22.30 WIB malam hari
"Ah, sial, pakai acara mogok segala nih mobil! " geram Leon memukul dashboard kemudi mobil dengan kesal.
Saat ini, Leon berada di salah satu jalanan sepi, tanpa ada taksi atau mobil lewat untuk sekadar mencari bantuan. Beruntung handphone miliknya masih menyala untuk menelpon seseorang.
Dibuka handphone berlogo apel itu dan mencari satu nama di kontak miliknya. Jemari tangannya berhenti pada salah satu nama yang membuat Leon kesal—tapi mau bagaimana lagi, tak ada yang bisa membantunya kecuali kakaknya—Yudha.
Hampir ia menekan tombol call, Leon dikejutkan dengan sosok yang menabrak kaca jendela mobilnya secara tiba-tiba dari samping. Seorang laki-laki dengan raut ketakutan mencoba meminta bantuan padanya. Leon mengabaikan telepon dan langsung membuka pintu mobilnya.
"Tolong saya Nak, saya mau dibunuh oleh seseorang!” ucapnya tertatih dengan keringat dingin menguncur di pelipis dahinya. Leon tampak kebingungan, “Apa maksud bapak, siapa yang mau membunuh bapak?” tanyanya
Leon menoleh ke belakang, segerombolan orang yang diyakini mengejar laki-laki ini terlihat. Leon pun segera membawa laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya untuk disembunyikan. Selepas lelaki itu masuk ke dalam mobil, Leon tampak begitu santai dengan berpura-pura tak terjadi apa-apa saat segerombolan orang berjas hitam menghampirinya.
“Permisi Nak, apa kamu melihat seorang laki-laki dengan wajah babak belur lewat sini?” tanya salah satu orang itu.
Leon mengedikkan kedua bahunya, “Emm, kayaknya dia lari ke arah sana deh!” katanya berbohong.
“Baik terima kasih Nak!” ucapnya segera berlari ke arah yang ditunjuk Leon barusan. Leon tersenyum puas setelah berhasil mengelabui orang-orang itu. “Dasar!”
Leon pun kembali masuk ke dalam mobil di mana laki-laki itu bersembunyi, “Sudah aman pak!”
Laki-laki itu tampak sangat ketakutan, "Terima kasih banyak Nak!”
“Sama-sama bapak, kalau boleh saya tahu kenapa mereka mengejar bapak?” tanya Leon penasaran.
“Ceritanya panjang, saya tidak bisa cerita di sini! Bisa bawa saya lari dari tempat ini?” pintanya.
Leon menggaruk tengkuk bingung,
“T-tapi pak, Mobil saya mogok. Tapi tenang saja, saya akan telpon kakak saya untuk menjemput, sebentar!” Leon mengambil handphone miliknya dan kembali menelpon kakaknya yang sempat tertunda.
Beberapa menit kemudian, mobil telah datang, Leon tersenyum puas kakaknya akhirnya datang menjemput. Namun, saat ia melihat siapa yang turun dari mobil, semburat wajah Leon yang awalnya senang menjadi kesal.
"Romi! " kejutnya.
Rupanya yang datang menjemputnya adalah Romi. Romi berjalan mendekat. "Ini atas perintah Kakak Anda, Yudha! "
Leon berdecak kesal, terpaksa ia harus pulang bersamanya. "Nyesel gue!"
Brak, suara dari belakang mengejutkan keduanya, laki-laki tadi tampak begitu ketakutan saat melihat Romi dan berteriak histeris. "Tolong, jangan bawa saya, tolong jangan bunuh saya! "
Leon dan Romi saling berpandangan heran tak tahu menahu.
"Siapa dia? " tanya Romi.
"Tolong jangan bunuh saya!"
Leon mendekat dan menenangkan laki-laki itu. "Bapak yang tenang, kami nggak akan bunuh bapak! " ucap Leon.
"Tolong, jangan bunuh saya, saya masih ingin bertemu putri saya, Angel! "
"Angel! " suara Leon dan Romi serempak heran.
"Angel? Maksud bapak, anak bapak namanya Angel? "
Laki-laki itu sontak berubah raut wajah, "Benar, anak saya Angel, apa kalian mengenalnya? "
Romi berjalan mendekat, ia penasaran dengan laki-laki di hadapannya yang memanggil nama Angel.
***
"Angel! " kejut Julian saat melihat Angel berada di dapur. "Kamu kok belum tidur sih? "
Angel yang sedang membuat mengaduk minuman, berhenti sejenak, kini keduanya saling berhadapan. "Aku-aku—" ucapnya menggantung.
"Nggak bisa tidur lagi? "
Gadis itu meringis, "Ya begitulah! "
Julian tersenyum, ia tanpa permisi menarik tangan gadis itu keluar dari dapur menuju ke belakang rumah.
"Kita mau kemana Julian? "
Julian menyuruh gadis itu duduk di ayunan, keduanya duduk berdampingan, ditemani keheningan mereka menengadah ke langit malam, ribuan bintang bertabur dengan sangat cantiknya. Angel tampak menikmati suasana yang tenang seperti saat ini.
"Gimana? " Julian menoleh pada Angel yang sempat terbuai dengan indahnya bintang-bintang di langit.
"Cantik! " hanya kalimat itu yang ia utarakan dengan tatapan tak berpaling pada sang bintang.
"Coba deh kamu ambil salah satu bintang, " pinta Julian.
Angel menoleh pada Julian, tampak kebingungan. "Maksud kamu, ngambil bintang? " sedetik kemudian Angel tertawa.
"Kamu ada-ada aja deh, mana mungkin manusia bisa mengambil bintang yang jaraknya aja jauh dari bumi."
"Bisa! " balas Julian mantap.
"Caranya? " kini Angel sedikit antusias.
"Pejamkan mata kamu! " ucapnya.
Angel menuruti saja ucapan Julian dengan menutup matanya.
"Lalu?!" Angel bertanya lagi.
"Bayangkan saat ini kamu berada di satu tempat yang indah! "
Angel hanya menurut, ia tak beranjak dari menutup matanya.
"Lalu coba deh, tangan kamu ke atas, anggap saja ada satu bintang itu dekat! "
Tangan angel meraih ke langit dengan mata masih tertutup. Ia masih menuruti ucapan Julian.
"Apa kamu melihatnya? "
"Iya! Ada satu bintang, dia bersinar! "
Dari kejauhan Ray tak sengaja melihat keduanya yang sedang duduk di ayunan. Awalnya Ray hanya mengamati. Namun saat ia melihat Julian mencondongkan wajah tepat di depan wajah Angel, seakan bibir Julian ingin mencium gadis itu. Sontak saja, Ray langsung menghampiri keduanya. Belum sempat Julian yang hendak mencium Angel yang masih menutup matanya.
Tangan Ray langsung menarik Angel untuk berdiri. Angel terkejut dengan tarikan tiba-tiba yang dilakukan seseorang padanya. Saat ia membuka mata, sosok Ray ada di hadapannya.
"Ray! "
"Kalian berdua ngapain? "
"Lo juga ngapain masih di sini, kenapa belum tidur, ini udah
malam! " raut wajah Ray terlihat oada Angel terlihat marah.
"Apaan sih Ray, lo tuh tiba tiba narik gue, nggak asik banget sih! " keluh Angel kesal.
Ray berdecih kecil pada Julian, sementara laki-laki di depannya hanya diam.
"Masuk! " titah Ray menarik tangan Angel kasar.
"Ray! "
Ray menyipitkan mata, "Ayo masuk!"
Tarikan yang dilakukan Ray bersamaan dengan tarikan Julian yang menggandeng tangan kiri Angel.
"Gue masih ada urusan sama Angel, Ray! "
Ray berbalik, ia menatap Ray sinis. "Lo nggak tau ini udah malam! "
"Emang kenapa kalau malam?" Julian seperti menentangnya.
Ray tersulut, ia melepas sejenak tangan Angel dan kini dua padang mata saling beradu.
"Apa hak lo ngelarang Angel! "
"Gue nggak pernah ngelarang Angel."
Julian tertawa kecil seakan ucapan Ray hanya sandiwara belaka. " Lo bohong! "
"Maksud lo? "
"Sikap lo! " Julian menunjuk Ray. "Kalau lo suka sama Angel!"
Ucapan spontan Julian membuat Angel dan Ray syok.
"Lo udah bisa lupain Mika, itu semua karena Angel kan? "
Ray masih terdiam.
"Lo jadi lebih lembut dari biasanya yang kasar dan seenaknya, seakan ada yang ngerubah lo buat itu, dan gue tahu siapa. " Julian menatap tajam ada Ray yang kini tak bisa berkutik.
"Karena Angel, iyakan? "