Hueh! Biang Kerok!

817 Kata
KALIYA SAMPAI di kelas dan tepat berjalan di belakang Pak Bambang guru matematika yang sangat menyayangi Kaliya karena kepintarannya. Selain cantik dan bertubuh ideal, Kaliya dianugerahi otak yang sangat encer oleh Tuhan. Itu yang membuat tak hanya satu atau dua orang cewek tidak menyukai Kaliya. Bahkan hampir seluruh cewek yang ada di sekolah Tunas Bangsa memiliki rasa iri yang sangat besar pada Kaliya. Pak Bambang yang menyadari bahwa ada yang mengikutinya sembari ngos-ngosan akhirnya menengok ke belakang. "Loh? Kaliya? Terlambat, ya? Cepat masuk. Kamu jalan duluan. Bapak mau sekalian nutup pintu." "Makasih, Pak." Kaliya langsung masuk setelah menyalami tangan Pak Bambang. Kaliya mengambil posisi duduk di samping Gensi. "Tumben banget lo telat di pelajaran Pak Bambang." "Aduh, ceritanya panjang." "Ah! Sepanjang apa sih?" "Kalau gue cerita, bisa jadi satu novel, tahu,"kilah Kaliya yang ngos-ngosan karena kelas XI IPA 2 memang terletak di ujung. Sehingga Kaliya harus berlari dari gerbang menuju kelas. Mengingat gerbang sekolah, dia jadi teringat cowok yang baru diketahui namanya di tempat latihan taekwondo milik Bang Indra kemarin. Teraza. Ya ... Teraza. "Gen... lo kenal yang namanya Teraza?" Mendengar pertanyaan langka Kaliya, yang seumur-umur tak pernah menanyakan nama cowok kepadanya, Gensi jadi berpikir keras. Meski dia seperti asing dengan nama itu, tapi dia ingin berusaha menjawab beberapa detik kemudian gengsi yang menyerah akhirnya menyikut Tiny yang sedang anteng duduk di belakang bangku Gensi dan Kaliya. "Apaan? Pak Bambang udah ngucap salam tuh. Kalian masih ngerumpi aja. Kata Mama gue, itu nggak baik." Kaliya dan Gensi menepuk dahinya masing-masing. Tiny memang selalu menggunakan 'kata Mama gue'. Seolah makhluk di dunia ini hanya diisi oleh keturunan Mamanya. Memang sih mereka adalah keluarga gemuk yang menghuni satu rumah besar. Namun, rumah yang sangat besar itu terlihat sangat sempit jika mereka sedang berkumpul. Kaliya terkekeh geli. "Gue cuma mau tanya, lo kenal Teraza nggak?" Bisik Gensi karena takut terdengar oleh Pak Bambang. "Teraza?" "Iya..." "Kaliya, Gensi, Tiny, bisa kalian tunda diskusi kalian? Perhatikan ke depan!" Teguran Pak Bambang yang lantang membuat mereka bertiga akhirnya Jera dan langsung memfokuskan diri pada pelajaran matematika pagi ini. Teraza menepis rasa lelahnya dan berlari menuju kelas. Sayangnya guru Sejarah pagi ini yang tiada lain adalah Bu Nita hanya menugaskan siswa untuk membahas Indonesia pada masa kemerdekaan. Teman sebangku ku teraza alias Tirta, yang juga ketua kelas akhirnya membebaskan siswa dan siswi kelas XI IPS 4 untuk pergi ke perpustakaan atau ruangan Club sejarah untuk mengkaji tentang materi itu. "Kenapa lo bebasin? Mereka pasti ke kantin," tegur Teraza. Tirta tersenyum. "Biarin, Za. Kasihan mereka. Sebagian besar belum sarapan. Lo tahu sendiri kelas kita pada hobi telat," jelas Tirta. Teraza mengangguk-ngangguk "Oh ya, lo telat juga? Tumben banget." "Kesiangan," jawab Teraza sambil tersenyum dan mengatur nafasnya. Mengingat kembali keterlambatannya, Teraza jadi ingat seseorang. Cewek manja yang ternyata berhasil membuat tangan Teraza sakit sampai sekarang. Bahkan membiru. Sialnya, dia belum sempat mengompresnya tadi malam. "Eh, Tirta. Lo kenal yang namanya Kaliya nggak?" "Anak mana, Za?" "Aduh! Gue nggak tahu tuh."Teraza kebingungan. "Kalau gitu, kelas berapa?" "Tirta... gue juga nggak tahu." "Terus lo kenal di mana?" Tirta jadi kebingungan akan pertanyaan Teraza. Teraza tidak mungkin mengatakan kalau cewek yang juga satu sekolah dengannya atau mungkin adik kelas yang menjadi asisten pelatih Bang Indra di tempat latihan taekwondo. Akhirnya Teraza menggeleng. Tirta menepuk bahu Teraza. "ikut ke kantin enggak?" "Boleh deh." Teraza merasa kerongkongannya harus diisi minuman segar agar lelahnya sedikit berkurang. Namun, bayang-bayang Kaliya seolah masih meledeknya sembari menjulur-julurkan lidah. Ah! "Ada yang tangannya cedera nih!" Teriak Andre di depan kantin. Ternyata dia sengaja jauh-jauh datang dari kelas XI IPS 1 hanya untuk menjahili Teraza. Teraza yang sedang duduk anteng ditemani Tirta hanya diam dan tak menggubris perkataan Andre. Sebenarnya masalah antara mereka hanya satu. Teraza sempat membuat Andre tak jadi mewakili sekolah untuk turnamen Taekwondo karena Teraza dianggap lebih layak untuk mewakili sekolah. "Dan lebih memalukan. Cederanya itu cuma karena cewek." Andre dengan sahabatnya yang berjumlah empat orang tertawa riang. "Cewek yang ngalahin Raza itu siapa, Ndre?" tanya Intan yang sangat mengidolakan Teraza dan tak menyangka cowok pujaannya itu dikalahkan oleh cewek. Andre yang merasa mendapat respon semakin bersemangat. "Anak sekolah kita juga," timpal Andre. Teraza tersenyum mendengarnya. Mungkin tanpa bertanya pada siapapun lagi terasa akan tahu siapa Kaliya lewat Andre. "Ta, lo tanya deh. Cewek itu anak IPS atau IPA," bisik Teraza pada Tirta. Tirta mengangguk. "Anak IPS atau IPA, Ndre?" "Gue nggak pernah lihat dia di wilayah anak IPS. Berarti dia anak IPA." Dari kejauhan terlihat Pak Togar sang wakil kepala sekolah sedang berpatroli. Teraza dan Tirta langsung bangkit dan membayar minumannya. Dan tanpa memberitahu siapa pun, mereka berjalan mengendap ke belakang kantin untuk menuju perpustakaan. "Woy! Kabur lo?!" Teriak Andre. Dia kesal karena teraza meninggalkannya. "Siapa yang kabur, Andre?" Mendengar suara pak Togar, Andre langsung gugup. Dia menengok ke belakang. "Bapak..." "Kalian semua! Masuk ke kelas!" Perintah Pak Togar. Kerumunan kantin segera sepi seketika tersisa Andre yang tangannya dicengkram kuat oleh Pak Togar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN