bc

Serumah 5 Kartu Keluarga

book_age18+
148
IKUTI
1K
BACA
family
drama
mystery
scary
genius
bully
city
wife
like
intro-logo
Uraian

Bisa bayangin serumah 5 Kartu Keluarga? itu artinya ada 5 kepala rumah tangga di rumah itu. Adalah Neza, pengantin baru yang syok dengan keadaan rumah suaminya. Berbagai macam karakter ipar ia temui di sana. Aji-- sang suami memboyongnya istrinya ke rumahnya, karena ibunya tidak mau jauh dari semua anaknya, sehingga meminta semua anaknya untuk hidup dalam satu atap. Berbagai cerita seru dan tentunya bikin pusing kepala terjadi di rumah ini. Lama menetap di situ, Neza baru tahu kalau ada rahasia besar yang keluarga itu simpan dari khalayak ramai. Rahasia yang sangat menakutkan dan membuat Neza takut bukan kepalang. Bagaimana cara Neza mengatasi setiap masalah yang terjadi di rumah itu?

chap-preview
Pratinjau gratis
Tidak Bisa Dibayangkan
Bisa bayangin? Aku pengantin baru di sini, awalnya biasa aja, tapi lama-lama nggak nyaman juga. Serumah 5 Kartu Keluarga? Nggak ada yang salah, karena ini permintaan ibu mertua, dia ingin semua anaknya dekat dengannya dan rame cucu-cucunya. Tapi ... Aku NGGAK NYAMAN! Nggak ada privasi. Mau mesra-mesraan sama suami aja harus sembunyi-sembunyi. Aku kan pengen seperti drama Korea gitu, lagi masak dipeluk dari belakang. Becanda berdua, lempar tepung berantakin dapurnya. Kalau gini mana bisaaaa. Baru juga suami datang mendekat, ada mama mertua yang datang meriksa masakan. Ngobrol dikit aja kena tegur takut gorengan gosong dan nggak kemakan. Hadeuh, pusing kepala. Rencana mau bicara sama Mas Aji, pengen pindah kontrakan aja sementara nggak mengapa, asal hidup berdua. Sekalian belajar mandiri dan ngatur keuangan. Makan malam. Semua duduk di meja makan. Ada Mbak Rima dan Mas Tama beserta kedua anaknya berumur 12 dan sembilan tahun. Ada juga Mbak Aulia dan Mas Hersa dengan satu anaknya yang berumur delapan tahun, yang terakhir Mbak Kartika beserta Mas Gio, mereka memutuskan belum ingin memiliki anak karena masih sibuk dengan karir masing-masing, mereka menikah tahun lalu. Papa mertua sudah berpulang sejak Mas Aji, suamiku berumur 10 tahun. Mama duduk di ujung sana, sementara aku dan Mas Aji duduk di ujung sini. Hari ini aku dan Mama yang masak di dapur. Semua makan dengan khusyuk. Aku memasak sayur sop, goreng ayam, sambal tempe dan aneka sayur rebusan, juga sambal matah. "Sambalnya kurang asin dikit ya, Za," protes Mbak Rima. "Terus, kurang manis dikit lagi," sambung Mbak Aulia. "Biasanya enak kalau mama yang masak." Mbak Kartika tak mau kalah. "Tinggal makan aja apa susahnya? Kenapa nggak kalian aja yang masak?"Semua terdiam saat mama bicara. "Neza kan baru tinggal di sini, dia belum terbiasa dengan lidah masakan kita. Lagian, sudah untung Neza bantuin mama masak, kalian?" "Mereka kan kerja, Ma." Mas Gio membela. "Eh, maaf ya Mbak, Mas semuanya. Lain kali akan aku tambahkan sedikit garam dan gula supaya lebih enak." "Ini aja dah enak kok, Za." Mas Hersa bersuara yang membuat Mbak Aulia menatapnya tak suka seketika. Aku diam saja, selanjutnya semua kembali makan. Ada adegan di mana si Fiona, anak Mbak Rima yang berumur 9 tahun memegang semua sayur dan makanan, lalu mencicipinya satu persatu sambil mengendus makanan dan menaruhnya lagi sampai beberapa kali yang membuat aku risih. Sampai Mama menegurnya baru ia berhenti. Mungkin aku hanya belum terbiasa dengan semua ini. Selesai makan, semua menaruh piring di cucian piring tanpa ada yang berinisiatif untuk mencucinya, karena aku anak baru jadi aku yang mencuci semuanya dibantu Mas Aji. "Mas, boleh aku bicara sesuatu?" tanyaku saat kami berbaring di kasur. "Kenapa, Yang?" "Kalau kita pindah, gimana Mas?" "Pindah? Kenapa emang, kamu nggak suka tinggal deket mama?" "Bukan, aku ... Aku pengen punya privasi sama kamu, Mas. Kalau gini, masalah rumah tangga kita akan mudah terendus orang lain." "Jangan sampe punya masalah loh, Yang. Kok doanya jelek banget sih?" "Bukan gitu juga, Mas." "Untuk sementara kamu bertahan dulu ya, nanti Mas nabung dulu dikit-dikit untuk bangun istana kita." "Janji ya!" "Iya." Mas Aji memeluk, hingga kami terlelap malam itu. *** Sore-sore aku sedang melipat pakaian di ruang keluarga. Pakaian lipatan bagai gunung 5 baksom besar tak ada yang mengurus. "Ambil pakaianmu saja, Za. Nanti biar mereka ambil pakaian mereka sendiri-sendiri," tegur Mama. Aku yang hendak melipat semuanya, Kuurungkan niat. Kupilih pakaian dan Mas Aji serta Mama saja selanjutnya membawanya ke kamar dan melipatnya di sana. Beberapa hari kemudian aku melakukan hal yang sama, semakin hari dalamanku kenapa banyak yang hilang. Apa mungkin terbawa sama Mbak mbak di sini? Kini tinggal 5 saja pakaian dalamku, padahal waktu pindah ke sini ada 3 lusin. Aku membatin, tapi tak berani bertanya dengan mereka. Paginya saat Mbak Aulia menjemur pakaian, aku seperti melihat ada beberapa pakaian dalamku di sana. Ingin aku mengambilnya saat ia pergi bekerja, tapi rasanya tidak enak, jadi aku diam saja. Lagi pula, jika memang itu punyaku dan dia sudah memakainya aku tak mau lagi memakainya. Karena pakaian dalam itu bagian yang sensitif dan tidak boleh dipakai secara bersamaan, takut ada penyakit dan bisa saja menular, jadi kuputuskan membeli yang baru saja. Pulang dari mall aku menjembreng semua pakaianku. Kuambil spidol permanen dan memberinya nama di bagian dalamnya. -Neza- sehingga tidak akan lagi tertukar dengan yang lainnya. Tertukar atau sengaja mereka mengambilnya aku tak tahu, yang pasti aku akan lebih hati-hati mulai saat ini. *** Malam Jum'at. [Yang, Mas dah di jalan, siap-siap ya!] Begitu bunyi isi pesan Mas Aji barusan. Aku tersenyum membacanya, kemudian membalas. [Dih, kok nggak pernah lupa sih malam Jum'at? Emot melet.] [Iya, dong! Karena malam jum'at itu special bagi Mas. Jadi harus istimewa.] [Iya, aku siap-siap, Mas! Hati-hati di jalan, Miss you cintaa] Kemudian aku bersiap, berganti pakaian dan memakai wewangian. Aku berbaring di kasur dan menarik selimut sampai ke d**a. Malam ini waktunya membahagiakan suami. Eh, harusnya sih setiap hari, bukan hanya soal ini sih, bisa juga soal makan dan bersikap. Tidak berapa lama terdengar suara mobil terparkir di garasi. Aku segera merapikan tempat tidur. Kreaak! Pintu terbuka. "Assalamualaikum cinta." Mas Aji menyapa, baru saja Mas Aji masuk dan akan menutup pintu tiba-tiba pintu di dorong oleh seseorang. Acio, anaknya Mbak Rima dan Mas Tama tiba-tiba masuk dan duduk di depan tv. Kami saling berpandangan. "Om, mau main PS!" katanya sambil menyambungkan beberapa kabal yang aku tidak mengerti. Untung aku masih memakai rompi baju ini. Jadi tidak terlalu seksi. Anak itu langsung saja mengotak-atik TV untuk menghidupkannya. Mas Aji menatapku sesaat, lalu mendekati Cio yang sudah berhasil memasang berbagai kabel yang entah apa di sana. "Besok aja, Mas Acio ya, Om capek banget nih." "Nggak mau, dari tadi Acio nunggu Om pulang. Udah lama nggak main PS." Selanjutnya aku berjalan ke arah ranjang dan berbaring sambil menarik selimut sampai ke atas kepala. Ya ampun gini banget tinggal di rumah orang. Pengen pindah ya Allah .... "Yang, Mas mandi dulu ya. Setelahnya nemenin Acio main PS Sebentar." "Terserah Mas aja," sahutku datar sambil memejamkan mata. Padahal dalam hati berteriak. 'Ya Allah, kapan pindah rumah!”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Troublemaker Secret Agent

read
59.0K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook