4

1269 Kata
Kalau kamu mau jadi Hilda, aku akan memberimu satu milyar.” Kata kata Samuel seketika membuat Kapala Nina terangkat, menatap tak percaya ke arah pria di depannya. “Kenapa aku harus jadi Hilda? Bagaimana kalau dia tahu? Atau orang orang sadar aku bukan Hilda?” Nina menganggap ide itu tak masuk akal, ide gila yang tak mungkin terlaksana. *** Nina bekerja sebagai pelayan di restoran elit. Dengan senyum terpaksa ia melayani pelanggan, meski perutnya kosong sejak pagi. Diam-diam ia menuju tempat cuci piring untuk mencari sisa makanan. Tari, rekannya, memberinya semangkuk ramen dan sushi sisa pelanggan. Saat Nina lahap makan, seorang tamu wanita salah masuk ke ruangan itu, melihatnya jijik, lalu muntah di luar saat teringat keadaan Nina. Tak lama, manajer Lola datang dan memarahi Nina habis-habisan. Ia dituduh mencuri makanan, dipermalukan, membuat pelanggan merasa jiji, bahkan diancam akan dipotong gaji atau dipecat. Nina hanya bisa menahan sakit hati, demi adiknya yang menunggu makan di rumah. Di tengah rasa terhina itu, Lola menyuruh Nina masuk ke ruang VIP. Dua pria berjas hitam berjaga di depan pintu. Gugup, Nina masuk dan mendapati seorang pria tampan dengan luka jahitan di bibirnya. Ia menatap Nina tajam, lalu berdiri dan mengulurkan tangan sambil tersenyum. “Kenalkan, nama ku Samuel.” Nina menerima uluran tangan itu, menyalaminya sejenak, lalu cepat cepat menarik tangan nya. Samuel tersenyum kecil, mempersilahkan Nina duduk, setelah itu baru duduk. Berapa hidangan di atas meja membuat air liur Nina menetes. Walau ia sering melihat makanan jepang di restoran itu, restoran dengan konsep menu makanan jepang yang sudah menyesuaikan lidah orang Indonesia itu tampak lezat di matanya, mungkin pengaruh lapar, membuat makanan apa saja terlihat lezat. Samuel yang menyadari tatapan mata Nina, menyodorkan semangkuk gyudon. Nasi dengan toping daging sapi di atasnya. “Makanlah dulu, setelah itu kita bicara.” ucap Samuel. Walau sempat ragu, hanya memandangi nasinya, Nina akhirnya menyentuh nasi itu, perlahan memakannya dengan lahap. Ia harus jaga sikap agar tak terlihat kampungan, atau kelaparan, jika tidak Lola punya alasan untuk memarahinya habis habisan lagi. Tak hanya gyudon, Samuel juga menyuguhkan piring persegi panjang yang berisi enam potong onigiri. Namun kali ini Nina hanya mengambilnya satu biji, nasi kepal berisi daging ayam cincang sudah membuatnya kekenyangan. “Bisa bahas sekarang, kenapa kamu mencariku?” Firasat Nina selalu tak enak jika melihat pria memakai baju serba hitam, mengingatkannya pada Bimo dan anak buahnya. Samuel tiba tiba menyodorkan ponselnya, memperlihatkan wajah seseorang padanya. Itu foto dirinya? Nina melihat seorang gadis sedang duduk di sebuah taman, rambut nya sebahu, tersenyum ke arah kamera. Nina yakin tak pernah berfoto seperti itu, dan itu taman mana? “Dia Hilda, pacarku.” ucapan Samuel menghapus pertanyaan Nina. “Kalian sangat mirip. Itulah alasan kenapa aku menemuimu.” “Seperti pinang di belah dua.” gumam Nina, matanya masih tak lepas menatap wajah gadis di ponsel Samuel. Mencari perbedaan wajahnya dengan dengan wajah Hilda. “Kalau kamu mau jadi Hilda, aku akan memberimu satu milyar.” Kata kata Samuel seketika membuat Kapala Nina terangkat, menatap tak percaya ke arah Samuel. “Kenapa aku harus jadi Hilda? Bagaimana kalau dia tahu? Atau orang orang tau aku bukan Hilda?” Nina menganggap ide itu tak masuk akal, ide gila yang tak mungkin terlaksana. Samuel mengambil ponselnya yang tak lagi di tatap Nina. “Hilda sekarang sedang sekarat, sudah dua tahun ini dia hanya di rumah saja, dan sudah tiga bulan ini dia hanya bisa tiduran di ranjang, aku yakin sebentar lagi dia meninggal.” ucap Samuel enteng. Kata kata Samuel yang tak ada beban ketika mengatakan Hilda segera meninggal membuat perut Nina mulas. “Ka-kamu sudah gila. Aku nggak mau” Nina serasa mau muntah, bagaimana bisa ia makan dari uang psikopat? Dengan entengnya Samuel mengatakan seseorang sudah mau meninggal karena sudah dua tahun sakit, dan lebih gilanya ia akan menggantikan posisi gadis bernama Hilda itu. Jangan Mimpi Samuel! “Bagaimana kalau lima milyar?” Samuel menaikkan tawaran nya. “Aku nggak mau!” Tolak Nina cepat sambil berdiri. “Kamu tega banget ya? Dengan mudahnya kamu berkata aku akan menggantikan posisi pacarmu! Kamu sudah tidak mencintainya? Kalau tidak mencintainya tinggalkan dia, biar dia dirawat orang tuanya saja dan jangan pedulikan dia. “Hilda sudah seperti istriku sendiri. Akulah yang merawat dia sejak dia di vonis leukimia, orang tuanya tidak mau merawat nya, justru memasrahkan Hilda padaku dan seorang pembantu tua untuk merawatnya. Jadi terserah aku mau ku buat bagaimana hidup Hilda sekarang.” “Kamu biadab! Nggak punya hati! Kalau Hilda dengar ini dia pasti sakit hati.” Nina menunjuk wajah Samuel dengan tangan gemetar. Entah mengapa ia merasa sakit hati, seolah bisa merasakan apa yang Hilda rasakan jika gadis itu tau pacarnya berbuat seperti itu. Samuel justru tersenyum tenang, menyilangkan kaki nya, menatap Nina lembut. “Hilda sudah nggak bisa apa-apa, jadi dia nggak akan merasakan apa-apa. Aku yakin, gadis itu akan meninggal satu atau dua bulan lagi. Jadi…,” Samuel berdiri, meraih sebelah tangan Nina, lalu berkata, “sebelum dia meninggal kamu harus menggantinya, agar orang orang tau kalau dia belum meninggal.” Nina menarik tangannya. Dengan mantap mengatakan, “aku nggak mau!” Ia tau ini tidak benar. Samuel tersenyum santai, ia lalu mengeluarkan dompetnya. Mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu, melipatnya menjadi gulungan kecil, lalu menelusupaknnya di saku kemeja putih Nina. “Jangan buru-buru menolak Nina. Aku tau kamu butuh banyak uang. Ini dua juta untuk tipsmu menemaniku makan dan ada kartu namaku di sana.” ucapnya sambil menarik tubuh. “Tapi aku tidak akan berubah pikiran. Aku tidak mau jadi Hilda!” ia tak peduli Samuel menganggapnya murahan, menolak permintaan orang itu tapi menerima uangnya. Ia tak meminta, Samuel yang memberinya dengan sukarela. Lagi lagi Samuel tersenyum, mengeluarkan sebatang rokok, menyulut nya, lalu menghisapnya perlahan. Nina tau, di balik ketenangan itu, emosi Samuel sedang bergejolak, rokok adalah penghiburnya agar ia tetap tenang. “Rupanya, selain pandai berakting di atas panggung, kamu juga pandai negosiasi, aku suka itu! Itu akan berguna dengan misi kita selanjutnya.” Nina keluar dari kursi. Berdiri agak menjauh. “Aku sudah bilang, aku tidak…,” “Ssstt…” Samuel menyuruh Nina diam. “Kalau kamu mau jadi Hilda, seluruh hutangmu akan lunas, kau dan adikmu akan hidup dengan layak lagi.” “Kamu…, menyelidiki hidupku?” Nina menatap sedih ke arah Samuel, tak percaya, selama ini ternyata ada orang yang sedang menyelidiki kehidupannya. “Pikirkan ini baik baik Hilda, ups maaf, maksudku Nina.” Alis Samuel terangkat sebelah, bibirnya menyeringai kecil. “Kita sudah selesai, silahkan pergi.” usir Samuel. Dan Nina dengan senang hati pergi. *** Hilda, gadis cantik yang dulu jadi primadona, kini terbaring pucat karena leukimia. Rambutnya rontok, tubuhnya tinggal tulang, tapi senyumnya masih merekah setiap kali melihat Samuel, kekasih yang setia merawatnya. Samuel selalu ada di sisinya: menyuapi, membelikan s**u, bahkan rela menghabiskan hartanya demi kesembuhan Hilda. Namun di balik tatapan lembutnya, ada api kecil bernama dendam yang tak pernah padam. Hilda sadar dirinya makin lemah. “Sebentar lagi aku akan pergi…” bisiknya. Samuel menolak putus asa, berjanji akan mengajaknya ke gunung untuk berdoa di gua yang diyakininya membawa keajaiban. Hilda setuju, berusaha semangat meski tubuhnya rapuh. Bu Tini, pembantu tua yang setia, sempat ingin ikut menemani. Tapi Samuel menolak, ingin perjalanan itu terasa seperti liburan. Ia bahkan menitipkan ATM penuh saldo agar Tini bisa belanja kebutuhan rumah. Di balik semua perhatian itu, Samuel menyembunyikan sesuatu. Saat menerima telepon rahasia di luar rumah, wajah lembutnya berubah keras. “Besok aku akan membawa Hilda ke gunung. Bagaimana dengan Nina, sudah diatur bisa ikut?” Malam itu, di balik cintanya pada Hilda, tersimpan ambisi dan dendam yang siap menyeret orang lain ke dalam rencananya. Bersambung…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN