The Shackle Of Ayesha Love

"Cinta akan datang pada mereka yang percaya. Aku sudah mencoba untuk meyakini hal itu. Tetapi harus kembali menelan luka. Apalah arti cinta tanpa adanya kesetiaan._ Ayesha Maharani. Bandung, 16 September 2017 Percintaan panas dan cinta terlarang menyatu dalam api gairah yang membara. Dua insan sang penghianat sedang menikmati malam yang panjang penuh hasrat. Seorang wanita berambut hitam dan berkulit sawo matang terpejam penuh kenikmatan, bergerak nakal di atas pria yang terus memberikan sentuhan erotis pada bukit kembar miliknya. Jamahan itu semakin membuat ia seakan terkena sengatan listrik yang membuat pinggulnya bergerak semakin binal. Lenguhan dan desahan keduanya saling bersahutan. Braaaaak!!! Pintu kamar terbuka. Membuat kedua orang yang sedang termakan nafsu menoleh ke sumber suara dan menatap tidak percaya akan siapa yang datang. "Apa yang kalian lakukan?!" teriak seorang wanita berambut pirang dan berkulit putih yang berdiri diambang pintu penuh kemarahan. **** Bandung, 31 Januari 2016. Udara dingin menyapa di pagi hari dan itu cukup membuat siapa saja betah meringkuk di kasur yang empuk dengan berbalut selimut yang tebal. Begitupun seorang gadis cantik dan berbadan indah. Dialah, Ayesha perempuan berumur dua puluh satu tahun, seorang mojang Bandung yang sampai sekarang belum ada yang bisa menggeser posisi gadis tercantik se Jawa barat. Teriakan memecah keheningan dan menghancurkan mimpi indah. Oh, sungguh indah bukan? Suara seorang ibu yang membangunkan anaknya di pagi hari. Mengalahkan suara terompet malaikat Isrofil. Ya, itulah yang dikatakan Ayesha pada ibunya. Gedoran pintu membuat Ayesha menggeliat dan merentangkan kedua tangan. Tetapi, tidak membuatnya beranjak dan membuka mata. Ayesha hanya merubah posisi tidur dan kembali tertidur dengan menungging, berbalut selimut tebal berwarna putih. Bandung di pagi hari cukup membuat tubuh merasakan kedinginan dan di tempat tidurlah paling indah dinikmati. Byuur "Ah, Umi, Basah tahu! Meuni teugteuingeun, pisan!" keluh Ayesha dengan berbicara khas nada Sunda. Ketika ibunya mengguyur kepala yang tertidur tengkurap dengan posisi menungging. Sudah tidak kaget lagi dengan hal seperti ini. Karena hampir setiap hari ibunya membangunkan dengan cara yang sama. "Borokokok! Bangun kamu, Aya. Sudah jam berapa ini teh?" ucap Ibu Rani dengan berteriak dan berkacak pinggang dengan gayung yang menghiasi tangan kanannya. "Aya" adalah panggilan Ayesha sedari kecil. "Aku ada didekat, umi. Tidak perlu berteriak, atuh. Aya tidak tuli, Umi!" sahut Ayesha dengan mengusap wajah dan mengibaskan rambut yang basah. "dingin tahu! Kebiasaan banget deh kalo bangunin aku. Pasti pake air, emang teh Aya pohon apa?!" cerocos Ayesha dengan memanyunkan bibirnya. "Haha, kau harus disiram biar cepat tumbuh," sahut Ibu Rani dengan tertawa melihat anak gadisnya yang basah kuyup. "Cepat mandi dan sholat subuh!" titahnya dengan kembali berjalan ke ambang pintu. "Iya." Ayesha mengintip dengan ekor mata. Ketika dirasa aman dan ibunya sudah menjauh dia kembali menjatuhkan tubuhnya untuk kembali tertidur. Hingga dia kembali terlelap. Pletak "Au … sakit!" raungnya mengusap kepala yang dipukul oleh centong nasi. "Aku bukan Sangkuriang, Umi!" desisnya menahan kesakitan. "b***k Badung, di suruh Sholat malah tidur lagi. Sana mandi ada Roy didepan" ujarnya. Mendengar nama kekasihnya disebut membuat Ayesha kalang kabut, menyibakkan selimut tebal yang melilit tubuh dan segera menyambar handuk yang tergantung, lalu pergi menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur dengan tergesa. "Dasar anak Dajjal! Di suruh solat tidur lagi, di bilang pacarnya datang seperti kesetanan," umpatnya dengan beranjak. "Eh, kalau Aya anak dajjal berarti aku ibu Dajjal?" gerutunya dengan beranjak dari duduk dan berpikir sebuah kebenaran dengan mengedikan bahunya. "Abi," panggil Ayesha pada ayahnya yang sedang duduk dan membaca koran di teras depan rumah dengan menikmati secangkir teh hangat. "dimana, Roy?" tanyanya yang sudah memakai setelan rumahan dengan rambut yang masih basah. "Roy?" ulangnya dengan mengangkat sebelah alis dan melipat korannya, lalu meletakkannya di meja kecil yang berada tepat di samping kanannya. "Iya, Umi bilang Roy ada di teras depan," jelasnya. "Tidak ada." "Benarkah?" Melihat Ayahnya mengangguk, Ayesha tahu bahwa ibunya telah mengelabuinya. "Dasar, Umi. Pagi-pagi sudah bohong," gerutunya berjalan masuk dan menuju dapur. "Kenapa, teh? Pagi-pagi sudah ngedumel? Itu bibir mirip tutut," goda sang adik dengan terkekeh melihat bibir Ayesha manyun beberapa senti. "Diam, keong!" bentaknya dengan menatap tajam. "Tutut!" balasnya. "Aya! Bantuin Umi!" teriak Ibu Rina dari arah dapur yang menghentikan perdebatan tidak penting di pagi hari. "Bodo amat, umi tukang bohong!" sahut Ayesha dengan berteriak padahal jarak mereka tidak lebih dari satu meter. "Berbohong untuk kebaikan itu bagus!" kilahnya dengan diiringi suara penggorengan yang saling bergesekan. "Dosa, umi! Nanti masuk neraka," cicit Ayesha. "Aya, kamu bantuin umi, sana!" titah Pak Rudi, yang baru saja masuk dengan nada suara penuh wibawa "Ah, Abi mah," gerutu Ayesha dengan berjalan mendekati Rani yang sedang sibuk dengan penggorengan. "Sukur!" Altaf tertawa meledek kakaknya dengan masih mengenakan kolor Doraemon dan menggosok rambutnya yang masih basah selepas mandi. "Kamu juga Althaf, cuci mobil, abi!" titahnya pada Althaf. "Iya, Abi," sahutnya tanpa melawan dengan nada lemah. Ayesha menjulurkan lidah merasa puas sedang Althaf memelototkan kedua matanya. Pak Rudi Darmawan adalah ayah Ayesha. Ia seorang dosen senior di salah satu Universitas ternama di bandung yang letaknya dekat dengan gedung sate yang menjadi pusat pemerintahan kota Bandung dan rumah mereka tidak jauh dari lokasi kampusnya. Keluarga Darmawan adalah seorang pendidik dan mewajibkan semua anggota keluarga dan keturunannya menjadi dosen atau seorang guru tanpa terkecuali. Kakak dan adik Rudi juga seorang dosen. Meski jurusan mereka berbeda. Mereka juga menjunjung tinggi martabat dan etiket. Tidak diperkenankan satu orang pun, memilih jalan yang berbeda dan lepas dari prinsip keluarga dan Rudi menerapkan hal itu pada kedua anaknya. Selama ini tidak ada yang melanggar aturan itu. Tetapi, berbeda dengan Ayesha. Ia adalah anak sulung Rudi Darmawan yang memiliki mimpi menjadi model go internasional. Semua keluarga menentang. Tapi, Ayesha adalah gadis yang keras kepala dan tidak pernah menyerah. Berbagai cara akan ia lakukan agar dapat mewujudkan mimpinya. Ayesha gadis ambisius tidak pernah memperhitungkan apa yang akan terjadi kedepannya. Baginya, mewujudkan mimpi adalah tujuan hidup. Dan, tidak ada yang bisa menghalangi jalannya. Ayesha diam-diam menentang keras etiket keluarga. Bersambung