Agency Trip

2419 Kata
Hari ini merupakan hari pertamaku bekerja di agensi SOS tempat dimana beberapa artis dan produser musik bernaung. Di lembar kontrak, aku masih harus menjalani masa pelatihan sebelum benar-benar menjadi produser di agensi. Dan hari ini adalah hari pertamaku di masa pelatihan. Kak Galang sudah mengirimiku pesan tadi pagi sekitar pukul 07.00. Ia berpesan kalau aku hari ini dijadwalkan akan bertemu dengan salah satu produser senior yang nantinya akan membimbingku di masa pelatihan ini. Samuel namanya, Ia produser di agensi ini sejak setahun setelah agensi ini berdiri. Cukup lama Ia mengabdikan diri di agensi ini. Bertemu dengan seorang senior di bidang yang baru saja ku geluti membuatku ingin menunjukkan yang terbaik. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 dan aku masih berdiri di depan lemari baju sambil sibuk memilih akan mengenakan pakaian dengan tema apa hari ini. Sejak pesan Kak Galang tadi aku masih sibuk memikirkan outfitku sambil menyantap sarapanku. Satu lagi kebiasaan anehku adalah sarapan sambil melakukan kegiatan lain. “Pake baju ini too much ga sih?” tanyaku ke diri sendiri “Engga deh, too much yang ini. Udah lah pake ini aja ditambah blazer” gumamku masih berdebat dengan diri sendiri. Akhirnya aku memutuskan untuk mengenakan kaus polos berwarna putih dipadukan dengan blazer berwarna peach. Kali ini aku memilih untuk memakai celana panjang dan bukan rok, tapi tetap aku memakai sepatu hak tinggi 3cm berbentuk kotak untuk menambahkan kesan rookie di diriku. Sebenarnya aku ingin sekali memakai stiletto yang baru saja ku beli sehari setelah hari wisudaku, tapi aku belum mendapat waktu yang tepat. Tidak mungkin ‘kan seorang produser yang masih masa pelatihan mengenakan stiletto ke agensi? Terlalu mewah sepertinya. Dengan cepat aku berjalan menuju halte agar tidak ketinggalan bus. Perjalanan ke agensi memakan waktu cukup lama dan aku tidak ingin memberikan kesan lambat di hari pertamaku bergabung di agensi. Tepat pukul 09.00 aku tiba di halte dekat agensi. Kurang lebih butuh berjalan sekitar 1 menit untuk bisa ke agensi. Di halaman agensi aku bertemu dengan Kak Galang, Ia juga baru tiba di agensi sepertinya. “Pagi, Kak” sapaku ke manager baruku itu. “Pagi juga, Ra. Wow you look pretty” jawab Kak Galang sambil memuji penampilanku hari ini. “Thanks, Kak. You look cool tho” balasku juga memuji Kak Galang. Kak Galang tersenyum malu-malu padahal aku hanya membalas pujiannya. Tapi kalau boleh jujur, Kak Galang terlihat lebih keren hari ini. Ia mengenakan hoodie berwarna putih dengan gambar puppy di depannya. “By the way kamu udah sarapan ‘kan, Ra?” tanya Kak Galang saat kami berdua memasuki gedung agensi bersama-sama. “Udah, Kak. Kamu udah?” jawabku juga bertanya kepadanya. “Udah juga. Oh iya ini aku bawa ID card kamu yang dari agensi. Jadi nanti kamu masuk agensi bisa dengan scan cardnya disini” Kak Galang menjelaskan sambil menunjukkan cara scan agency card di dekat lobby agensi. “Oh begitu. Jadi kalau misal aku ga punya card itu, aku gak bisa masuk dong? “Ya engga. Hari ini untung kita ketemu di depan, kalau engga mungkin kamu harus nunggu aku dulu nyamperin kamu hahaha” jelas Kak Galang sembari meledekku. Setelah kami berdua masuk ke agensi, Kak Galang menunjukkan ruangan yang bisa ku gunakan selama masa pelatihan. Lebih tepatnya hari ini aku diajak tour di agensi sebelum pertemuan dengan Kak Samuel si produser senior. Gedung ini benar-benar menipu mata. Dari luar bangunannya terlihat minimalis, tapi saat dijelajahi gedung ini seperti tidak ada ujungnya, benar-benar luas dan indah memanjakan mata. Sepanjang perjalanan aku hanya ber “oh” ria memandangi setiap ruangan di gedung ini. “Nah ini ruangan tempat kumpul para produser kalo lagi ada project. Nama ruangannya Project Room” Kak Galang menjelaskan masing-masing ruangan yang kami lewati. “Ini ruangan latihan S&T. Kamu kenal kan sama band S&T?” tanya Kak Galang sambil membuka pintu ruang latihan S&T. “Kenal dong kak. Fans berat S&T malah aku tuh” jawabku sambil ikut melangkah masuk ke ruangan yang di pintu bertuliskan Saint’s Room. Di dalam ruangan terdapat beberapa alat musik seperti gitar, bass, sinthesizer, dan drum. Ruangannya dihiasi kaca di dinding dan juga ada beberapa speaker dan laptop serta televisi yang tergantung di dinding. “Nah ini ruang recording, disini para penyanyi rekaman didampingi para produser” jelas Kak Galang ketika kami beralih ke ruangan selanjutnya. “wah luas banget kak ruangannya” Ruang recording di agensi ini terbilang cukup luas dan lengkap. Ada ruangan di dalam ruangan. Satu ruangan untuk para produser mendampingi jalannya kegiatan rekaman, satunya lagi ruangan untuk penyanyi melakukan rekaman. Ada sofa panjang di ruang pertama dan ada juga meja yang dipenuhi peralatan producing dan composing musik. Tiba-tiba saja pikiranku berkhayal suatu saat aku bisa mendampingi penyanyi di ruangan ini melakukan rekaman lagu yang telah ku ciptakan. Tanpa sadar aku menunjukkan wajah senang dan senyum tertahan karena khayalanku tadi. “Di agensi ini ada lima ruang recording, sebenarnya setiap ruangan pasti difasilitasi alat rekaman, tapi ruang rekaman utama jumlahnya ada lima disini dan salah satunya ini” jelas Kak Galang sambil mengajakku berjalan ke ruangan lain. “Ruang rekamannya gak dikasi nama kak? Kok aku Cuma liat tulisan one gitu doang? Itu namanya?” tanyaku masih dengan berjalan mengikuti Galang. “Nama-nama ruang rekaman disini dari bahasa Inggrisnya angka, jadi ruangan one, ruangan two gitu sampe ruangan five. Supaya lebih mudah diingat” jelasnya. “Oh iya biasanya produser disini punya ruangan studio masing-masing, ntar kita jalan dikit lagi ketemu sama studio kamu. Jadi kamu bebas menghias studiomu sendiri dan ngasih nama juga ke ruanganmu” tambah Galang masih santai menjelaskan kepadaku “Wah keren banget. Eh tapi kan aku masih di masa pelatihan Kak” “Iya ntar kamu ada ruangan sendiri, di agensi ini sebenarnya gak begitu banyak produser. Jadi kamu pasti dapat ruangan sendiri dan udah dianggap bagian dari produser-produser disini walaupun masih masa pelatihan” “Oh begitu” sahutku singkat sambil melangkahkan kaki ke ruangan selanjutnya. “Nah ini ruangan kamu” Kak Galang membukakan pintu ruangan yang akan menjadi studio tempatku bekerja. Ruangan studionya masih kosong, hanya terdapat meja kerja dan kursi yang sepasang dengan mejanya. Ruangannya tidak begitu luas tapi sangat cukup dan sepertinya akan terasa nyaman untuk bekerja. “Nah kamu bisa mendesain interiornya sesuka hati kamu, nanti aku bakal kasih corporate card buat kamu bisa belanja keperluan di studio ini. Tapi sebelumnya kamu buat proposal dulu biar disetujui, ntar aku bantu.” “Wah beneran kak? Keren banget ya agensi ini” “Sambil nunggu ketemu sama Samuel, kita bisa nunggu disini aja Ra sambil bersih-bersihin studio kamu” Kak Galang kemudian memberikanku vacuum cleaner yang ada di ujung lorong yang kebetulan dekat dengan studioku. “Biar aku aja kak” Aku mengambil alih vacuum cleaner dari tangan Galang “Kakak istirahat aja Kak di situ” pintaku ke Galang yang ku lihat dari rautnya seperti orang kelelahan berjalan di sepanjang lorong. Wajar saja Galang kelelahan. Saat ini kami di lantai 5 gedung agensi dan tepat di ujung lorong. Ternyata studioku berada di ujung lorong melewati sekitar 7 ruangan di lantai ini. Total lantai di gedung ada 6 lantai, 5 lantai isinya ruangan para produser, artis dan pekerja lainnya. Sedangkan 1 lantai terakhir yaitu lantai khusus CEO. “Halo, Sam. Udah di agensi? Oh oke deh ntar aku sama Ravenna ke studiomu ya” Tiba-tiba saja Galang bersuara. Ternyata Galang sedang menerima telepon dari Samuel. Segera aku menyelesaikan kegiatanku membersihkan studio dan mengikuti langkah Galang menuju studio Samuel. Tok... tokk.... tokk.... “Masuk aja bro” sapa si pemilik ruangan “Widih udah nambah aja koleksi lo” Galang yang baru masuk ruangan langsung melihat ke arah koleksi mini figur milik Samuel. Si kolektor mini figur hanya tersenyum kecil sambil ber “tos” dengan Galang. Saat ini aku hanya menjadi figuran di antara dua pria dewasa ini. Di depan pintu studio aku hanya terdiam sambil tersenyum kecil melihat tingkah mereka. “Masuk Ra, duduk aja disini” Galang mempersilahkan aku duduk di sofa berwarna wine di sisi ruangan. Samuel Choi seorang produser muda keturunan Korea-Indonesia itu juga mempersilahkanku masuk dengan anggukan dan senyuman kecil. Sepertinya pria ini tidak banyak bicara ke orang baru di sekitarnya, terlihat dari caranya yang cenderung cuek menanggapi keberadaanku. Tiba-tiba Ia memberi tangannya untuk berjabat dan berkenalan. “Samuel Choi, biasa dipanggil Sam” “R-ravenna Arum, biasa dipanggil Ravenna. Saya calon produser di agensi ini. Mohon bimbingannya” jawabku sambil menyambut tangan Sam. “What a beautiful name” sautnya singkat. “Oke jadi aku ditunjuk buat bimbing kamu selama masa pelatihan, berapa lama? Lupa aku” “3 bulan, Kak” “Oh iya 3 bulan. Jadi kita santai aja gak perlu tegang-tegang banget. Sebelumnya kamu udah pernah ngeproduserin musik atau gimana?” tanya Sam “Kalo ngeproduserin musik sih gak pernah Kak, awalnya aku cuma hobi bikin musik aja” “Kamu ahli di alat musik apa aja kalo boleh aku tau? Maksudnya track yang waktu itu kamu kirim itu buatnya pakai apa aja gitu?” “Aaa ... itu aku buatnya dari aplikasi di smartphone Kak. Untuk alat musik aku cuma bisa gitar, itu juga masih dasar banget” jawabku diselingi tawa canggung. “Keren loh buatanmu kemarin, salut banget ternyata itu dari aplikasi ya. Tapi emang agak kerasa sih itu gak dari instrument langsung” “Hehe iya Kak” jawabku masih dengan tawa canggung. “Ntar aku ajarin deh kamu buat pakai alat musik lain biar pernah aja, ga yang ahli banget sih jadinya tapi minimal kamu tau aturan penggunaannya” tawar Sam. “Oh iya terimakasih banyak, Kak” “Nah untuk hari ini aku mau ngasih tau komentarku tentang lagu kamu yang judulnya “Why Don’t You Goin Deeper”. You ready?” Samuel memasang wajah excited secara tiba-tiba. Ternyata Sam ini orangnya tidak terlalu cuek tapi tidak terlalu ramah juga menurutku. Sikapnya bisa berubah dalam hitungan detik. “R-ready, Kak” “Ini lagu lumayan keren untuk pemula. Kamu sering nulis puisi atau cerita gitu ya?” tanya Sam sambil memutar kursinya ke arahku dan Galang. “Engga kak, Gak pernah nulis-nulis palingan nulis caption i********: doang” jawabku yang disambut tawa kecil dari Galang dan Sam. “Keren tau, Lang ini lagunya. Liriknya bahaya bikin turn on ini kalau gak ditahan-tahan” tambah Sam sambil menunjukkan ekspresi genit ke Galang dan berubah jadi ekspresi bercanda ke aku. “Lu aja kali bro yang gampang turn on, lemah banget” ledek Galang “Sumpah bro gue gak pernah secinta ini sama lagu eksplisit gini bro. Lo udah pernah denger belom sih?” “Belum, coba mana gue mau denger” pinta Galang Aku yang berada di antara dua pria senior ini merasa cringe kalau diminta mendengarkan ulang lagu buatanku sendiri. Saat ini ingin rasanya aku berlari menjauhi ruangan ini, atau sekedar menghilang selama dua menit empat detik persis durasi lagu itu. “Wih gila heavy breathnya” respon Sam tepat pertama kali lagu itu dimulai. “Deeper, Babe. Ahhhh~ C’mon” “Gila Sam dari awal gue udah merinding. Ra kamu recording pake apa bersih banget suaranya. By the way itu suara kamu kan di awal?” tanya Galang Aku yang hanya bisa pasrah sambil menutup telinga dan menahan kegelian di perutku karena mendengarkan suaraku diputar di studio ini. “Aku record pake mic kondenser biasa kak” “I’m the lady who wants your afection” “I want you. Go~ Going deeper, babe” Tiba-tiba lagu itu berhenti dan dilanjut dengan teriakan dua pria dewasa yang terlihat sangat akrab ini. “Gila kan bro, sedep banget gue jadi pengen buat project bareng kamu, Ra” Samuel menyudahi jeritannya dengan berbicara keinginanya kepadaku. Galang masih diam setelah sesi menjerit bersama dengan Sam. Gelengan kepala dan tatapan kosong dijadikan respon oleh Galang terhadap laguku barusan. “Gak aman banget jantung gue astaga” kata Galang sambil menggelengkan kepala dan masih dengan tatapan kosongnya. “Gila bro lo turn on?” ledek Sam. “Enggalah gila, yakali masih siang gini” jawab Galang. Pembicaraan kedua pria dewasa ini benar-benar tidak menghiraukan keberadaanku disini. Sekali lagi ingin rasanya menghilang dari bumi saat ini juga. Galang menatap jam di pergelangan tangannya. “Udah jam makan siang nih, mending kita makan dulu dah. Hampir gak waras nih gue” “Yaudah ntar gue beresin dulu, kalian duluan aja” jawab Sam mempersilahkan kita pergi ke kantin agensi. Aku dan Galang berjalan beriringan ke kantin agensi yang terletak di lantai dua gedung ini. Kita sama-sama diam tanpa suara. Sepertinya pikiran Galang masih tertinggal di momen mendengarkan laguku tadi. Saat akan menaiki lift, aku melihat seorang pria yang kukenal. Lebih tepatnya ku idolakan. Pria itu mengenakan baju kaus tanpa lengan dengan celana pendek berwarna hitam. “Oy, Lang. Mau kemana bro?” sapa si pria itu sambil menepuk pelan bahu Galang yang berada di sampingku menekan tombol lift. “Eh Chris. Mau ke kantin nih mau makan siang. Mau bareng? Lu dah makan bro?” tanya Galang. “Boleh deh, belum makan juga gue” jawab Chris sambil melihat ke arahku. Aku hanya bisa terdiam sambil menjerit dalam hati. Chris atau Christopher Anderson si leader S&T yang ku idolakan bahkan fotonya kujadikan layar depan smartphoneku sekarang berada tepat di sampingku. Chris ternyata setampan itu jika dilihat dari dekat, mata sipitnya yang tidak tertutup make up benar-benar terlihat lucu. Rambut curly-messy hairnya menambah kesan seksi ditambah bibir merah tebalnya yang tentu menambah ketampanannya. Chris memiliki darah Australia asli, sebelum terkenal menjadi penyanyi grup band dia tinggal di Australia bersama keluarganya. “Eh kenalin, Chris. Ini Ravenna calon produser kita” Galang memperkenalkanku kepada Chris secara tiba-tiba. “Hai Ravenna. Aku Chris” Chris menyapaku sambil memberi tangannya untuk berjabat, tidak lupa senyuman ramah dan dimple Chris yang ikut menyapa. “H-hai, Kak Chris” sautku sambil menyambut tangan putih dan berukuran lebih besar dari tanganku. Tangannya lembut dan begitu besar untuk ku genggam. Demi Tuhan saat ini aku seperti ingin pingsan bisa menggenggam tangan seorang Chris yang pada 3 bulan lalu hanya bisa kupandangi dari layar. Ting~ Tanda lift terbuka tepat di lantai yang akan kami tuju, lantai dua. Kita bertiga jalan menuju kantin dan langsung mengambil piring dan mengisi dengan makanan pilihan masing-masing. Mataku masih tidak bisa lepas dari Chris yang sedari tadi membuatku hilang kewarasan. Rasanya aku sudah kenyang hanya dengan melihat Chris pria idolaku secara langsung seperti ini. Aku memilih tempat duduk tepat di samping Galang. Tiba-tiba saja Chris duduk tepat di hadapanku. Bagaimana mungkin aku bisa makan dengan tenang jika disuguhkan pemandangan yang benar-benar membuatku gila.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN