rei---" ucap Lily yang keceplosan ingin memanggil Reiga dengan panggilan sayang seperti biasa dan nampaknya Reiga tidak sadar dengan ucapan Lily dan terus mengemudikan kendaraannya. " Gini, mereka nggak mungkin sayang sama aku tapi biarin aku kerjain semua yang ad di rumah sendirian. Mereka kuliahin anak mereka di kampus swasta terbaik di kota kami, sedangkan aku harus berjuang keras untuk kuliah dengan bea siswa. Aku bahkan kerja sambilan hanya untuk dapat uang saku lebih. dan mereka juga pernah nyuruh anak kepala desa untuk melamar aku. Dan sekedar info, anak kepala desa itu bahkan kelihatan seperti papa aku." " Ya mungkin karena mereka pikir kamu kangen sosok papa kamu" jawab Reiga asal. " He-he-he...Lucu banget sih" ucap Liily kesal " Ya sudah, aku temani ke rumah kamu. Jangan kesel gitu. Kan aku bukan anak kepala desa" canda Reiga lagi sambil mengusap puncak kepala Lily. Lily tiba-tiba merasakan kehangatan di dalam hatinya dengan perlakuan Reiga. Entah mengapa akhir-akhir ini pria tersebut lebih manis padanya. Reiga ternyata tidak sedingin kelihatannya. Lily bahkan sering sengaja menggodanya dan menempatkan Reiga dalam situasi sulit dengan membuatnya gelagapan sendiri menjawab pertanyaan usil dari Zara ataupun orang lain tentang hubungan mereka. Dan menurut orang-orang, kini Reiga lebih sering tersenyum dan lebih terlihat santai. *** Reiga POV Entah mengapa kini aku tidak suka jika harus meninggalkan Lily sendiri ataupun membuatnya berpikir jika aku dan Zara sedang berdua. Aku senang mendengar cara ia berbicara dengan ribuan kata yang ia keluarkan dalam satu tarikan napas. Sungguh ajaib wanita cerewet di sisiku ini, ia nampak begitu santai membicarakan masalah keluarganya dengan ku. Dan yang paling membuat ku heran, semua yang ia lakukan, membuatnya nampak cantik bagiku bahkan saat ia terlihat konyol sekalipun, bagiku itu menggemaskan. Dan disinilah aku sekarang, di depan rumah orang tuanya. Memarkirkan mobil milik ku dan kemudian membantunya mengangkat tas pakaian milik kami. " Aku saja" ucapku yang langsung membuatnya menampilkan mata berbinar dengan kedua tangan yang ia letakkan di kedua pipinya. " Waahh...Pacar aku pinter banget acting nya" ejeknya. Tentu saja ia mengatakan itu karena biasanya, ia akan kuminta membawakan tas laptop ku ketika turun dari mobil. Aku hanya tersenyum mengejek padanya. " Kenapa?" tanya Lily heran ketika aku menatap bagian luar rumahnya dan pekarangan rumahnya yang cukup luas. " Mama kamu mana?" Baru saja Lily akan menjawab lalu tiga orang wanita dan satu orang pria segera keluar dan menyapa kami. " Liliana ku...." sembur wanita yang langsung memeluk Lily dan mengecup wajahnya penuh rindu. " Tante Ana...Aku kangen" rengek Lily membalas pelukan wanita tadi. " Tante jauh lebih kangen. Iiihhh kamu makin cantik. Kamu juga wangi banget. Kamu pake skincare apa? Parfum kamu apa? Ih kamu itu yah bener-bener akan tante hukum. Bisa-bisanya kamu nggak pernah kabarin tante sampai detik ini. Dan kamu juga---" " Ekheemmm" dehem wanita yang nampak tegas yang berdiri di depan kami. " Sori sori...Nih anak kamu aku balikin" ucap wanita yang tadi Lily panggil tante. " Mama.." sapa Lily pada wanita paruh baya yang aku yakin usianya lebih tua dari tante Erina. " Gimana kabar kamu?" tanyanya sambil membalas pelukan Lily. " Baik, ma. Diz, apa kabar?" tanya Lily pada seorang gadis yang nampak tidak ramah yang kini memaksakan senyumnya. " Baik. itu siapa?" Tanyanya sambil menoleh padaku. " Oh, maaf... Ini Reiga. Rei, kenalin ini keluarga aku" jawab Lily sambil memanggilku menaiki anak tangga kecil dimana ia berdiri bersmaa keluarganya. Aku lalu mengulurkan tanganku pada mereka satu persatu. " Dia pacar kamu?" tanya si pria yang ternyta sedikit gemulai dengan nada bicara yang ia buat seperti seorang perempuan. " Iya. Dan saya seriua sama Lily. Kami juga sekantor" " Sekantor?" tanyanya lagi. " Iya. Lily bekerja sebagai desain interior saya" jawabku. " Kita masuk dulu yuk. Ngobrolnya di dalam saja." sela sang tante tadi. " Ayo sayang" ucapku sambil meraih tangan Lily yang ia sambut dengan senyuman manis. Kami lalu memasuki sebuah taman yang nampaknya sudah di hias dengan sederhana. Ada beberapa orang yang nampak menikmati makanan juga saling bercakap- cakap. " Tante, ini acara apaan sih?" tanya Lily pada tante Ana. " Sssttt...Ini syukuran Diza yang baru dapat kerjaan pertamanya" " Kerjaan?" Tante Ana kembali berbisik dan tentu aku dapat mendengarnya. " Dia baru keterima jadi sekertaris dan dapat acara kayak gini. Mama kamu lebay" ucapnya sambil menahan tawa. " Zely, apa kabar?" sapa seseorang pada Lily. " Win... Aku baik. Kamu?" " Yeah, gitu deh Zel. Kamu baru datang? Nginap?" " Iya. Kamu ama siapa?" " Bentar aku panggilin. Kamu pasti seneng. Dio, siniiiii...Buruan" Dan tak lama kemudian seorang pria bernama Dio itupun datang dengan senyum merekahnya di hadapan kami. " Hai, Zel...Apa kabar?" sapanya pada Lily yang nampak kikuk. " Aku...Aku baik. Lena mana?" tanya Lily " Kami udah putus Zel. Sekitar lima bulan lalu. Oh ya, kamu lagi kapan datang?" tanyanya lagi masih dengan menjabat tangan Lily yang nampak tidak nyaman. " Sayang, kamu nggak mau kenalin teman-teman kamu sama aku?" sela ku sambil merangkul pinggang Lily yang membuatnya sedikit terkejut. Sejak kejadian tempo hari mama mendapati kami berdebat saat aku menggenggam tangan Lily tiba-tiba, sejak itupula Lily tidak lagi memberikan syarat ataupun keberatan soal kontak fisik kami seperti saat ini. Pria bernama Dio itupun langsung melepaskan jabatan tangannya pada Lily. " Oh..Oh iya, maaf... Rei, kenalin ini teman kecil aku. Ini Dio, ini Winda. Mereka kakak adik." jelas Lily sambil menatap meyakinkanku. " Dia gebetan Lily waktu SMA." ucap Diza tiba-tiba berada di antara kami. Lily lalu memutar bola matanya dan menatapku dengan malas. " Seriously?" bisikku padanya dengan nada mengejek. " Sayang, aku haus. Kita cari minum yuk" ajakku pada Lily yang nampak malas berada di antara mereka. " Biar aku tebak, kalian nggak akrab kan?" tebakku masih sambil berjalan disamping Lily dan menggenggam tangannya. " Kelinci nggak berteman sama rubah." Kami lalu tiba di depan sebuah meja dengan berbagai minuman di atasnya. " Jadi kamu sukanya cowok kayak itu?" tunjukku dengan dagu pada Dio yang sejak tadi masih menatap ke arah kami dengan senyum yang ia buat sedemikian menariknya. " Dulu, duuuluuuuu banget. Dia tuh lucu. Ganteng." " Kalau aku?" Aku langsung merutuki ketololanku menanyakan hal yang terlintas di kepalaku. " Ly, mama kamu manggil tuh. " sela tante Ana dari balik pundak Lily.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN