bc

DOKTER JANTUNGKU

book_age16+
1.3K
IKUTI
14.0K
BACA
fated
arranged marriage
goodgirl
confident
doctor
drama
sweet
bxg
humorous
genius
like
intro-logo
Uraian

(ARU Series- Book#2)

Mubarak Alfatha dokter sp. BTKV diusianya 28 tahun minta dijodohkan pada orang tua angkatnya. Semua bermula karena kakak angkatnya Gibran mengecewakan kedua orang tua mereka yang belum juga membawa calon istri seperti janjinya selama ini. Rasa sayangnya pada Gibran yang diteror untuk menikah membuatnya minta dijodohkan. Pertemuan dengan Gibran di meja operasi selama belasan jam karena sekarat akibat serangan teroris menjadi awal dirinya yang sebatang kara memiliki sebuah keluarga utuh. Terlebih orang tua angkatnya Prof. Hamizan dan Nyonya Mariska memperlakukannya sebagai putra kandung.

“Ma, jodohin Bara saja. Nunggu Kak Gibran bawa calon istri kita bisa lumutan.”

Hamizan dan Mariska tentu saja senang dan antusias menjodohkan Bara dengan keponakannya Aluna si Peri Manja akan kembali ke Indonesia. Gibran justru prihatin pada Bara yang akan menikahi spesies Barbie langka dan bikin sakit kepala.

Sementara Aluna langsung setuju dijodohkan sang mami tanpa tahu siapa orangnya. Alasan dijodohkan ingin membuat mantannya berhenti mengusiknya. Pertemuan pertama keduanya diwarnai salah paham. Bara mengira Aluna sugar daddy papanya. Sementara Aluna mengira Bara adalah dosen sombong yang menyebalkan. Kisah cinta keduanya diawali niat saling membuka diri dan belajar mencintai.

Hubungan mereka yang manis diuji dengan kehadiran mantan, virus dan juga teroris. Terlebih ketika Bara yang selama ini selalu optimis dan percaya diri merasa diambang putus asa. Bara harus memilih antara Aluna dan kedua bayi kembar mereka.

“Aa itu dokter jantungku. Jangan pernah buat jantung hatiku ini berhenti berdebar. Aku suka dengar suara lup dup dag dig dug jantung ini ketika menunggu seorang Mubarak Alfatha.” (Aluna)

“Tolong jangan tinggalkan aku Aluna. Bayi kembar kita sama sekaratnya dengan bundanya. Aku tidak berdaya. Haruskah aku menyerah dan kita berempat kembali pada-Nya?” (Bara)

***

Disarankan untuk membaca juga ‘Ada Rindu Untukmu’

Nantikan series ARU lainnya.

Semua tokoh dan kejadian dalam cerita ini hanya fiktif.

chap-preview
Pratinjau gratis
Part 1 Karena Gibran
“Dari mana Gib? Sudah ketemu calon mantu mama? Besok kamu ulang tahun yang ke-30 tahun Gib. Masih ingat dengan perjanjian kita?” tanya Mariska pada putra pertamanya yang baru saja masuk ke dalam rumah dengan lirih menggumamkan salam. Jelas sekali jika sedang kelelahan setelah memimpin penggerebekan bandar obat-obatan. “Ma….” Gibran menghampiri keluarganya yang sedang bersantai menonton acara komedi. “Jawab dulu!” tegas Mariska. Gibran melirik papanya yang menggedikkan bahu dengan cuek. Beralih pada Bara adik angkatnya yang justru menunjukkan smirk menyebalkan di mata Gibran. Dari arah dapur bi Sukma dan Ratna berusaha menahan tawa. Kali ini Gibran tidak akan lolos. “Gibran baru saja dari lokasi penggerebekan obat-obatan. Gibran kan kerja cari duit. Calon mantu Mama belum ketemu, tapi Gibran sudah punya nama buat disetor sama Mama. Namanya cantik, apalagi orangnya,” ujar Gibran berusaha agar mamanya tidak ngambek. Beberapa tahun lalu ia berjanji akan menikah diusia maksimal 30 tahun dan mamanya setuju tapi tidak boleh sampai menyentuh angka usia 31 tahun. Kali ini janjinya ditagih sang mama. “Nama nggak ada orangnya sama saja bohong Gib! Jangan coba-coba mainin mama. Mau mama laporin sama om kamu biar dimutasi? Sekarang Derdi itu atasan kamu, jadi kamu nggak bisa macam-macam!” ancam Mariska. “Emang kalau Mama mau Gibran dimutasi, Mama mau lempar Gibran ke mana?” tanya Gibran duduk di samping mamanya, berniat menyandarkan kepala di bahu Mariska. Sayangnya itu tidak terjadi karena Mariska lebih dulu mendorong tubuh putranya itu menjauh kemudian beranjak duduk di samping Bara. Gibran kesal karena Bara justru melakukan apa yang hendak dilakukannya tadi. Bersandar di bahu kiri Mariska sambil menaikturunkan alisnya. Menyebalkan! “Mama mau mutasi Gibran ke mana Ma?" tanya Hamizan sambil memindahkan chanel televisi. “Ke neraka saja sekalian. Gibran tuh nggak sayang sama mama. Dia nggak ngerti perasaan mama. Mama tuh… rasanya nyesek tahu Pa... kalau ada yang tanya kok datang sendiri bu? Anak atau mantunya nggak diajak? Dulu sih enak, Ratna masih sekolah mama bisa ajak ke mana-mana. Sejak kuliah dia banyak tugas dosen. Kasihan kalau pulang kampus mama ajakin ke mana-mana. Pasti capek banget. Kalau ada menantu, mama ada yang nemenin arisan, belanja, masak atau curhat-curhat gitu.” “Tapi Gibran nggak bisa asal ajak cewek ke rumah Ma,” bela Gibran. “Kamu mah bukannya nggak mau, tapi emang nggak ada niat. Lenata udah banyak kali jodohin kamu. Apalagi mama yang hampir tiap bulan kasih referensi teman kencan. Kamu nggak buka dokumen yang mama simpan di atas meja kamu. Kamu langsung masukin ke laci.” Gibran mendesah pasrah. Drama nyonya besar dimulai. “Ma, jodohkan Bara saja. Nunggu Kak Gibran bawa calon istri kita bisa lumutan.” “Serius?” Bukan Mariska yang bertanya, melainkan Hamizan. “Iya Pa. Bara serius, jangan paksa kak Gibran lagi. Kalau semua calon pilihan mama tidak dilirik, artinya sudah ada seseorang di hatinya. Percuma saja digeser, tidak akan berhasil. Pilihan Papa sama Mama tidak akan saya ragukan lagi. Pilihkan saja yang terbaik untuk Bara.” “Tapi kalau kamu nikah, kamu tidak akan ninggalin mama kan? Meskipun kamu punya mama baru, maksud mama mertua baru. Kamu tidak akan lupa sama kami berdua kan?” tanya Mariska menggamit lengan putra keduanya. “Tidak akan Ma. Untuk apa Bara melupakan Papa sama Mama yang sudah menjadikan Bara seperti putra kandung sendiri?" ujarnya menatap keduanya bergantian, "Bara mungkin anak angkat kalian, tapi sejak jadi adik seorang Gibran Akhtar, Bara merasa punya keluarga utuh. Bara mau dijodohkan karena Bara ingin semuanya bahagia dan Kak Gibran kelak bisa menikah sama gadis pilihannya. Selain itu... Bara takut salah pilih. Bara terlalu sibuk di rumah sakit dan riset-riset Bara sama Papa, jadi tidak punya waktu kencan dan cari calon istri. Selama ini pilihan Papa sama Mama tidak pernah mengecewakan Bara," ungkapnya. “Kamu yakin? Ini hidup kamu. Jangan melakukannya untukku!” ujar Gibran menatap Bara serius. Sekalipun Bara bukan adik kandungnya dan baru menjadi kakak beradik dalam dua tahun ini, ia sangat menyayangi dokternya itu. Dokter yang sudah menanganinya di UGD hingga ke ruang operasi selama 13 jam pasca kecelakaan besar yang dialaminya beberapa tahun lalu. Kecelakaan yang membuatnya terpisah dari orang-orang yang disayanginya. “Bara mengambil keputusan ini untuk kebaikan diri sendiri. Melakukannya sebagai bakti pada Papa dan juga Mama. Jika orang tua kandung saya masih hidup, keputusan saya akan tetap sama, minta dijodohkan. Dijodohkan bukanlah hal yang buruk. Bara niat nikah untuk ibadah. Selama kita niatnya baik dan menjalaninya dengan ikhlas, maka Allah tidak akan membiarkan kita berada dalam keburukan.” “Tapi dijodohkan itu artinya mengorbankan perasaan kamu,” sela Gibran. “Itu dari sudut pandang Kak Gibran yang sudah memiliki seseorang di hatinya Kak Gibran. Sementara saya tidak memiliki siapapun sampai detik ini. Saya tidak mengorbankan apapun. Tapi nama yang saya sebut dalam akad, akan jadi prioritas saya. Bukan lagi Kak Gibran. Dia akan jadi fokus saya nanti, seperti papa yang fokus pada mama. Sebenarnya Kak Gibran juga melakukan hal yang sama, tapi mungkin belum menyadari. Nama Alif itu sebenarnya laki-laki atau perempuan? Bisa saja penggalan dari nama Alifah, Alifiah, Alifsah atau nama lainnya. Kak Gibran jatuh cinta sama sosok itu. Sama seperti papa yang cinta sama mama. Saya juga ingin bahagia punya perasaan seperti itu untuk seseorang. Kenapa memilih dijodohkan? Bara takut salah pilih. Belum banyak pengalaman, takut terbuai sama paras dan manisnya sapaan,” jelasnya meyakinkan sang kakak. “Beneran loh Gib, mama penasaran banget. Alif itu sebenarnya siapa? Pelakunya atau nama calon istri pilihan kamu?” tanya Mariska kembali menoleh pada Gibran yang terdiam mendengarkan Bara. “Alif… sebenarnya dia… bayi kecil yang panggil Gibran dengan sebutan... ayah.” Brakk!! Prranggg!!! Bug!! “Mama!!!” *** Setelah Mariska sadar dari pingsan karena mendengar ucapan Gibran, polisi yang satu itu tidak bisa berkutik. Tatapan tajam penuh curiga dan tuntutan dari semua orang sekejap mengubah atmosfer rumah itu. Seorang Gibran yang masih single diusianya yang besok genap 30 tahun sudah punya anak. Jelas mengejutkan seisi rumah. Hamizan yang mendengar ucapan putranya setengah jam lalu tidak sadar menjatuhkan remot. Ratna yang sedang membawa nampan berisi minuman juga terkejut sehingga tanpa sadar menjatuhkannya. Beruntungnya Mariska yang pingsan masih di posisi duduknya di sofa. Jika dalam posisi berdiri, mungkin kepalanya sudah terbentur mendengar putra pertamanya sudah punya anak. “Jadi?” tanya Hamizan duduk dengan kedua lengan terlipat di depan dadanya. Punggungnya tegak tidak lagi bersandar di sofa. Tidak membiarkan Gibran mengalihkan pandangannya. Sementara Bara masih duduk sambil merangkul mamanya yang terisak. Bi Sukma asisten rumah tangga sekaligus pengasuh Gibran sejak kecil duduk berdampingan dengan Ratna putrinya. Sementara di balik sofa yang diduduki Hamizan, ada Jay putra bi Sukma yang baru bergabung. Mereka sudah dianggap keluarga oleh Hamizan, sehingga masalah internal keluarga seperti ini mereka turut dilibatkan. “Kamu hamilin anak orang Gib? Nggak mungkin kan? Jangan buat jantung mama copot!” cecar Mariska kembali terisak. Perasaannya campur aduk. Sedih karena kini ia tahu alasan putranya selalu menolak dijodohkan. Di satu sisi ia senang karena sudah memiliki cucu. “Ma…” Gibran merasa bersalah melihat mamanya menangis. Tapi juga kesal dituduh menghamili anak orang. Belum lagi tatapan terluka bi Sukma dan raut wajah datar Jay dan Ratna yang sepertinya masih syok. “Jawab!” Suara Hamizan rasanya ingin meremukkan semua tulang-tulang Gibran. Bara menatap Gibran yang tampak ragu. Ada alasan kuat berusaha disembunyikan kakaknya sehingga sampai saat ini menyembunyikan hal sebesar itu dari keluarga. Sejak kecelakaan yang dialami Gibran, ingatannya perlahan pulih. Menurut Bara itulah alasan terkuat sehingga kakaknya baru bisa jujur sekarang pada mereka. “Alif Abizar Ekadanta.” “Kenapa tidak pakai nama kamu? Kenapa bukan nama Akhtar atau Hamizan di belakangnya? Gadis itu menikah dengan orang lain?” tanya Hamizan dan dijawab gelengan kepala oleh Gibran. Rasanya benar-benar gemas ingin membenturkan kepala putranya yang kembali terdiam. “Sebelumnya Gibran minta maaf kalau baru bisa jujur sekarang. Tolong jangan biarkan orang lain selain keluarga kita ada yang tahu. Sebenarnya selama ini… Gibran pura-pura. Sejak kecelakaan itu, sejak Gibran koma, sejak Gibran kembali sadar hingga detik ini… Gibran tidak pernah melupakan apapun. Gibran pura-pura amnesia,” jawab Gibran menatap papanya. Semua orang tentu saja terkesiap. “Pura-pura?!” ucap mereka syok. “Kejadian itu membekas sampai di nadi Gibran. Alif adalah putra semata wayang Nura dan Ekadanta. Nura teman Gibran waktu kuliah dan ditugaskan di Bandung. Dia bekerja sebagai wartawan swasta. Suaminya Ekadanta, salah satu pegawai di kantor BPOM. Papa pasti masih ingat kasus itu karena Gibran masih bisa dengar, saat Papa sama om Derdi bahas hal itu di ruang ICU." Hamizan mengangguk kemudian sebelah alisnya kembali menukik. "Saat Gibran dipindahtugaskan ke Sulawesi, Gibran kembali berkomunikasi dengan Nura. Dia punya bayi laki-laki, Alif. Bayi delapan bulan itu suka sekali merangkak ke arah Gibran saat berkunjung ke rumah mereka. Kalau duduk di pangkuan Gibran, dia akan berhenti menangis. Semakin sering bertemu, dia belajar memanggil Gibran aya... yah... ayah. Ekadanta bilang Gibran akan menjadi walinya karena mereka sama-sama berasal dari panti asuhan dan tidak memiliki sanak keluarga,” aku Gibran menghela napas cukup panjang lalu menatap Mariska. Cukup lama Gibran terdiam. “Gibran anak Mama, tidak akan mengecewakan Mama dengan menghamili anak orang. Tega sekali Mama tuduh Gibran sebrengsek itu.” “Mau gimana lagi, mama syok dengar kamu bilang Alif panggil kamu ayah. Mama langsung pikir dia cucu mama dan kamu hamilin anak orang diluar nikah. Bisa saja kamu khilaf kalau keluyuran di luar. Bagaimanapun, kamu cowok cakep, mapan dan normal!” “Terima kasih pujiannya mama.” “Diam! Mama nggak puji kamu! Mama masih kesel karena bikin mama jantungan!” kesalnya. “Lalu di mana mereka?” Hamizan kembali menengahi perdebatan ibu dan anak itu. “Mereka?” Mariska mengernyit. “Alif tidak mungkin sendirian Ma,” ujar Bara diangguki semua orang. Bayi delapan bulan itu pasti ada yang merawat dan menyembunyikannya sampai saat ini. “Alif dan Aina, adik kandung Ekadanta. Malam kecelakaan itu terjadi, Gibran menyembunyikan mereka. Kemudian mengalihkan pelakunya ke tempat lain. Tapi karena mobil Gibran jatuh di jurang dan tidak sadar berhari-hari… Gibran kehilangan mereka berdua. Gibran yakin Aina bersembunyi di suatu tempat karena Gibran sudah menjelaskan padanya rencana cadangan jika Gibran tidak kembali tepat waktu. Masalahnya adalah... dia tidak pernah menghubungi Gibran lagi. Hilang.” “Jadi gadis yang kamu sukai itu Aina, adiknya Ekadanta?” Gibran mengangguk atas pertanyaan mamanya sambil melirik Ratna. Beberapa waktu lalu Ratna sudah menduga gadis dalam foto yang sempat hilang dari tangannya itu adalah gadis pujaannya. “Papa tidak ingin kamu menyukai seseorang karena rasa bersalah! Lupakan saja!” tegasnya. “No!! Tidak bakalan Pa! Papa tidak tahu saja bagaimana bahagianya Gibran saat pertama kali datang ke rumahnya Nura! Gadis incaran Gibran ternyata adik iparnya. Rasanya dapat tiket jackpot! Untuk pertama kalinya Gibran merasa inilah hikmahnya Gibran dimutasi ke Sulawesi. Pertama kali ketemu di perpustakaan kota Gibran sudah mau gebet tapi takut dia kabur. Kedua kalinya ketemu di kampus tapi Gibran nggak sempat kenalan gara-gara kejar target. Pengedarnya kabur ke arah berlawanan! Sebulan lebih nggak ketemu karena Gibran ikut pelatihan. Papa tidak tahu saja bagaimana takutnya Gibran kalau dia digebet duluan sama orang lain!” “Kak Gibran ternyata tipe bakal cowok bucin,” ujar Ratna tanpa sadar saat mendengar bagaimana antusiasnya Gibran menjelaskan perasaannya. Mariska tertawa lepas mendengar ucapan Ratna. Nyonya Hamizan itu bertos ria dengan Ratna. Bara ikut menertawakan Gibran yang tersadar jika dirinya sudah bicara terlalu banyak. Sementara Jay geleng-geleng kepala karena akhirnya, setelah sekian lama ia menyadari jika lukisan di Kafe ARU milik Gibran bukan lukisan biasa. Itu lukisan Aina dan Alif. “Mau ke mana?” tanya Mariska saat melihat sulungnya beranjak, “Duduk! Sesi interogasi belum selesai Iptu Gibran Akhtar Hamizan. Iya kan Pa?” Gibran pasrah saat papanya mengangguk. Sejak dulu ia tidak bisa membantah papanya. Ia terjebak. “Ceritakan tentang mereka berdua, Aina dan Alif. Jangan lupa, pakai 5 W + 1 H versi interogasi kamu,” ujar Hamizan tersenyum puas melihat istrinya antusias, “Makan malam kali ini pesan saja Jay. Bi Sukma juga duduk, tanyakan apa yang kalian mau tanyakan sama dia. Kalau dia menolak, kita juga akan menolak calon istri pilihannya.” “Tapi tadi kan kita lagi bahas perjodohannya Bara Pa?” tanya Gibran berusaha berkelit. “Sudah ada calon buat Bara. Tidak ada yang lebih baik untuk Bara selain dia. Semua akan tahu nanti dengan siapa papa menjodohkan Bara. Biar papa bicara dulu dengan orang tuanya. Mama tenang saja. Mama akan jadi orang pertama yang mendukung papa.” Gibran benar bukan? Papanya tidak bisa dibantah. Professor yang satu itu sangat pandai mengintimidasi. Terlebih melihat raut wajah antusias mamanya yang sudah kembali berseri. Bi Sukma dan kedua anaknya pun sama antusiasnya ingin mendengar cerita Gibran. Bara bukannya penasaran dengan calon istrinya sendiri malah penasaran dengan calon istri kakaknya. Gibran pasrah dan mulai bercerita. Tidak ada gunanya terus mengelak. Bagaimanapun ia akan membutuhkan dukungan mereka semua nantinya untuk meyakinkan Aina. “Nanti resepsinya mau konsep yang bagaimana? Mama mau cari WO yang terbaik buat kalian. Kalau Ratna sama Jay nikah nantinya, maunya yang bagaimana?” tanya Mariska menatap mereka bergantian. “Jay belum tahu Tante, Jay jomblo, kuliah belum selesai. Rencananya mau fokus kerja dan nabung dulu,” ujarnya. “Ratna juga Tante, kasihan kalau duluan dari yang lebih tua," ledek Ratna. “Ck! Kakak tuh belum tua Ratna. Kamu lupa kalau umur kakak ini diskon hampir tiga tahun?” “Kak Gibran senang dibilang pangeran tidur? Koma hampir tiga tahun tidak ngaruh sama KTP. Tetap saja semua orang tahu besok Kak Gibran umurnya 30 tahun. Titik,” ujar Ratna mengundang tertawa. Setelah mendengarkan cerita Gibran mereka kembali ke kamar masing-masing. Lain halnya dengan Bara yang berangkat ke rumah sakit. “Papa sebenarnya mau jodohin Bara sama siapa sih Pa?” tanya Gibran. “Sama Peri,” jawab papanya tersenyum menunjukkan kontak adik iparnya. Gibran tercengang, prihatin untuk Bara. Adiknya yang baru saja menyelesaikan pendidikan spesialisnya itu akan dijodohkan dengan putri omnya. Papanya sudah membuat keputusan. Gibran berharap Bara nantinya akan punya banyak stok kesabaran untuk calon istri polos dan manja yang dijodohkan untuknya. Semua ini berawal karena dirinya. Karena Gibran yang menolak dijodohkan sehingga Bara yang minta dijodohkan. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
56.0K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook