Aku menangis
melepas pernak-pernik di kepalaku, pernikahanku gagal untuk yang kedua kalinya.
Pria itu menghancurkan pernikahanku lagi, aku harus menanggung malu lagi, malu kepada tamu undangan, malu kepada keluarga Rezki, malu kepada semua, bahkan malu pada diriku sendiri.
Ibu mengusap pundakku membawanya dalam pelukannya,
"Kenapa sih, bu, kenapa aku selalu seperti ini? " tak hanya sakit tapi malu juga yang ku dapat.
Hari ini adalah hari pernikahanku dengan tunanganku, Rezki. Aku berharap inilah balasan dari Tuhan atas sabarku selama ini, atas lukaku selama ini, dan atas apa yang ingin kurasakan. Mempunyai seorang suami yang mencintaiku sepenuh hati. Tuhan mempertemukan ku dengan seorang pria yang teramat baik.
Tapi, mungkin semua itu hanya akan menjadi sebuah pertemuan saja sekarang. Ya, sebelum pria itu datang menghancurkan semuanya.
"Aku adalah ayah dari anakmu, Lisa!"
Pria yang telah hilang itu datang lagi ke hidupku, pria yang kutemui beberapa tahun lalu, dengan pakaian putih abu-abu lusuhnya.
Diriku masih bergulung dalam selimut, ini masih jam setengah sembilan.
Aku masih tidak bisa menghilangkan bayangan itu, pernikahanku yang gagal, malu yang harus ku hadapi lagi setelah dulu gagal dengan Rahul, di tempatku tinggal sebuah perceraian adalah suatu momok bagi rumah tangga.
Dulu keluarga kami memang menyembunyikan tentang identitas sebenarnya anakku, para tetangga kami dan sepupuh jauh mengira ini adalah anak Rahul, dan aku diceraikan saat melahirkan anaknya. Kini mereka tau identitas putriku sebenarnya.
Pintu kamarku terdengar diketuk, beberapa saat kemudian aku mendengar suara pintu terbuka dan kaki berjalan ke arahku, aku enggan membuka mata.
"Nak.. " ucap ibu lembut sambil mengusap rambutku.
"Ayo, keluar nak, ada seseorang di luar, " aku membuka mataku.
"Siapa bu? " aku mencoba duduk.
"Keluarlah dulu, nanti kau akan tau, dia ingin menemuimu. Ganti baju dan keluarlah, "
"Sanum mana bu? " aku teringat putriku, karena aku tak melihatnya di sebelahku.
"Sanum sudah tidur di kamar ibu, tadi ibu sudah menidurkannya. " setelah mengucapkan itu ibu keluar dan menutup pintu.
Siapa yang datang malam begini? Ibu bilang dia ingin menemuiku? Apakah Rezki? Aku akan sangat bahagia sekali jika Rezki datang, aku bergegas siap-siap.
Saat ku langkahkan kakiku ke ruang tamu, aku langsung berhenti melihat siapa yang tengah duduk di ruang tamuku. Seseorang yang tidak ingin aku temui. Seseorang yang sudah amat ku benci.
Aku ingin langsung berputar kembali ke kamarku, namun ayah telah melihatku.
"Lisa, duduklah kemari, " pinta ayah.
Aku pun menghembuskan nafas dan duduk di antara mereka, aku duduk di sebelah ibu.
"Maafkan aku, Lisa, " ucap pria itu memulai pembicaraan. Aku benar-benar muak mendengar suaranya.
"Kenapa kau melahirkannya? " pertanyaan dia ingin menbuatku marah, lalu harus ku apakan, ku bunuh?
"Aku tidak pernah memintamu menjadi ayahnya sekalipun dia adalah anak kandungmu, pergilah, " akhirnya mulut ini sudah berani mengeluarkan suara.
"Kau sudah menghancurkan banyak hati apa kau tau? Dan sekarang kau kembali dengan menghancurkan lebih banyak lagi, apa salahku padamu, daridulu aku tak menginginkanmu, berhenti menggangguku, sekarang aku kehilangan seseorang satu-satunya harapanku! " bentakku. Ibu mengusap lenganku agar aku tenang.
"Aku memang pria b******k, tapi tolong maafkan aku, apapun akan ku lakukan agar maaf mu kau beri, beri aku kesempatan untuk bertemu anakku, " mohon pria itu.
"Beraninya kau menyebut itu anakmu, dia adalah anakku, aku yang mengandungnya sendiri, melahirkannya sendiri, membesarkannya sendiri, jangan coba-coba menyebut itu adalah anakmu. "
"Lisa, please. Aku minta maaf padamu, apapun akan aku lakukan asal kau memaafkanku, "
"Matilah. " jawabku penuh tekanan.
Pria itu membulatkan matanya mendengar itu, mungkin karena terkejut karena syarat yang harus ku berikan adalah dirinya mati.
"Baiklah. Jika itu mau mu, aku akan melakukannya setelah melihat anakku walau hanya sekali, "
Pria itu tidak mungkin melakukannya hanya untuk bertemu anak korban dari nafsunya. Aku tidak akan percaya begitu saja.
"Aku bilang pergi! " bentakku.
"Lis.. "
"Pergi!! " aku memotong pembicaraannya.
Kami semua menoleh ke arah pintu kamar ibuku ketika mendengar suara pintu terbuka.
Putriku Sanum terbangun dari tidurnya, apa karena teriakanku? Ya ampun maafkan ibu, nak.
Dia berjalan dengan kesusahan berpegangan dengan benda apasaja yang bisa ia pegang untuk menyeimbangkan jalannya.
Tangan satunya mengucek-ucek matanya yang masih susah terbuka.
Putriku berjalan seperti orang mabuk ke arahku, setelah sampai di depanku dia menarik-narik bajuku.
"Ama.. Ama.. " ucapnya sambil menarik bajuku.
Aku pun menggendongnya, dan kepalanya bersandar di dadaku dengan mata yang masih sayu.
Kepala putriku tepat menghadap ke arah pria itu, putriku menatapnya lama.
Pria itu meneteskan air matanya, menangis. Bisa kulihat dari ekspresi wajahnya dia ingin menggendong Sanum. Ya Allah, nak, mengapa kau keluar disaat ibu ingin menyembunyikanmu dari pria ini. Pria yang kau tatap itu adalah ayahmu nak, ayah kandungmu.
Setelah beberapa lama kami saling diam, yang terdengar hanya suara ingus pria itu karena menangis.
Pria itu mengeluarkan belah pisau dari dalam jaketnya, dan mengarahkan ke lengan tangannya.
"Seperti yang kau mau, Lisa. Seperti yang sudah kukatakan,Aku akan melakukannya setelah melihat anakku dan mendapatkan maafmu. "
Pria itu menepati ucapannya, dan bersiap mengiris pembuluh darahnya.