16. Curious

930 Kata
16. Curious   Ia masih mematung, namun matanya masih mengamati gadis itu. Ia tetap melihat bagaimana gadis itu dengan perlahan mundur dan menjaga jarak dengan murid murid lainnya.   'OCD kah? Aku ingat saat ia berteriak saat pundaknya kutepuk' batin Aland menduga.   Dahinya sedikit berkerut memikirkannya, tanpa pikir panjang pun Aland kembali melakukan hal gila. Hal gila yang terlintas begitu saja di benaknya.   Ia pergi dari gerumbulan itu perlahan, menjauh dari sana. Setelah ia rasa sangat jauh, Aland kembali lari kearah depan sambil berteriak.   "Ada pak BIMA!!" teriaknya kencang sambil berlari seperti orang dikejar setan.   Ia langsung berlari membelah kerumunan itu, membuat semua orang sontak menoleh dan bubar dari tempatnya. Siapa yang tak kenal pak Bima, guru paling killer di sekolah. Membuat sedikit kesalahan saja, siap siap mendapat jatah hukuman yang tak tanggung tanggung.   Mereka semua langsung membubarkan diri, dan melakukan kegiatan seperti apa adanya. Aland tertawa melihatnya, mereka mudah sekali tertipu dengan aktingnya. Mungkin lain kali ia akan mendaftarkan diri di ekskul theater.   Namun matanya kembali ke titik awal, dimana rencana konyol ini terlintas untuk menyelamatkan gadis itu. Gadis itu tetap ditempatnya, badannya sedikit menggigil saat semua orang itu tiba tiba bubar dengan semerawutan.   Aland tersenyum dari kejauhan, tampaknya Moza memang mempunyai OCD seperti perkiraannya. Lihat bagaimana gadis itu mulai tenang saat tak ada orang didekatnya.   Aland bersedekap bangga dengan ide konyolnya. "Tidak sia sia juga aku menyebutkan nama pak Bima tadi" ucapnya membanggakan diri sendiri.   "Oh, jadi kamu yang tadi teriak teriak nama saya. Bagus ya, ini sekolah rasa konser" celetuk seseorang di belakang tubuh Aland.   Aland menelan ludahnya tiba tiba, sedikit takut ia mencoba menoleh kebelakang. Ia tersenyum manis saat menemukan wajah galak pak Bima dibelakangnya.   "Pagi pak, hari ini cerah ya pak..." basa basi Aland dengan logat yang ia sopan kan. Tampak lupa jika pak Bima sudah tau dia pelakunya.   "Benar, pagi yang cerah untuk minum teh. Tapi tehnya jadi tumpah karena ada yang meneriaki nama saya tadi, kamu tau siapa Aland?" tanya pak Bima, mengikuti alur basa basi dari muridnya ini.   "Oh, iya pak. Dia tadi bersembunyi di sana. Permisi ya pak, udah jam pelajaran..." ucap Aland berniat kabur dengan cara halus.   Namun apa yang bisa ia lakukan, kerah bajunya sudah tertarik kebelakang oleh orang menakutkan itu. "Sudah jelas salah, mau kabur. Ayo ikut bapak ngambil hukumanmu" ucapnya sambil menyeret Aland untuk mengikutinya.   "Pak, pak, saya ini anak baik baik pak. Tadi saya mau nyelamatin Moza biar gk dikerubungin sama murid murid lain pak. Saya kasian pas lihat wajah takutnya pak" ucap Aland penuh permohonan.   Sejauh ini ia memang tak pernah membuat masalah dengan pak Bima, jadi aman aman saja. Namun ide konyolnya ini ternyata malah menuntunnya untuk merasakan hukuman dari pak Bima. Hukuman yang mungkin akan menghabiskan nyawa Aland.   "Banyak alasan kamu, anak baik mana yang suka ikut tawuran? Sadar, punggungmu masih sobek gitu cari gara gara"   "Kan saya pahlawan tanpa bayaran pak, saya membela kebenaran dan gk menceng kemana mana"   "Banyak alasan! Ikut saya hukum atau panggil orang tua?" ucap pak Bima yang memberikan pilihan tersadis sepanjang masa.   "Bapak aja lah" jawab Aland seketika tanpa pikir 2 kali sambil tersenyum.   'Koid 2x gue kalo yang urusan orang tua' batinnya merinding.   Mungkin mereka terlihat biasa saja, terlihat seperti orang tua yang perhatian dan tak tega memarahi anaknya. Namun itu hanya luarnya, kalian tidak tau bertapa kejamnya mereka saat mendengar anaknya yang satu ini membuat masalah disekolah.   Tampak seperti iblis kelaparan yang ingin menjadikannya makanan.   "Kamu sapu lapangannya sampai bersih, kalau selesai lari keliling lapangan basket sama lapangan voli 10 kali. Saya tidak mau tau, kamu istirahat kedua harus sudah selesai" ucap pak Bima membuat Aland tercengang.   "Yah, pak. Banyak banget hukumannya. Tangan saya 2 pak, kaki saya juga 2. Nanti kalo copot pas habis ngerjain hukuman bapak gimana?" protes Aland, tidak bisa membayangkan kalau dirinya akan disibukkan dengan hukumannya dan tak bisa mendekati Moza.   "Tidak ada alasan lagi! Saya tidak mau tau" ucapnya lalu pergi meninggalkan Aland yang tampaknya masih protes.   "Ck, lengkap sudah" gerutu Aland lalu menyahut sapu itu.   Dengan setengah hati ia melakukan hukuman itu, mulai menyapu lapangan yang besar seorang diri. Namun tangannya terhenti ditengah jalan, pikirannya mulai berkcambuk.   "Bener juga!" ucapnya lalu melempar sapu itu tanpa perasaan.   "Lembek banget deh gue akhir akhir ini, secara gue Setannya sekolah. Ngapain juga gue nurut nurut aja gitu?" ucap Aland yang sadar dengan statusnya di sekolah.   "Bodo amat, gini gini kok suruh nyapu lapangan... Mending makan di kantin" ucapnya santai.   Dengan acuhnya ia berjalan menjauh dari lapangan itu dan menuju kantin. Dan tepat dijalan ia bertemu dengan temannya yang setia.   "Roy..." sapa Aland yang langsung merangkul pudak Royyen sambil menunjukkan cengiran tanpa dosanya.   Royyen menoleh sambil menatap spesies disampingnya, tampak heran. "Dah sadar lu? Diruqiah siapa? Kemasukan apa lu? Kadal? Cecek? Atau kodok?" tanya Royyen.   Aland hanya melongo mendengar penuturan aneh dari Royyen. "Ngomong apaan? Emang gue ngapain?" tanya Aland kebingungan.   "Lo lupa? Nempel nempel di dinding sambil nyebutin, Moza, Moza, Moza. Belom lagi merayap merayap di taman, untung gk ada yang liat. Terus tidur dijalan seharian, kaya' cicak sekarat gitu" cerita Royyen menatapnya kesal.   "Beneran gue tuh? Gk mungkin... Muka muka kaya.." ucapan Aland langsung terpotong.   "Kaya cicak gitu aja bangga" lanjut Royyen.   Tanpa mau mendengar ocehan Aland yang panjang dan tidak ada ujungnya, Royyen pergi begitu saja dari hadapan Aland. Menuju kantin yang sudah lumayan dekat.   Mencoba menulikan telinganya terhadap semua teriakan juga u*****n Aland untuknya. Jujur saja, Royyen sedikit merasa sepi saat Arga tak menampakkan diri sama sekali disekolah. Dia hanya ijin untuk pergi keluar kota mengurusi bisnis keluarganya.   Hanya dirinya juga Aland, sedangkan Aland akhir akhir ini juga hanya memikirkan Moza.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN