“Maaf, ini kelompok berapa? Sebelas kah?” tanya Putri pada seorang mahasiswa baru.
Mahasiswa berjilbab hitam dengan hiasan pita warna-warni tersebut menoleh. “Bukan, ini kelompok sepuluh. Kelompok sebelas di sebelah.”
Putri melihat segerombolan orang yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Ada seseorang yang sangat dia hindari sedang berdiri di gerombolan tersebut.
“Astaga, apa kami bener-bener sekelompok?” tanya Putri pada dirinya sendiri. “Cobaan apa yang kau berikan ini, Tuhan? Musibah banget kalau aku sampai sekelompok sama cowok m***m kayak dia.”
Putri berjalan menuju ke arah kumpulan mahasiswa baru dimana ada Nando di dalamnya. Lalu menghampiri seorang perempaun berbaju biru yang merupakan kakak pembimbing.
“Maaf Kak, saya Yasmin Putri Septiananda,” tanya Putri. “Disini kelompok sebelas ya?”
“Iya, tunggu teman-temanmu yang lain dulu ya?” ucap kakak pembimbing yang mengenakan jilbab berwarna biru laut. “Ngobrol aja dulu sama teman sekelompokmu.”
Putri memilih diam saja meski sebenarnya ada orang yang dia kenali. Untuk apa aku negur duluan kalau dia ndak negur aku, pikirnya.
“Ngapain juga si m***m itu ngeliat-liat kesini?” ucapnya dalam hati seraya melirik ke arah Nando melalui ekor matanya. “Awas aja kalau dia berani nyari-nyari kesempatan kayak kemarin, aku ndak bakal tinggal diam.”
Setelah semua anggota kelompok terkumpul, Iswan mengabsen mereka satu per satu lalu menyuruh mereka mencatat nomor ponsel masing-masing di lembaran absen. Kemudian mereka diminta mengeluarkan alat tulis.
“Dicatat ya apa aja yang musti kalian bawa besok?!”
“Baik, Kak.”
“Pakaian dan tas tetap sama. Topi kerucut yang kalian pakai sekarang diganti dengan topi berbentuk toga. Terus, papan nama juga diganti, bukan lagi berisi nama sama fakultas aja. Tapi nama, NPM sama jurusan masing-masing,” ucap Iswan menjelaskan. “Untuk makanan, sama seperti Ospek Universitas, kalian hanya dapat makan siang. Jadi untuk sarapan dan cemilan sore, musti bawa roti sama buah. Untuk buahnya terserah dari kalian aja.”
“Kalau bawa nasi kuning buat sarapan boleh kah, Kak?” tanya seorang lelaki bertubuh kurus.
“Siapa namamu?”
“Hairul, Bang.”
“Oke Hairul, besok bawa nasi kuning tiga bungkus ya? Buat aku sama Kak Lia.”
Mereka terkekeh. Begitu pula Hairul.
“Kalau soto atau bubur ayam, boleh juga kah? “ tanya Hairul lagi.
Lia tertawa. “Kau mau sarapan apa sebenarnya?”
“Begini aja, sarapan apapun yang kau bawa besok, bawakan juga kakak pembimbingmu atau kau mau bawakan juga teman sekelompokmu?”
“Ndak, Bang. Cukup buat abang sama kakak aja.”
“Oke, masih ada pertanyaan?”
“Ndak ada, Bang,” jawab mereka serentak.
“Oke, kalau gitu saya tanya siapa yang mau jadi ketua kelompok?”
“Nando aja, Bang,” teriak Yogi.
Nando menyikut Yogi. “Kok aku?”
“Nando yang mana? Kau?” tanya Iswan seraya menatap Nando.
“Iya, Bang.”
“Gimana? Kalian sepakat?”
“Sepakat, Bang!”
“Oke, jadi ketua kelompok kalian Nando ya?” ucap Iswan lalu mencatatnya di kertas. “Nando, jangan lupa untuk memastikan semua anggotamu membawa perlengkapannya besok. Jika ada pertanyaan langsung tanya ke saya. Kalau sesuatu terjadi dalam kelompok, langsung lapor ke saya, oke?”
”Baik, Bang,” jawab Nando. “Kok aku selalu dijadikan ketua kelompok?” pikirnya.
“Kalau ketua kelompoknya m***m, musti melapor ke siapa, Kak?” tanya Putri dalam hati.
“Oke, cukup untuk hari ini,” ucap Iswan. “Silahkan berdiskusi untuk persiapan besok. Sampai ketemu besok. Ingat, jangan terlambat!”
“Baik, Bang.”
Sepeninggal Iswan dan Lia, mereka mulai diskusi.
“Bagaimana kalau kita buat topi toga dan papan nama bersama-sama? Nanti biar aku yang beli bahan-bahannya. Kita buatnya di rumahku. Gimana?” tawar Nando.
“Sepakat!” jawab Yogi.
“Aku setuju,” ucap Nadia. “Enak ngerjain sama-sama jadi cepat kelarnya.”
“Iya, aku juga mau. Tapi, apa ndak ngerepotin, Do?”
“Ndak kok, di Ospek Universitas aku juga yang belanja keperluan trus malamnya kami buat sama-sama. Jadi, mau kan?”
“Aku sih ngikut aja,”ucap Desi, cewek bertubuh kecil.
“Jadi gimana, semua sepakat ya?” tanya Nando lalu melirik ke arah Putri tapi Putri malah menoleh ke arah lain.
“Sabar Do, sabar,” ucap Nando dalam hati. “Oke, kayaknya semua sepakat. Tolong catat nama dan nomer hape kalian di kertas ini,” ucap Nando lalu menyerahkan kertas tersebut kepada Yogi. “Nanti aku kirim alamat lengkapku.”
“Rumahmu di bagian mana?”
“Perumnas. Gampang aja kok rumahku didapat, ndak bakalan nyasar. Entar telpon aja aku kalau sudah di daerah Perumnas.”
“Nomermu?”
“Oh iya, catatlah pale nomerku.”
Nando menyebutkan nomernya, semua orang mencatat nomer termasuk Putri. Dalam hati, Nando bersorak. “Memang bener-bener jackpot deh ini. Kapan lagi Yasmin nyimpan nomer hapeku di kontaknya, hehe.”
Setelah itu, mereka bergegas pulang untuk beristirahat sejenak. Tapi, tidak dengan Nando. Setelah menjemput Ipung, dia berbelanja bahan-bahan untuk membuat topi dan papan nama. Tak hanya itu, sangking semangatnya, Nando juga membeli berbagai jenis buah dan roti. Tak lupa pula cemilan untuk pertemuan mereka malam harinya.
“Bang, kok banyak sekali buah yang kau beli?” tanya Susi begitu melihat Nando membongkar barang belanjaannya.
“Buat Ospek besok, Mak,” jawab Nando sembari memasukkan beberapa buah ke dalam kulkas. “Buat dibagi ke teman sekelompokku, sisanya buat di rumah juga kok.”
“Jadi nanti malam teman-teman abang datang lagi?”
“Iya Mak, tapi orangnya beda, yang datang malam ini teman kelompok Nando di Ospek Fakultas.”
“Ooh gitu,” Susi manggut-manggut. “Jadi, apa yang bisa mamak bantu?”
“Nanti aja bantunya, Mak. Bantu buatin minum buat teman-temanku.” Nando tersenyum.
“Jam berapa mereka datang?”
“Sejaman lagi, Mak. Kami janjian jam delapan malam, paling ada yang ngaret-ngaret gitu lah.”
***
Begitu pulang dari kampus, Putri memutuskan untuk mandi. Masih dengan handuk di kepala, dia tertidur. Hari yang sungguh melelahkan. Bukan hanya tubuhnya yang lelah, pikirannya juga sama lelahnya. Memikirkan bagaimana dia harus bersikap pada Nando membuat energinya terkuras. Cukup lama dia tertidur. Hingga Siti datang membangunkannya untuk makan malam.
Saat makan, Putri minta ijin untuk kerja kelompok. Tentu saja Siti mengijinkan dengan syarat dia harus pulang sebelum pukul sepuluh malam. Karena kondisi rumah Putri yang berada dalam gang, dimana biasanya setelah jam sepuluh malam, kondisinya sudah sangat sepi.
“Liat sikon ya, Mak. Soalnya kadang anak-anak itu kalau ngumpul suka ngaret. Belum lagi buat topi sama papan nama. Kayaknya bakal lama aku, Mak,” jelas Putri.
“Jadi mau pulang jam berpa?”
“Belum tau, Mak. Pokoknya tunggu selesai, aku langsung pulang kok.”
“Atau minta tolong Lina aja kalau misalnya kemalaman jadi kau ada temannya.”
“Oh iya ya, Lina juga buat tugas sama teman sekelompoknya,” ucap Putri sembari meneguk air putih. “Aku telpon dia dulu ya, Mak?”
Putri lalu menelpon Lina. Ternyata dia sudah berada di rumah temannya. Mereka janjian untuk pulang bersama. Tentu Lina setuju, akan lebih baik jika berdua menyusuri gang kecil yang cukup berliku.
“Oke, jangan lupa telpon aku kalau kau sudah mau pulang ya?” ucap Putri begitu akan mengakhiri sambungan teleponnya.
Setelah sambungan telepon terputus, Putri bersiap. Tak lebih dari lima belas menit, Putri telah berada di atas motor. Menyalakan motor dan dia melajukan motor dengan kecepatan rendah.
Semoga cowok itu ndak m***m lagi sama aku
Tapi mana berani dia m***m di rumahnya sendiri
Pokoknya jangan sampai kami berdua doang, bisa-bisa dia nyari kesempatan lagi
Oke Put, tetep profesional
Biar bagaimanapun, dia ketua kelompokmu
Asal kalian ndak berduaan, dia ndak akan bisa macam-macam
Begitu sampai di daerah Perumnas, Putri menelpon Nando. Tapi panggilan pertama tak diangkat. Putri mencoba untuk menelpon kembali dan diangkat.
“Iya, dari pertigaan, terus aja abis tuh belok kanan. Masuk lagi, sekitar seratus meter, rumahku di dekat situ. Sebelah kiri, warna putih pagar hitam.” Nando menjelaskan detailnya kepada Putri.
Putri mengikuti arahan dari Nando dan tiba lah dia di halaman rumah. Nando bergegas keluar menyambut Putri.
“Masuk yuk,” ajak Nando. “Tapi, anak-anak belum pada datang, biasalah.”
Putri menghentikan langkahnya. “Eh, aku tunggu diluar aja lah dulu.”
Loh, jangan bilang dia takut berduaan aja sama aku?
Putri lalu duduk di kursi yang terdapat di teras. Nando sadar, tak ada gunanya berdebat. Jadi Nando memilih masuk ke dalam rumah. Menuju kulkas dan mengambil minuman dingin. Tak lupa dia membawa beberapa toples camilan menggunakan nampan.
“Minum dulu sambil nunggu mereka. Mau aku temani atau ndak?”
Putri mendengus.
Seolah tau maksud dari sikap Putri tersebut. Nando memilih masuk ke dalam rumah. “Kalau gitu, aku masuk dulu,” ucap Nando lalu meninggalkan Putri sendiri.
Saat memasuki rumah, Susi bertanya pada Nando kenapa teman-temannya belum datang.
“Baru satu yang datang, Mak,” ucap Nando lemas. “Itu ada diluar nunggu.”
“Kok dibiarin di luar sendiri sih, Do?” ujar Susi lalu berjalan menuju teras rumah. “Nando ini, cewek pula yang dibiarin nunggu diluar,” ucapnya dalam hati.
“Masuk Nak, dingin loh di luar malam-malam. Mana banyak nyamuk juga,” ucap Susi.
Putri berdiri lalu mengulurkan tangan. Susi menerima uluran tangan tersebut. Kemudian Putri mencium tangan Susi.
“Ndak papa tante, sambil nunggu temen-temen yang lain juga,” ucap Putri saat melepaskan jabatan tangan mereka.
“Ndak boleh, pokoknya kamu musti masuk rumah tante. Ayo!” Susi mengapit tangan Putri. “Bantuin tante buat minum aja, gimana?”
Putri tersenyum kaku. “Hehe iya, tante.”
Begitu masuk di rumah Susi meminta Nando membawa masuk cemilan dan minuman kaleng yang tadi Nando keluarkan. Nando pun bergegas keluar lalu membawa kembali nampan yang berisi makanan dan minuman tersebut ke ruang tengah, tempat dimana mereka akan mengerjakan tugas. Sementara Putri dan Susi menuju dapur, membuat es milo.
Sembari membuat minuman bercita rasa cokelat tersebut, Susi tak henti bercerita tentang kesukaan Nando terhadap minuman manis tersebut. Tak hanya itu, Susi juga bercerita bahwa Nando sampai menagis seharian karena Etak diberi sekotak milo oleh ibunya saat mereka ke supermarket. Sementara Putri hanya tertawa kecil mendengar penjelasan Susi.
Tak lama, teman-teman mereka berdatangan. Putri diminta oleh Susi untuk membawa minuman dingin tersebut untuk teman-temannya.
“Loh, kalian serumah?” tanya Nadia heran.
“Kalian saudara atau sepupu?” Desi juga bertanya apa hubungan mereka.
Putri tersenyum.”Aku bantuin tante buat minum sambil nunggu kalian, hehe.”
Yogi yang berdiri di samping Nando mengerling pada Nando sembari menyenggolnya. “Ciee cie,” gumamnya pelan. “Pedekate tahap satu aman, hehe.”
“Oooh, kirain,” ucap Nadia.
“Yuk lah, ayo dikerjain sembari nunggu yang lain datang. Mereka sudah dekat juga kok,” ajak Nando.
Tiba-tiba Susi datang lalu mengajak Putri ke dapur lagi.
Loh, anaknya Putri atau aku sih?