Hancurnya pernikahan

1105 Kata
"Apa ini, Bang? " Vanesha menunjuk sebuah foto, foto pernikahanku dengan Lisa dulu. "Abang bilang ingin membuangnya, tapi ternyata memperbaikinya! " Vanesha membanting foto itu di hadapanku, dan remuk seketika. Remuk seperti hatiku, entah mengapa aku merasa nyeri saat foto itu di banting oleh Vanesha. Sekarang aku tahu bagaimana perasaan Lisa dulu. "Abang masih mencintainya? " Aku mohon, Van. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Ingin sekali aku mengucap tidak, namun hati tidak bisa berbohong. "Jawab aku, Bang! " Tiba-tiba ponselku berdering, aku mengambil ponsel itu di saku bajuku. Terdapat pesan dari seseorang, [Tadi aku melihat Lisa masuk Rumah Sakit] Aku panik seketika, aku harus mencari cara agar bisa keluar rumah dan meredamkan amarah Vanesha. "Van, abang harus pergi sebentar, maafkan abang, ya. Nanti setelah pulang abang belikan sesuatu, abang janji. " aku mencium kening Vanesha sebelum pergi. Vanesha hanya diam dengan wajah yang masih marah. Aku bergegas melajukan mobilku menuju Rumah Sakit, sebelum aku akan pulang ke kotaku. Setelah sampai aku mencari ruang rawat Lisa dan membukanya, namun bukan Lisa yang terbaring sakit, tetapi anaknya. Lisa berdiri menyambutku, "Rahul, kenapa kau kesini? " "Aku kira kau yang sakit, Lisa. Jadi aku kemari, " Lisa seperti menatapku heran mendengar aku mengucapkan itu. "Bagaimana kau tahu aku disini? " "Ehm, itu.. " belum sempat aku menjawab seseorang memasuki ruangan. Seorang pria dengan pakaian sederhana namun terlihat rapi. Pria itu mendekati ranjang tempat anak Lisa terbaring. Dia terlihat mencium sayang anak Lisa. Lisa pun tersenyum ke arah pria itu. Siapa dia, mengapa mereka terlihat akrab? Dengan percaya diri aku berjalan ke arah mereka, "Kau terlihat sayang sekali dengan anak ini, " ucapku kepada pria itu. "Sebentar lagi kan dia akan menjadi anakku juga, " balasnya tersenyum. Akan menjadi anaknya juga? Apa maksudnya ini? "Oh, iya. Perkenalkan saya adalah tunangan Lisa. " Aku menatap Lisa tak percaya, Lisa hanya menyamarkan senyumnya, bahagiakah ia? Setelah pamit dari mereka, aku melajukan mobilku menyibak kerumunan kota, entah mengapa rasanya hatiku memanas. Bodoh, itulah yang kurasakan sekarang. Aku merasa tak berguna dari pria itu, pria itu mampu menerima anak itu dengan baik walaupun tahu itu bukan dari benihnya, mampu menerima Lisa sebagai seorang janda. Sedangkan aku, pria yang mengaku mencintainya namun bodoh dalam menerima segala kekurangannya. *** POV Lisa Pernikahan akan diselenggarakan sebentar lagi, akhirnya, aku menerima lamaran Rezki untuk menjadi pendamping hidupku selanjutnya. Undangan sudah tersebar, dan segala semua yang dibutuhkan sudah tersedia. Aku menunggu calon suamiku datang, kami akan pergi memilih baju pengantin. Suara klakson mobil Rezki terdengar, aku pun keluar menyambutnya, dia tersenyum manis saat keluar dari mobil, dan tak lama kemudian seorang wanita juga keluar dari mobilnya. Seorang wanita paruh baya yang terlihat sopan. "Lisa, ini adalah Bi Asri, ia adalah pembantu di rumahku, aku memintanya untuk menemani kita memilih baju pengantin. Aku takut jika hanya kita berdua nanti akan menimbulkan fitnah, Bi Asri ini sudah seperti keluarga di rumahku, " "Terima kasih ya, Bi. Mari, Bi. " ucapku sopan sambil menuntunnya memasuki mobil. Baju pengantin sudah dapat, persiapan pernikahan sudah hampir sempurna. Semoga ini adalah awal kebahagianku, Rezki adalah orang yang sangat baik. Dari awal datang hingga pulang, tak sekalipun dia menghilangkan senyumannya. Dia juga membelikan mainan untuk putriku sebelum pulang, Rezki paling tahu cara menyenangkan orang. "Aku pamit pulang dulu, ya. Istirahatlah di rumah, jangan sampai kelelahan, sayangi badanmu. " "Terima kasih, hati-hatilah di jalan. " ucapku menunduk tersipu malu. Setelah melepas kepergian Rezki, aku memasuki kamar untuk merebahkan tubuhku yang lelah. Baru hampir tertidur suara ketukan pintu memaksaku membuka mata kembali. "Ibu, ada apa? " "Di luar ada Rahul mencarimu, " ucap ibu. "Apa? " ibu hanya mengangguk dan berlalu. Aku mencuci muka dan berganti pakaian. Menghampiri Rahul yang sudah duduk di ruang tamu. "Ada apa kau kemari? " ucapku tetap berusaha sopan. Rahul hanya menunduk dengan raut wajah yang sulit ku artikan, kenapa dia? "Apa benar kau akan menikah? " "Benar. " jawabku singkat. "Apa kau benar-benar serius, Lisa? " "Iya, persiapan pernikahan sudah 70%. Jadi, mengapa kau kesini? Bagaimana kau tahu rumahku? Sudah aku bilang jangan cari aku, jangan datang di hadapanku, jika kau tak mau aku pergi lebih jauh lagi. " "Aku mohon, beri aku waktu sebentar disini, sebelum aku kembali ke kotaku besok, " manik matanya menatapku. Ada raut kesedihan disana. "Apa yang membuatmu mau menikah dengannya? Apa kau mencintainya? " Rahul terus saja mengintrogasi pernikahanku. "Karena anakku sangat menyukainya, " "Hanya karena itu? " "Berhentilah mencampuri hidupku sekarang, pulanglah, nanti istrimu mencarimu, " aku berdiri ingin meninggalkan Rahul. Namun terhenti, "Lisa, tunggu! " "Baiklah. Aku tidak akan mencampuri hidupmu lagi, akan aku kembalikan semuanya milikmu. Akan ku kembalikan hari seperti dimana kamu belum mengenalku. Tapi mohon, terimalah ini sebagai pemberian terakhirku, " Aku menoleh, Rahul menyerahkan sebuah kotak di tangannya. Aku menerima kotak itu, kubuka kotak berwarna merah itu, terdapat sepasang anting berbentuk hati. "Ini? " "Aku membelinya untukmu, saat aku pulang berbulan madu bersama Vanesha dulu, aku ingin memberikannya untukmu namun aku terlambat, kau pergi saat itu. Dan aku masih menyimpannya sampai sekarang. " Tanpa mengucapkan kata lagi, Rahul berlalu keluar dari rumahku. 'Apa saat memutuskan cerai dulu, itu adalah keputusan yang salah? ' batinku. Tidak! Kau harus percaya diri dengan keputusanmu. ** Hari ini tiba, hari pernikahanku dengan Rezki. Wajah berbalut make up, pakaian pengantin putih, membuat orang yang melihatku terkagum. Meski ini bukan pertama kalinya untukku, namun rasa gugup tetap saja aku rasakan. Berulang kali aku meremas jari tanganku yang berkeringat dingin. Dadaku bergemuruh tak beraturan, aku merasa sangat gelisah dan takut. Perasaan apa ini? Mengapa aku merasa tak tenang, apakah pernikahanku kali ini tidak membuahkan bahagia? Namun, Rezki orang yang sangat baik. Aku bisa melihat itu dari matanya, disana terdapat ketulusan dan tidak ada kebohongan di dalamnya. Apalagi, aku bukan dari keluarga kaya raya, aku hanya dari keluarga yang berkecukupan. Jadi tidak mungkin dia menikahiku karena berkedok harta. Tapi mengapa aku merasa sungguh tak tenang, gelisah dan ketakutan yang teramat besar. Bahkan aku bisa merasakan keringat dingin menetes di wajahku. Merasa seperti akan ada musibah yang terjadi. "Apakah kedua mempelai telah siap?" Rezki menatapku tersenyum, dan bersiap menjabat tangan ayahku. Gemahan ijab qabul dari mulut Rezki menghantarkan gelenyar di dadaku, saat sudah hampir di akhir kalimat. Kami semua dikejutkan oleh seseorang, "Hentikan!! " Aku tersentak dan menoleh ke arah suara. "Kau tidak bisa menikahinya! " ucap pria itu menatap Rezki. Semua tamu undangan, semua yang ada disini kaget dan berbisik-bisik apa yang sedang terjadi. "Mengapa aku tidak bisa menikahinya? " akhirnya Rezki bersuara. "Karena aku telah menyentuhnya, " Bagai tersambar petir, aku sangat terkejut dengan pernyataan pria yang datang itu. Pria itu menatapku, "Lisa, tunjuk dan sebutkan bagian mana tubuhmu yang belum pernah ku sentuh? "
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN