July berdampingan dengan N memasuki aula pernikahan, tatapan mata semua tamu undangan mengarah pada mereka dalam setiap ayunan langkah menuju altar yang semakin dekat. Ini hari tergila dalam hidup July, menikahi pria asing yang baru saja ditemuinya 30 menit lalu. Siapa yang bisa mengira July sungguh melakukan pernikahan buta sesuai dengan rencana awalnya. Yaitu menikahi pria yang sama sekali tidak ia kenal sebelumnya. Persis seperti apa yang dilakukan pada kencan buta. Tapi bukan itu konsen utama July saat ini, yang ada di benaknya hanyalah bagaimana pun caranya acara pernikahan berjalan lancar hingga akhir dan selesai tanpa suatu kendala apa pun. Begitu tekad yang tersirat dalam sorot mata July menatap altar pernikahan. Tamu undangan yang melihat roman July mungkin berpikir ia hanya tegang dan gugup karena harus mengucap janji pernikahan.
Di depan altar, di hadapan semua undangan July harus mengucap janji setia bersama N. July mengalami pergulatan batin sesaat dia harus mengucap janji setia, apakah sumpah pernikahaan ini berlaku secara sah.
“Apakah anda bersedia menerima July Foster dalam suka dan duka sebagai pasangan hidup hingga maut memisahkan?”
Mendengar N dengan mudah dan lugasnya mengucap kata, “Bersedia.” seraya menatap July dengan binar mata yang sulit July artikan.
“July Foster, apakah anda bersedia menerima Argus dalam suka dan duka sebagai pasangan hidup hingga maut memisahkan?”
Ada getaran terasa aneh dan asing dalam gejolak hati saat July melihat lekat ke dalam manik mata pria asing di sampingnya, tengah menunggu jawaban July mengucap janji setia. July berkata dengan suara lirih, “Saya bersedia.”
Di bawah sumpah janji pernikahan July dan N mendapat berkat dan restu semua hadirin yang menyaksikan momen sakral itu. Kemudian terlintas satu pikiran dalam benak July, setelah saling mengucap janji setia bila pasangan sesungguhnya bukankah mereka harus bertukar ciuman mesra? July tersadar kembali pada realita, ia dan N bukankah pasangan sesungguhnya maka apa mereka tetap harus berciuman? Seluruh saraf motorik July menegang hingga ke ekspresi wajahnya, saat dengan cepat N datang merapat padanya dan wajah mereka semakin dekat. July mengerahkan upaya keras untuk membuat tubuhnya bergerak sesuai perintah, berniat menghindari kejadian yang tergambar jelas di benak berdasar pengalaman dan intuisi tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan deduksi itu diperkuat dengan pergerakan N yang menarik tubuh July ke arahnya seraya melingkarkan tangan pada pinggul July dengan natural.
July tidak kuasa menghindar, ia sudah terkunci dalam dekapan dan kendali N sepenuhnya. Sebuah kecupan mendarat di tepi bibir July, nyaris mereka melakukan ciuman antar mulut dan mulut. Namun sesungguhnya N tidak mencium July tepat di bibir melainkan pipi, dekat tepi garis bibir July. Hanya dengan itu N rasa sudahlah cukup mengelabui mata tamu undangan untuk terlihat dia dan July bertukar ciuman di bibir. Tentang trik tipuan ini N percaya diri lebih berpengalaman dan ahli melakukannya ketimbang siapa pun kumpulan orang yang berada di sana.
Mata July membelalak lebar, inginnya ia mengeluarkan kata caci makian pada N yang amat berani melakukan hal tadi tanpa kesepakatan sebelumnya. July tidak pernah memberi izin pria itu untuk menyentuh tubuh apa lagi mendaratkan kecupan. Tapi July sangat menyadari posisinya saat ini tengah dalam mode sandiwara bersama N menjadi pasangan mesra berbahagia di hari pernikahaan mereka. Tidak mungkin July memaki N dan melayangkan tamparan, bereaksi marah sebagai bentuk protes seperti wanita yang baru saja mengalami pelecehan seksual. July masih amat waras untuk berpikir jernih. Alhasil yang bisa ia lakukan adalah pasrah menerima, menahan amarah, membiarkan kejadian itu berlalu setidaknya untuk saat ini.
“July, jangan lupakan senyuman. Kendalikan ekspresi wajahmu.” Saran N berbisik pada July yang masih mendelik melihatnya. Suara mesra tepat di telinganya membuat tubuh July bergidik kaget, bahkan bersama Argus July tidak serapat itu saat bermesraan. N harus ingatkan July karena perjalanan mereka masih belum berakhir, malah sandiwara yang sesungguhnya baru saja dimulai.
Setelah ini July harus menghadapi tamu undangan bersama N, menerima ucapan selamat, bertukar kabar dan cerita. Pada bagian itu N dan July harus kompak dan selaras dalam bercerita dan menjawab setiap rasa penasaran hadirin. Terutama tamu undangan pasti sangat amat penasaran pada sosok mempelai pria yang menjadi rahasia hingga detik terakhir dengan dalih sebagai konsep pernikahan mereka.
Rintangan tahap selanjutnya tiba, July kembali merasa cemas. Haruskah ia meminta N untuk tetap diam saja meski mendapat hujan pertanyaan dari keluarga besar atau kenalannya. Memang N disewa sebagai pengganti Argus tapi ia bukanlah Argus. July tidak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan N, memberinya pembekalan informasi menghadapi orang-orang di sekitarnya. Tapi lagi-lagi July dibuat terkejut oleh N, ternyata secara fasih N bercakap sapa dengan tamu undangan dan menghapal satu persatu dari mereka selayaknya sudah mengenal lama.
“Terima kasih untuk kehadirannya meluangkan waktu ke acara penikahan kami yang sederhana ini Mr. Robin. Saya banyak mendengar tentang anda dari July, anda adalah panutan dan sumber motifasinya di perusahaan.” Sanjung N menjabat tangan Robin yang mana adalah atasan sekaligus bos perusahan tempat July bekerja. July terperangah karena kagum. Terkesan pada persiapan N sebagai agent profesional unggulan. Bahkan juga pada kemampuan aktingnya yang natural, sampai July yakin N bisa mendapat penghargaan ajang academy award bila berkarir di dunia akting.
“Tentu saja, tentu saya harus datang demi July! Tapi saya baru tahu kalau July suka cerita, sedangkan saya malah tidak pernah mendengar July bercerita tentang hubungan cintanya. Tahu-tahu saya dapat undangan, haha...”
“Saya sangat paham itu.” N pun tertawa selaras dengan Robin untuk membangun suasana hangat dan akrab. “Saya harap di waktu ke dapan pun anda banyak membantu dan membimbing July dalam pekerjaan Mr. Robin!”
“Tidak-tidak... July sudah sangat handal dalam pekerjaannya. Saya percaya dan July tidak perlu bimbingan lagi, sebaliknya saya yang harus banyak meminta bantuan padanya.” Kata Robin merendah. July lebih banyak diam karena tidak ingin merusak suasana, sebaliknya memperbanyak senyuman kapitalis yang biasa digunakannya ketika bertemu klien bisnis.
Lalu pasangan pengantin baru itu beralih ke tamu selanjutnya yang sejak tadi sudah memasang ekpresi penantian dan antusias ingin bertukar sapa bersama pemilik acara.
Di tengah ramah sapa dengan tamu undangan, July pasti tidak sadar kalau Argus berada di ruangan penikahan mereka. Ya, keadaan dan situasinya tidak memberi kesempatan July untuk menaruh perhatian pada sekelilingnya. Karena itu Argus cukup berani hadir di sana, meski tetap bersembunyi dalam bayang dekorasi ruangan memperhatikan cukup jauh dari keramaian. Ia tidak bisa melawan dorongan hatinya untuk datang, ingin mengawasi dengan mata kepala sendiri jalan acara itu berlangsung. Terpaksa mengambil jalan seperti ini tidak pernah terbayang oleh Argus. Mungkin ia memang telah mengkhianati kepercayaan July untuk kedua kalinya. Tapi Argus sama sekali tidak ada niat untuk melepas July, karena itu ia sampai susah payah menyewa pemeran pengganti dan bukan membatalkan acara.
Setelah ini, setelah acara pernikahaan drama ini Argus akan datang pada July meski harus berlutut memohon. Argus akan jelaskan situasinya, alasan ia tidak bisa berjalan bersama mendampingi July menuju altar. Bahwa semua itu karena mantan istrinya, Minerva. Ya, kalau saja Minerva tidak datang pada Argus dan memintanya kembali bersama.
***upcoming