Mobil Hijau

1514 Kata
Nando mengendarai motor bersisian dengan Supri. Lalu terdengar bunyi klakson dari belakang. Nando menggeser motornya ke kanan sedangkan Supri menggeser motornya ke kiri, membuka jalan untuk orang di belakangnya. Seorang gadis mengendarai motor berwarna putih melewati mereka. Gadis tersebut melajukan motornya kencang padahal kondisi jalanan merupakan turunan yang cukup terjal. Beruntung, gadis tersebut bisa mengendalikan motornya sehingga tak menabrak kendaraan di depannya. Gadis tersebut adalah Putri. “Loh? Remnya rusak atau sengaja ndak ngerem? Padahal turunan gunung gini,” keluh Nando dalam hati. “Berani banget sih tuh anak.” Nando menggelengkan kepala dua kali. Lalu sebuah mobil melintas di kanan Nando, dengan sengaja menyerempet Putri. Membuat Putri kehilangan keseimbangan hingga menabrak lampu jalan. Nando melajukan motornya dengan cepat, menyalip sebuah motor yang dikendarai sepasang kekasih yang kemungkinan besar baru pulang dari pantai. Begitu berada satu meter dari Putri yang sedang berusaha untuk berdiri, Nando menghentikan motor dan berlari mendekati Putri. Supri, Adi dan juga Lina juga menghentikan motor di dekat motor Nando. Mereka berlarian menuju ke arah Putri dan Nando. Lina bahkan mengeluarkan airmata saat itu. Putri yang terlihat kesulitan untuk berdiri karena kaki kirinya ditindis oleh motor, dibantu oleh Nando mengangkat motor tersebut. Kemudian Lina menghampiri Putri, berdiri di sebelahnya. Lalu menarik lengan kiri Putri kemudian meletakkan lengan tersebut di belakang lehernya. Dengan susah payah, Lina memapah Putri. “Lin, berenti dulu,” rintih Putri. “Sakit banget loh tanganku. Kakiku juga ndak bisa melangkah kayaknya.” Airmata Lina semakin mengalir deras, Putri hanya tersenyum meski kakinya terasa sakit. “Puuuuut,” panggil Lina dengan pipi yang basah. Celana kain yang Putri gunakan robek tepat di bagian lutut. Tak hanya itu, di bagian betis kiri juga terdapat robekan kain juga akibat terseret beberapa meter. Lengan kirinya juga terasa sakit. Beruntung, Putri menggunakan helm sehingga Putri tak mengalami cedera pada kepalanya. Nando telah menegakkan motor Putri. Dia meminta Supri dan Adi membawa motor Putri ke bengkel terdekat. Sementara Nando akan membawa Putri ke rumah sakit, ditemani oleh Lina. Dia takut Putri akan pingsan di jalan. Akan lebih baik jika ada Lina yang memegangnya di belakang. “Kalau sudah dari bengkel, susul kami di rumah sakit. Motor Lina jangan lupa dibawa juga ke rumah sakit ya?” Nando yang telah berada di atas motor bersama dengan Putri dan Lina, melajukan motor tersebut. Sekitar dua puluh menit, mereka telah tiba di rumah sakit. Nando mematikan motor. “Jangan gerak, Put!” ujar Nando lalu turun dari motor. “Tunggu ya, aku ambil kursi roda.” Sepeninggal Nando, Lina juga turun dari motor lalu membantu Putri agar bisa turun pula dari motor. Tak lama, Nando datang bersama dengan seorang perawat perempuan. Setelah mendudukkan Putri di kursi roda, perawat tersebut mendorong kursi tersebut menuju sebuah ruangan yang bertuliskan “Instalasi Gawat Darurat” Lina dan Nando mengikuti langkah cepat perawat tersebut, dengan sama cepatnya pula. Mereka memasuki sebuah ruangan yang terlihat penuh. Ada sebuah kursi dan meja tepat di sebelah kanan pintu masuk. Di depannya, dua tempat tidur berjejer. Di sebelah kiri tempat tidur pasien tersebut, ada dua tempat tidur yang sama pula. Putri didorong menuju ke ujung ruangan yang dibatasi oleh kain hijau. Dengan cemas, Lina dan Nando menunggu Putri. Lalu seorang perawat meminta salah seorang dari mereka untuk mengurus administrasi terlebih dahulu. Nando menuju ruang administrasi sementara Lina menghubungi Siti, ibu Putri. Siti sangat shock. Dia ingin mengendarai motor kesana tapi merasa agak takut. Sehingga dia meminta Lina untuk menjemputnya. Lina mengiyakan permintaan Siti. Dia pun menunggu Nando yang sedang mengurus administrasi karena ingin meminjam motor Nando. Tapi sebelum Nando datang, Supri dan Adi terlebih dahulu datang. Lina pun mengendarai motor miliknya sendiri untuk menjemput Siti. “Keluarga Putri?” teriak seorang lelaki yang merupakan seorang perawat. Supri dan Adi saling sikut. Sekali lagi perawat tersebut mencari keluarga Putri. Nando yang baru saja datang, langsung menemui perawat tersebut. Perawat tersebut menjelaskan bahwa akan dilakukan CT scan untuk mengetahui apakah terjadi patah kaki dan tungkai atau tidak. Sehingga Putri akan dibawa ke ruang perawatan terlebih dahulu. Nando menyetujui hal tersebut. Dia kembali diminta kembali ke ruang administrasi untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum Putri dibawa ke ruang perawatan. *** Seorang gadis tampak tertidur pulas di sebuah ranjang. Suara napas yang teratur terdengar jelas. Di sisi ranjang, seorang lelaki menatap gadis tersebut seolah tak ingin berkedip sedetik pun. Ruangan yang hanya memiliki satu tempat tidur tersebut, tampak lenggang. Tak banyak benda yang di menghiasi kamar tersebut. Hanya sebuah lemari kecil, sofa mini yang dilengkapi dengan meja serta sebuah nakas yang berada tepat di sisi ranjang. Sebuah benda yang berada di atas nakas bergetar. Lelaki tersebut meraih benda pipih itu lalu menekan tombol berwarna hijau. “Iya Lin, bener. Masuk aja ke dalam.” Dua menit kemudian, pintu diketuk. Lelaki itu berpaling ke arah Pintu. dua orang perempuan beda generasi berjalan menuju ke arah lelaki tersebut, lebih tepatnya ke arah gadis yang sedang tertidur pulas. Begitu kedua perempuan tersebut berada di dekat ranjang. Lelaki tersebut meraih tangan perempuan yang lebih tua lalu mencium tangannya. “Aku Nando, Tante,” ucap lelaki tersebut sesaat setelah melepaskan genggaman tangannya. Siti tersenyum meski raut wajahnya masih memancarkan rasa khawatir. Kemudian mendekati anaknya yang sedang tertidur. Mencium kening Putri lalu duduk sembari menggenggam tangannya. “Apa bilang dokter tadi?” Nando yang mengetahui pertanyaan tersebut tertuju padanya, perlahan berjalan menuju sisi ranjang lainnya lalu menjelaskan apa yang dokter katakan padanya. Kaki Putri memang terbentur dengan keras namun tak sampai membuat kakinya patah. Hanya saja, benturan tersebut menyebabkan luka di pergelangan kaki Putri sehingga Putri diminta untuk istirahat dulu sekitar tiga hari. Tapi Putri sudah boleh pulang ke rumah besok pagi dengan syarat Putri diwajibkan menghabiskan obat-obatan yang telah diresepkan. Putri tertidur karena obat yang diberikan memberi efek kantuk. Terlebih kelelahan yang Putri rasakan, juga menambah rasa kantuknya. Setelah menjelaskan keadaan Putri, Siti berterima kasih kepada Nando. Begitu tau Nando belum pulang ke rumahnnya sejak tadi, Siti meminta Nando untuk pulang untuk istirahat. Siti lah yang akan menjaga Putri selanjutnya. “Aku pulang dulu ya, Tante.” Nando sekali lagi menyalami Siti lalu mencium tangannya. Tak lupa dia berpamitan pula dengan Lina dan meminta Lina untuk menghubunginya jika butuh bantuan. “Hati-hati ya, Do,” ucap Lina. “Makasih ya, Nak,” ucap Siti pula. Sepeninggal Nando, Siti bertanya apa hubungan Nando dengan Putri dan Lina. Gadis itu menjelaskan bahwa mereka bertiga memang dekat dan ada dua lelaki lagi yang merupakan teman dekatnya. Meski Siti merasa sedikit aneh, karena Putri tidak pernah sebelumnya mempunyai teman yang berjenis kelamin laki-laki, Siti hanya diam. *** Nando tiba di rumah pukul setengah enam sore. Setelah memasukkan semua kain yang berada di tasnya ke dalam keranjang baju kotor, Nando menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sekitar lima belas menit kemudian, Nando telah mengenakan baju lengkap dengan celana pendek. Merasa lapar, Nando memutuskan menuju dapur untuk makan. Di dapur, ada Susi yang sedang masak untuk makan malam. “Abang mau tunggu ikan goreng, ndak? Mamak mau bumbui dulu bentar.” Susi membalik ikan nila yang ada di wajan menggunakan sutil berwarna silver. Lalu menoleh pada Nando yang sedang menyendokkan nasi ke piringnya. “Ndak mak, laper banget sudah,” ucap Nando lalu menuangkan kuah sayur di atas nasinya. “Aku makan ini aja deh.” Nando meraih perkedel jagung lalu mengigitnya kemudian mengunyah dengan perlahan. Dia menikmati makannya sembari berbincang dengan Susi. Tapi, Nando tak memberitahu ibunya jika Putri kecelakaan karena tak ingin membuat ibunya khawatir. Dia juga tak ingin ibunya bertemu dengan ibu Putri sekarang. Dia berharap, nanti kedua orang tersebut bertemu ketika mereka telah resmi pacaran atau bahkan menikah. Setelah menghabiskan makanannya, Nando kemudian ke kamar untuk beristirahat. Membaringkan tubuhnya ke atas kasur lalu mengirim pesan kepada Lina untuk menanyakan kabar Putri. Tak sampai lima detik, ponselnya bergetar. Ternyata, Supri menelpon. Supri memberitahu bahwa motor Putri sudah bisa diambil malam itu juga. Jika ingin diambil besok, bengkel tersebut buka jam delapan pagi. Supri mengajak Nando mengambil motor tersebut besok pagi saja, ditemani oleh Adi juga tentunya. Baru kemudian menjenguk Putri bersama-sama. Supri juga mengatakan bahwa rem motor Putri memang tidak berfungsi karena ada bekas potongan. “Aku curiga memang ada yang sengaja celakai Putri,” ujar Supri. “Kau ingat kah mobil yang nyerempet Putri? Itu kayaknya sengaja deh, kan di sebelah mobil itu kosong. Ngapain coba dia bergeser ke kiri. Iya kan?” Nando mulai berpikir. Yah memang sedikit aneh. Hal yang harusnya dia sadari sejak awal. Tapi karena rasa khawatirnya terhadap Putri, dia tak memperdulikan mobil itu lagi. Dia fokus untuk membawa Putri ke rumah sakit. “Dan, kau tau?” lanjut Supri lagi. “Kayaknya aku pernah liat mobil itu di kampus. Sumpah. Entah itu mobil dosen atau mahasiswa, yang jelas aku sering liat mobil itu di parkir di depan Fakultas. Pas mau Bina Akrab pun, aku liat mobil itu.” “Serius?” “Iya Do, mana banyak mobil yang punya warna hijau begitu di kampus. Iya kan?” Nando menyipitkan mata sembari berpikir. Siapa yang punya niat celakai Putri? Padahal Putri orang yang sangat baik dan bahkan hampir tak pernah berinteraksi dengan orang lain. Siapa yang punya masalah sama dia ya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN