Kehancuran adalah hal yang sangat tidak diharapkan oleh semua orang. Tentu saja tidak ada satupun orang yang menginginkan kehancuran, dan begitupun kini yang sangat Erlin sesali. Bagaimana bisa? keluarga nya yang kini menjadi buronan pikiran beratnya. Ia harus berfikir lebih kritis mengenai hancurnya keluarga.
.............
******
Sebenarnya mengapa Erlin yang harus mencari jalan keluar? Toh bersama kakaknya pun Erlin tidak begitu akrab, yah sejak dulu Erlin hanya mengetahui bahwa Iran adalah kakaknya. Namun tidak seperti kakak-kakak diluar sana yang memberikan perhatian, bercanda, jahil, dan kepo akan adiknya. Iran memang sudah sejak awal bersikap dingin kepadanya. Entah, apa mungkin memang Iran tak menginginkan Erlin lahir kedunia? Ataukah memang Iran diam-diam menyukai Erlin? Oh tidak. Jangan sampai ini terjadi. Menjijikkan bukan? Kakak perempuan menyukai adik perempuan nya.
Sungguh jika memang hanya sekedar suka akan haknya sebagai kakak, mungkin akan wajar saja, toh dalam keluarga memang harus ada rasa cinta agar saling menyayangi. Namun jika rasa cinta itu bukan karna hak keluarga? hah? sungguh, membayangkan nya saja sangat menjijikkan.
...............
******
"Mah, Pah? Erlin sudah siap untuk menikah dan Erlin sudah ada calonnya___"
"Hey Hey bangun...." Seseorang menggoyang kan tubuh Erlin yang telah tertidur di ruang buku.
"Hah? Astaga. Huh" Matanya Lebar, napas yang terengah-engah, sungguh kaget ternyata yang membangun kan Erlin dari tidurnya adalah Yoseph sang lelaki pujaannya.
"Apa? Kenapa aku disini?" Lanjut Erlin tengah bingung.
Padahal barusan saja ia mengatakan kepada kedua orang tua nya bahwa ia siap untuk menikah. Namun tanpa ia sadari ternyata sudah empat jam ia tertidur di ruang buku.
"Ehmm" Yoseph tersenyum tipis lalu ia duduk disampingnya. "Kamu sudah empat jam tidur disini" lanjutnya sambil tersenyum.
"Apa? Selama itu?" alisnya berkerut menyatu ia bingung. Kok bisanya ia tertidur selama itu di ruang buku.
"Iyah. Kenapa? Gak nyaman yah di rumah sendiri?" Tanya nya, lanjut membuka salah satu buku komik yang tergeletak di meja. Lalu ia menatap Erlin dan tersenyum lucu.
"Kamu wanita waktu itu kan? yang menawari ku pinjaman" Lanjut nya bertanya lagi, pertanyaan satu saja belum Erlin jawab kini ia sudah bertanya lagi.
"Hah?" Erlin menganga dan bola matanya melihat ke atas. Ia mengingat-ingat sebuah visual yang pernah ia lakukan sebelumnya. Lalu ia menatap Yoseph tajam sedang yang ditatap nya diam menunggu jawaban Erlin.
"OOOH. Astaga" kini ia ingat. Seketika ia menutupi matanya oleh buku yang ia pegang dari tadi. Sungguh malu nya luar biasa.
"Kenapa? Kenapa ia masih mengingat nya yah? Dan kenapa dia ada disini? Ah, kenapaaaa?. APA? Apa ini takdir?" Gumam Erlin dalam hatinya.
"Sudah ingat?" Yoseph membuyarkan pikirannya "Cih hahaha kau ini lucu sekali" Yoseph menyentuh hidung Erlin gemas, dan sebenarnya ia sudah mengetahui bahwa gadis yang kini berada dihadapannya adalah gadis yang Tiga hari lalu menawarinya pinjaman.
Yoseph yang menyentuh hidungnya seketika memerah. Sungguh ia tersipu malu akan perlakuan Yoseph.
..................
******
Ternyata setelah kejadian Iran yang bertengkar dengan orang tua nya, Erlin yang merasa sangat lelah dengan nasibnya, ia bergegas pergi menemui perpustakaan untuk mencari komik, kebetulan dekat rumah orang tuanya ada perpustakaan.
Karna lelah Erlin tertidur dan tanpa ia sadari ternyata ia bermimpi mengatakan bahwa ia siap untuk menikah, jika saja ia tidak dibangunkan mungkin mimpi nya akan berlanjut, senang nya takdir mempertemukan kembali Erlin dengan Yoseph.
Memang seperti biasanya jika ia kesal dan sedih selalu ia mengunjungi perpustakaan tersebut. Yah sudah sejak kecil ia menjadikan ruang buku itu untuk menghabiskan waktunya.
Selain suasana yang sepi di tempat buku tersebut banyak sekali komik-komik yang ia sukai. Memang perpustakaan nya tidak besar, ruangan yang sedang dan rapih. Dan intinya ia sangat menyukai suasana yang tentram. Apalagi dengan aroma buku yang ia cium membuatnya lebih tenang dan merasa seperti sedang di terapi pikiran.
"Aku sudah menelepon mu, tapi bukan untuk melakukan pinjaman. Melainkan untuk berkenalan." Yoseph menunjukan ponselnya. Sedang Erlin yang terkejut, ponselnya berdering. "Di save. Oke. Nice to meet you"
Yoseph pergi meninggalkan Erlin. Sungguh perasaannya kini bahagia yang tercampur.
Erlin terkejut setelah melihat jam di ponselnya ternyata jam sudah menunjukkan sebelas lebih sepuluh menit.
"APA?"......