Malam panjang, seperti biasa, seperti malam - malam sebelumnya, ngantuk mulai menyerangku, tapi otakku terus saja bermain dalam kata-kata. benarkah aku hamil? seandainya saja benar aku hamil, semua pasti akan baik-baik saja, sudah sejak lama Juan dan keluarga besarnya memintaku untuk menikah dengannya, namun balik lagi ke dalam diriku sendiri, aku tidak bisa membayangkan jika aku harus hidup seperti ayah, mengurus anak sendiri, aku takut jika Juan meninggalkan aku dan anak kami, ya Allah ketakutan ini sangat luar biasa. aku tak akan sesabar ayah dalam menghadapi gunjingan tetangga, aku gak akan kuat jika harus melihat buah hatiku nangis tersedu - sedu ketika menanyakan ayahnya.
"Bersiaplah, kita ke rumahku saja " kata juan sambil melipat sajadah, ba'da shalat maghrib, kali ini kami tak berjamaah Juan tidur cukup lelap dan lama.
"Pulanglah Juan, aku ingin sendiri " kataku lemah, padahal aku mau menghabiskan malam ini bersamanya.
"Hmmm .... oke, aku yang akan menginap, biar harapanku tercapai" ujarnya, seperti mengetahui apa yang aku inginkan.
"harapan? "
"iyah .... harapan, aku berharap di grebek hansip, biar ga susah - susah ngerayu kamu lagi "
Juan merebahkan kepalanya di atas pahaku, aku duduk bersandar di ruang Tv, Aku ,emang tak terlalu suka bangku, enak nyelonjor mancam ini, duduk manis,nyelonjorin kaki, pegang remot. nonton acara kesukaanku, tiba- tiba perutku terasa di aduk aduk tapi tidak mau muntah, aku gelisah tak tentu arah.
"kenapa sayang? mual? mau minta apa sayangnya papah? "
"mas .... buatkan aku s**u, aku mau s**u putih hangat." jawabku
"apa? kamu panggil aku apa? ulangi sayang, aku suka kamu panggil seperti itu " Juan menatapku hangat.
"ah sudahlah, aku buat sendiri saja"
" Diam, akan aku buatkan" ucapnya.
Malam ini, kami mengulangi apa yang kami perbuat di kantor tadi, hatiku menjerit akan dosa ini, otakku sudah benar-benar tak waras, tubuhku sangat menikmati tiap inci permainan lidah Juan, aku benar-benar melayang, semua tempat kami jelajahi, ruang keluarga, meja makan, dapur, kamar dan mendarat di kamar mandi, ketakutan akan hamil hilang, berganti tuntutan kenikmatan.
****
"Hari ini, aku gak ngantor ya .... badanku sakit semua" ucapku pada Juan saat kami sarapan nasi goreng buatanku.
"oke .. istirahatlah sayang, apa perlu aku panggil tukang urut?"
"ga... usah, tidur seharian akan membuatku baik-baik saja"
"yakin? Hmmm ... baiklah, akan aku kirim makanan nanti siang" ucapnya.
Akhirnya Juan berangkat kerja, tidak lupa kecupan di kening dan tentu saja cumbuan kecil, Juan mana mungkin tak mencumbuku, satu hari saja tak b******u, dia bakal uring - uringan.
"Benarkah kau ada? " tanyaku sendiri dalam hati, ku elus perut datarku, masih terbayang di akhir permainan semalam sebelum kami benar-benar tertidur juan penuh kasih sayang mengecup perutku.
"Tumbuh sehat ya nak, papah akan setiap hari menjengukmu"
sama seperti pagi ini, sebelum berangkat kerja, Juan mengecup perutku lagi, menyampaikan kata- kata sayang, benarkah aku hamil? jika ia.... bagaimana ini? aku belum siap.
Aku harus ke RSIA untuk memastikannya, aku bersiap, ya ... aku harus ke RSIA. aku gak akan tenang jika aku tak tahu kebenarannya.
RSIA ... hatiku kebat - kebit tak menentu, kepalaku mulai berdenyut dahsyat dan akhirnya aku terkapar, entah berapa lama, aku tak sadarkan diri, yang ku tahu, aku sudah di ruang perawatan bersama seorang Dokter Pria? benarkah Dokternya Pria? mataku masih berbayang belumlah terlalu jelas melihat.
"sudah sadar? mengapa ke Rumah Sakit sendirian? di mana suami anda ?" suara itu, ya suara itu.
" Kau ....? apa Yang kau lakukan disini ?" tanyaku.
"Aku... main gundu, ya gak lah, aku Dokter di sini, kamu pikir aku ini preman ?"
"Ah, sudahlah, aku gak ingin berdebat, cape, kamu selalu saja mengajakku berdebat jika bertemu, aku ingin ke bagian....." ucapku sembari bangun dari tempat tidur
"Rindu .... Rindu Setyawan, kamu hamil ndu" ucapnya
Lututku sangat lemas, hancur sudah duniaku, mau tak mau aku harus menikah dengan Juan, pernikahan.... kalimat yang aku takutkan. aku tak mau menikah, aku.... ga siap.
"Aku antar kau pulang" ucapnya lagi
"Tunggu. ... siapa kamu? dan aku gak perlu kamu antar"
"teman masa kecilmu, sudahlah ... aku antar kamu pulang"
kami berjalan, di sepanjang koridor Rumah Sakit, lorong ini terasa sangat panjang untukku, fikiranku melayang, Ayah... aku telah mengecewakan Ayah, atau mungkin Ayah sudah tahu perlakuan benakku dan Juan? keluarga Juan, mereka akan sangat senang jika aku jadi menikah dengan Juan, keluarga Juan, sudah sangat tahu hubungan kami, terkadang kami mengunci diri dalam kamar sampai berjam-jam, bahkan Mama Juan, sangat mengharapkan kehamilanku, agar aku dan anaknya bisa menikah. Hal yang sangat jarang terjadi, orangtua pria, mengharapkan gadis lain menikahi anaknya.
Juan .... apa yang harus aku katakan padanya? semua pemikirannya benar, aku hamil, keinginannya tercapai, tahukah dia aku gak siap? tahukah dia aku tak menginginkan anak ini? Juan aku mencintaimu, sangat ....sangat mencintaimu. ... aku tahu kau menginginkan anak ini, anak ini hasil dua tahun perzinahan kita. Juan .... aku tidak bisa menjadi ibu yang baik. aku akan mengecewakanmu, biarkan aku jadi kekasihmu saja. aku harus cari jalan keluarnya ,... tidak bisa tidak.
"maaf .... bisakah aku turun disini saja?" tanyaku memecah kebisuan kami.
"hmm baiklah .... aku temani, aku tahu kau sedang memikirkan apa?"
"aku .... "
"sudahlah ndu .... ingat aku akan selalu ada buat kamu"
"Andi .... kau kah andi ?"tebakku
Pria di malam itu, Pria yang terkadang aku lihat di parkiran kantor, Pria yang kulihat di Mall, bahkan di teras rumahku saat aku terbangun dini hari, Pria yang ku anggap sebagai kebetulan belaka, ternyata.... kau sahabat masa kecilku, kau yang tak pernah mau menemuiku, dan hanya menemui ayahku, kau... ternyata kau diam - diam mengikuti jejakku .... apakah Kau tahu juga malam pertamaku dan Juan? apakah kau tahu juga kalau aku dan Juan adalah sepasang kekasih yang gila akan syahwat?
Mengapa baru sekarang kau menemuiku secara langsung andi ? aku menantikan dirimu selama belasan tahun hanya untuk melepas rinduku akan masa lalu kita, apakah kau tak merinduku ? sudah menikahkah Kau ? isterimu pasti cantik, aku senang kau ada di dekatku, walaupun hanya sebagai sahabat, kita akan saling mendukung seperti dulu, ya kan?
Ponselku terus saja berdering, celine dion begitu sangat berisik, aku tahu pasti sang diktator tercintaku yang telefon. pasti dia. akhirnya aku menyerah dengan berisiknya celine dion. ku lirik Andi yang masih fokus dengan jalanan.
"Sayang, kamu di mana? di Rumah kan? gimana masih sakit? mau? kedokter ya? aku pulang Sekarang, aku gak tenang ini "
seperti biasa Juan jika khawatir pasti panjang sekali pertanyaannya.
" Iam fine .... ini lagi minum s**u " bohong.... aku tahu ini gak benar, tapi aku gak mau dia tahu tentang anak ini.
"jangan ngapa-ngapain, nanti aku suruh si mbok menemanimu sekalian Romi berangkat kerja"
"honey .... please ga perlu, aku mau benar-benar istirahat"
"Hmmm .... baiklah, tunggu aku pulang, mau makan apa?"
"mangga besar ... pakai cabe dan garam, satu saja, jika kau beli banyak akan aku buang"
"siap cintaku, love you honey ....honey dekat kan ponselmu di perut sayang, aku mau bicara dengan jagoanku..."
"Sayang. .... sayang ..... kok putus - putus sih..... "
Maafkan aku Juan, maafkan.... aku gak mau kau terlalu dekat dengan anak ini, aku harus cari akal, anak ini gak boleh lahir.
aborsikah? sakit? meninggal ? akan aku cari cara. sebelum aku terlanjur sayang juga. aku harus melenyapkan bayi ini. ini tekadku.